Seperti yang sudah saya katakan di atas, obektivitas menjadi salah satu kriteria untuk membedakan isu faktual dari yang non-faktual. Dengan demikian, kita harus mengecek kebenaran berita itu. Berita ini dikabarkan oleh Kompas.com, dan bahwa media ini dapat diandalkan sebagai salah satu media arus utama, karena itu, sumber pemberitaan dapat diandalkan. Kemudian, dengan menggunakan teknik kerja jurnalistik dalam dalam membaca berita ini, kita bisa memastikan kebenarannya. Jadi, kita bisa bertanya soal kapan, di mana, siapa yang mengatakan, kapan dikatakan, mengapa dikatakan, dan apa yang dikatakan, kita bisa mengulik dan menyingkap berita ini.
Fakta-fakta yang ada di seputar berita ini pun bisa dikumpulkan untuk memastikan kebenarannya. Misalnya, apakah memang ada saham pemrov DKI di pabrik bir? Jika ada, berapa besarkah saham itu? Mengapa saham itu harus dilepas? Apakah hanya karena ingin konsisten dengan janji kampanye Anies-Sandi? Apa risikonya jika saham ini dilepas, dan sebagainya.
2. Identifikasi dan ungkapkan apa isunya secara jelas
Sekali lagi seperti yang saya katakan di atas, isu adalah hal, problem, masalah yang masih diperdebatkan, sesuatu yang belum ada jalan keluar atau belum ada pemecahannya. Isu selalu harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan supaya bisa memicu diskusi atau perdebatan. Jika demikian, menurut saya, isunya dapat dirumuskan demikian: "Apakah untungnya bagi rakyat DKI jika saham Pemrov DKI di perusahaan bir itu dijual kembali ke publik?"
Perhatikan bahwa cara saya mengajukan pertanyaan ini sebetulnya memihak pada posisi moral tertentu, yakni bahwa menjual kembali atau mempertahankan saham Pemrov DKI di perusahaan bir memiliki dampak atau pengaruh terhadap masyarakat. Tampak juga seakan-akan saya berpihak pada semacam pertimbangan utilitaristik, bahwa jika itu lebih mendatangkan keuntungan daripada kemudaratan, mengapa harus dijual kembali? Ya, ini posisi saya dalam merumuskan isu ini. Siapa pun bisa memiliki posisi yang berbeda, dan ini yang harus kita diskusikan.
3. Identifikasi dan Lakukan Evaluasi terhadap Otoritas yang Terlibat
Otoritas adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap keputusan yang diambil, atau mereka yang menjadi sumber informasi dan berita. Merekalah yang menentukan apakah saham pemrov DKI di perusahaan Bir harus dijual atau dipertahankan. Dalam konteks demikian, yang memiliki otoritas dalam pemberitaan tersebut adalah Gubernur atau Wakil Gubernur dan Direktur perusahaan bir.
Memperhatikan langkah pertama di atas, kita harus bisa membedakan fakta-fakta yang relevan. Jadi hanya otoritas yang langsung berkenan dengan masalah yang diberitakan saja yang dipertimbangkan. Itulah cara kita mengevaluasi otoritas. Selain itu, pendapat atau pandangan setiap otoritas tidak bisa diterima sebagai suatu kebenaran yang mutlak.Â
Berbagai otoritas itu masih harus "diadu" dan dibenturkan satu sama lain. Kadang-kadang, sebagai upaya menarik kesimpulan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, kita bisa mengacu kepada ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Ini karena isu ini berhubungan dengan kepentingan umum. Dengan cara itu, kita hanya akan menerima dan mempertimbangkan pendapat otoritas yang memang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Demikianlah, jika memang tidak ada larangan untuk mempertahankan atau menjual saham tersebut, dan bahwa hal itu diserahkan sepenuhnya kepada keputusan pimpinan Pemrov DKI dan mengikuti mekanisme pasar, ya hal inilah yang diikut.
4. Rumuskan Kesimpulan dan Rekomendasi