Mohon tunggu...
Jeremia Kevin Setiawan
Jeremia Kevin Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Opini

Jeremia Kevin Setiawan (Simanjuntak) adalah seorang Indonesia berdarah Batak Toba yang memiliki hobi menulis pendapat maupun pemikirannya mengenai banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ancaman RUU Larangan Minuman Beralkohol Bagi Keberagaman

13 November 2020   11:52 Diperbarui: 13 November 2020   13:36 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: https://www.huffpost.com/entry/why-are-alcoholic-drinks-called-booze_n_5aeb2414e4b0c4f1931fb0cf

Sangkalan:

Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud menyinggung suku, agama, ras maupun golongan apapun yang disebutkan dalam tulisan ini.

Tidak semua orang bisa mengonsumsi minuman beralkohol, entah itu dalam jenis minuman bir, wine, vodka, whiskey, arak, tuak, soju, sake, atau apa pun itu jenisnya. Sejumlah orang tidak dapat menikmati minuman beralkohol bukan hanya karena tidak mampu tapi karena adanya larangan dalam ajaran agama maupun kepercayaan yang mereka anut.

Umat beragama Islam misalnya tidak boleh mengonsumsi minuman beralkohol karena agama Islam mengajarkan demikian. Namun mayoritas denominasi dalam agama Kristen misalnya memperbolehkan para penganutnya mengonsumsi alkohol dalam batas tertentu. Bahkan dalam upacara keagamaan kristiani yang bernama Sakramen Perjamuan Kudus atau Sakramen Ekaristi, umat kristiani yang diperbolehkan mengikuti upacara ini menurut ketentuan gereja minum minuman anggur, baik itu yang beralkohol maupun yang tidak, untuk mengenang Yesus Kristus yang mengorbankan tubuh dan darah-Nya untuk disalibkan demi menebus dosa manusia.

Baik mereka yang dilarang maupun mereka yang diizinkan mengonsumsi minuman beralkohol, kedua kelompok masyarakat ini ada dan hidup di sebuah negara bernama Republik Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang beragama tetap tidak meminum minuman beralkohol, walaupun ada sebagian dari mereka yang tetap minum minuman beralkohol. Namun ada sebagian kecil masyarakat Indonesia yang menganut agama maupun kepercayaan mengizinkan para penganutnya minum minuman beralkohol tetap minum minuman ini, baik itu dalam batas tertentu maupun melanggar batas yang ditentukan.

Mengonsumsi minuman beralkohol pun juga menjadi tradisi dalam sejumlah masyarakat adat di Indonesia, terlebih masyarakat adat yang kebanyakan beragama Kristen. Masyarakat adat Batak Toba misalnya menjajakan minuman beralkohol seperti bir atau tuak untuk dinikmati bersama-sama pada acara sukacita seperti pernikahan maupun syukuran.

Dalam tradisi masyarakat di Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua dikenal minuman bernama Sopi yang terbuat dari fermentasi buah Enau. Masyarakat di Maluku menggunakan Sopi tidak hanya untuk upacara adat, tapi juga untuk menyelesaikan konflik dalam satu keluarga maupun konflik antar desa. Bahkan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang untuk meluncurkan produk minuman Sopi bernama "Sopia" dengan harga Rp750.000,00 per botol.

Minuman beralkohol bukan hanya digunakan dalam masyarakat adat tetapi juga menjadi komoditas pariwisata. Sebut saja Bali yang menjadi salah destinasi wisata dunia. Turis dari dalam maupun luar negeri mengunjungi bar, pub maupun club untuk bersosialisasi dengan sesama pengunjung sambil mengonsumsi minuman beralkohol. Restoran-restoran yang menghidangkan masakan fine dining menjajakan minuman beralkohol seperti wine sebagai pendamping sajian. Di Bali pun dapat ditemukan sejumlah perkebunan anggur yang ditujukan untuk membuat minuman beralkohol wine, baik itu minuman wine untuk dipasarkan secara komersil maupun minuman anggur yang digunakan untuk Sakramen Perjamuan Kudus atau Sakramen Ekaristi bagi gereja-gereja Kristen.

