Memang, setiap kali konflik maupun teror terjadi di antara kita, narasi bahwa pelaku bukan bagian dari kita sering sekali mengemuka di ruang publik kita. Sering juga muncul narasi bahwa persekusi maupun terorisme bukanlah ajaran dari agama kita, sehingga para pelaku persekusi maupun terorisme atas nama agama adalah orang yang sejatinya tidak beragama maupun tidak mengenal agamanya. Tapi harus diakui, pelaku aksi teror maupun intoleransi yang mengatasnamakan agama adalah bagian dari kita umat beragama.
Saya sangat berterima kasih jika saudara-saudari ikut mengutuk kasus teror yang terjadi di Sigi beberapa hari lalu. Tapi menurut saya kecaman yang saudara-saudari sampaikan atas persekusi maupun aksi teror seperti ini sangatlah tidak cukup.Â
Saya harap saudara-saudari mau mengakui bahwa kebanyakan pemicu konflik antar umat beragama di Indonesia adalah sebagian kecil dari kalangan saudara-saudari. Mereka adalah bagian dari saudara-saudari.Â
Bukan berarti umat beragama lain tidak pernah menjadi pemicu konflik antar umat beragama. Tidak. Kami yang beragama selain Islam pun pasti pernah melakukan tindakan yang memicu konflik antar umat beragama, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tapi saya harap, ketika saudara-saudari sadar bahwa sebagian kecil dari saudara-saudari telah menyumbang sebagian besar pelaku intoleransi di Indonesia, saudara-saudari mau meminta maaf dengan tulus atas tindakan intoleransi yang dilakukan sebagian kecil dari saudara-saudari.Â
Saya juga berharap, saudara-saudari bersedia berjanji untuk bersama-sama dengan umat beragama lainnya menghormati satu sama lain tanpa memandang perbedaan kepercayaan yang kita anut kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kepada Pemerintah Republik Indonesia
Bapak dan ibu para pejabat pemerintahan, sudah kesekian kalinya konflik antar umat beragama terjadi di Indonesia. Sudah kesekian kalinya juga umat Kristen di Indonesia mengalami diskriminasi dan persekusi, mulai dari pengeboman gereja, pelarangan beribadah maupun membangun gereja, tidak boleh dipilih menjadi pemimpin, tidak boleh mendapatkan pendidikan agama di sekolah negeri, dan masih banyak lagi. Kami umat Kristen selalu merasakan kesedihan dan kegeraman yang sama atas diskriminasi yang terus kami alami di republik ini.
Setiap kali umat Kristen mengalami persekusi, pemerintah selalu mengecam tindakan tersebut sambil menyatakan bahwa negara tidak dapat menerima intoleransi dalam bentuk apapun. Meskipun pemerintah selalu mengecam tindakan-tindakan seperti itu, tetap saja persekusi seperti yang terjadi di Sigi terus terulang. Lalu kecaman yang sama disampaikan kembali dan seterusnya.
Memang, masyarakat Indonesia harus berubah agar mau menerima perbedaan, entah itu perbedaan suku, ras, agama, maupun golongan. Perubahan tersebut harus berasal dari dalam masyarakat. Tapi kenapa pemerintah jarang mengambil tindakan yang diperlukan agar diskriminasi secara sistematis kepada kami umat Kristen tidak terulang kembali?Â
Kenapa pemerintah tidak pernah menyatakan bahwa hidup umat Kristen di Indonesia berarti di republik ini dan umat Kristen juga berhak dan berkewajiban yang sama dan setara dengan umat beragama lainnya di Indonesia? Mengapa pemerintah susah menindak tegas mereka yang berusaha memecah belah bangsa dengan intoleransi antar umat beragama?