Kenyataan bahwa ada sekelompok masyarakat penganut agama maupun kepercayaan di Indonesia yang tidak dilarang untuk minum minuman beralkohol nampaknya tidak dapat dipahami dengan baik oleh 21 legislator DPR-RI ketika mereka mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol. 18 legislator pengusul berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 2 legislator pengusul berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan 1 legislator pengusul berasal dari Partai Gerindra. Mayoritas legislator pengusul RUU ini berasal dari partai politik yang berbasis agama Islam.

Jika kita melihat situs pelacakan pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada situs DPR-RI, dicantumkan bahwa pada tanggal 11 November 2020 para legislator pengusul RUU ini diberikan kesempatan untuk menjelaskan maksud mereka mengusulkan RUU ini. Situs tersebut juga melampirkan salindia atau slide PowerPoint penjelasan para pengusul tentang usulan RUU ini.

Memang dalam salindia tersebut mereka berargumentasi bahwa larangan minuman beralkohol adalah amanat konstitusi, yaitu Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Para legislator juga menyebutkan dalam salindia tersebut bahwa larangan minuman beralkohol berdasarkan pada ajaran agama. Namun para pengusul menyebutkan dasar larangan minuman beralkohol hanya menurut agama Islam dengan mengutip salah satu ayat dari Kitab Suci Al-Qur'an di samping juga menyebutkan tentang dampak buruk kesehatan yang diakibatkan oleh minuman beralkohol.

Sebagai seorang Warga Negara Indonesia beragama Kristen dan berdarah Batak Toba, saya tidak bisa menerima RUU yang diusulkan oleh para legislator pengusul  yang kebanyakan berasal dari partai politik berbasis agama Islam.

Saya menolak RUU ini sama sekali bukan karena saya membenci agama Islam. Tidak masalah bagi saya jika umat Islam dilarang mengonsumsi minuman beralkohol, karena memang seperti itu yang diajarkan dalam agama Islam. Tapi yang saya tidak bisa terima dari RUU  ini adalah bagaimana kedua puluh satu legislator ini ingin memukul rata larangan minuman beralkohol di seluruh Indonesia, bukan hanya untuk umat beragama Islam yang sejak awal dilarang mengonsumsi minuman beralkohol tetapi juga untuk penganut agama maupun kepercayaan yang memang diizinkan mengonsumsi minuman beralkohol.

Memang RUU ini tidak melarang penggunaan minuman beralkohol untuk kepentingan tertentu seperti adat, ritual keagamaan, farmasi, wisatawan, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Namun para legislator pengusul ini sama sekali tidak memikirkan bagaimana caranya masyarakat adat mendapatkan minuman beralkohol untuk kepentingan adat di saat RUU ini juga melarang masyarakat untuk mengedarkan minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Para legislator pengusul ini juga sama sekali tidak menyadari bahwa minuman beralkohol sudah menjadi bagian dari pergaulan dan tradisi bagi sejumlah masyarakat di Indonesia, terlebih bagi masyarakat yang kebanyakan menganut agama maupun kepercayaan yang mengizinkan konsumsi minuman beralkohol.

Republik Indonesia sejatinya bukan hanya beranekaragam etnisnya, tetapi juga agama yang dianut oleh masyarakatnya. Memang kebanyakan masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Tapi ada juga masyarakat Indonesia yang menganut agama seperti Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu, Konghuchu, Kristen Ortodoks, Sikh, Yahudi, penghayat kepercayaan lokal seperti Parmalim, Sunda Wiwitan maupun Kejawen, dan bahkan ada yang di dalam hatinya tidak percaya maupun meragukan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa meskipun pada kolom agama di KTP-nya tertulis menganut agama tertentu. Jika agama maupun kepercayaan tertentu melarang umatnya mengonsumsi minuman beralkohol, larangan tersebut tidak bisa diberlakukan bagi penganut agama maupun kepercayaan yang diizinkan mengonsumsi minuman beralkohol, kecuali memang karena kemauan sendiri.

Karena sejatinya masyarakat Indonesia itu beragam, masyarakat Indonesia tidak bisa disamaratakan dengan sudut pandang menurut suku, ras, agama, maupun golongan tertentu. Termasuk dalam hal minuman beralkohol.

13 November 2020

Jeremia Kevin Setiawan (Simanjuntak)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun