Â
Tahun 2020 baru saja beranjak selama beberapa hari di bulan kelimanya. Namun, ketika saya menulis tulisan ini di hari keseratus dua puluh enam di tahun 2020 sudah banyak kejutan yang terkuak sampai hari di mana saya menulis tulisan ini. Hampir semua kejutan tersebut menyedihkan banyak orang dan bahkan tidak jarang membuat beberapa orang frustasi. Setidaknya, terlepas dari kejutan yang terjadi terhadap kita maupun keluarga kita masing-masing, ada sejumlah kejutan yang sama-sama kita saksikan hingga hari keseratus dua puluh enam di tahun 2020.
 Apa yang Terjadi Sejauh Ini
Hari pertama di tahun 2020 ditandai dengan banjir besar di ibukota Jakarta dan kota-kota di sekitarnya yang setidaknya menelan korban jiwa sebanyak 66 orang. Selang beberapa hari kemudian, konflik bersenjata antara Amerika Serikat dengan Iran di Irak yang menewaskan 10 orang, termasuk di dalamnya seorang petinggi militer Iran dan seorang petinggi militer Irak, yang hampir menyeret dunia kepada perang dunia ketiga.Â
Kemudian di pertengahan Januari kebakaran hebat terjadi di Australia yang setidaknya merenggut nyawa puluhan orang. Bulan Januari ditutup dengan peristiwa kecelakaan helikopter di Calabasas, California, Amerika Serikat, pada tanggal 26 Januari 2020 yang menewaskan 9 orang, dua di antaranya adalah bintang basket dunia Kobe Bryant dan putrinya Gianna Bryant.
Februari 2020 ditandai dengan wafatnya aktor Indonesia Ashraf Sinclair pada tanggal 18 Februari 2020. Aktor kenamaan ini wafat karena serangan jantung yang tidak tertolong. Almarhum meninggalkan seorang istri penyanyi ternama Bunga Citra Lestari dan seorang putra bernama Noah Sinclair. Publik di Indonesia ikut berduka karena kekaguman akan sosok pasangan selebriti ini yang menikah sejak tahun 2008 dan tidak pernah diterpa kabar miring hingga maut memisahkan mereka.
Bulan Maret 2020 memberikan kejutan berupa dua kasus pertama pandemi covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia. Sejak saat itu hingga saya menulis tulisan ini sudah ada 11.587 kasus terkonfirmasi; 1.954 kasus di antaranya berhasil sembuh namun 864 kasus harus berakhir dengan kematian.Â
Sejak saat itu sejumlah langkah dilakukan untuk menekan penyebaran pandemi ini di seluruh Indonesia. Mulai dari penutupan sementara kegiatan usaha, arahan untuk berkegiatan dari rumah, larangan untuk kembali ke kampung halaman, maupun pembatasan penumpang di kendaraan umum. Pandemi ini juga menyebabkan banyak orang kehilangan pendapatan dan bahkan kehilangan pekerjaan akibat kegiatan usaha yang ditutup.
Selanjutnya publik Indonesia dikejutkan dengan wafatnya penyanyi kondang Glenn Fredly pada tanggal 8 April 2020 akibat penyakit Meningitis yang dideritanya. Penyanyi ini dikenal karena lagu-lagu cintanya yang menghiasi belantika musik Indonesia di dekade 2000 dan dekade 2010. Tidak hanya itu, Glenn Fredly juga dikenal dengan ketekunannya dalam mengadvokasi sejumlah isu, mulai dari isu kesenian, lingkungan hidup dan juga kesejahteraan kawasan Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Papua. Almarhum meninggalkan seorang istri yang ia nikahi pada tanggal 19 Agustus 2019 dan seorang putri bernama Gewa yang pada saat almarhum meninggal baru berusia sekitar 40 hari.
Publik Indonesia kembali dikejutkan pada tanggal 5 Mei 2020. Penyanyi pop Jawa dan campursari ternama Didi Kempot meninggal dunia secara mengejutkan pada usia 53 tahun pada hari itu. Almarhum dikenal sebagai "godfather of the broken heart" karena lagu-lagunya yang kebanyakan bertemakan patah hati namun dibawakan dengan irama yang membuat banyak orang bergoyang sekalipun tidak mengerti arti dari lirik lagunya yang berbahasa Jawa.Â
Nama Didi Kempot kembali tenar sejak seorang penyiar radio kenamaan Indonesia Gofar Hilman mengadakan acara bincang-bincang bersama almarhum di sebuah kafe di kota Solo pada tanggal 14 Juli 2019 dan dihadiri oleh ribuan orang yang kebanyakan berasal dari generasi milenial dan generasi Z. Sejak saat itu hingga wafatnya almarhum, era yang sering saya sebut sebagai "Didinaissance" ini berhasil melambungkan nama Didi Kempot di kancah nasional dan membuat almarhum kebanjiran jadwal untuk tampil di berbagai konser musik.
Satu Benang Merah yang Sama
Banyak orang akhirnya berpikir bahwa tahun 2020 adalah tahun terkutuk. Banyak juga orang berpikir bahwa tahun 2020 adalah "annus horribilis" alias tahun yang buruk. Bahkan pemusik Fiersa Besari dalam sebuah twitnya menyebut secara vulgar bahwa 2020 adalah "tahun paling anjing" meskipun ia juga mengajak para pengikutnya di Twitter untuk tetap menyikapi tahun 2020 dengan baik karena masih terlalu dini untuk menilai buruk tahun 2020 yang baru menginjak bulan kelimanya.
Meskipun demikian, saya menangkap satu benang merah dibalik seluruh kejutan menyedihkan yang terjadi hingga pada saat saya menulis tulisan ini yang saya sebutkan sebelumnya. Seluruh kejadian tersebut melibatkan wafatnya banyak manusia. Mereka yang meninggal akibat banjir di Jakarta, kebakaran lahan di Australia maupun karena pandemi covid-19 merupakan orang-orang yang dikasihi oleh keluarga, baik itu suami, istri, orang tua, anak-anak maupun cucu mereka. Kobe Bryant, Gianna Bryant, Ashraf Sinclair, Glenn Fredly dan Didi Kempot tidak hanya dicintai oleh keluarga dan sahabat mereka tetapi juga dikagumi oleh banyak penggemarnya di manapun mereka berada atas karya mereka selama mereka hidup.
Tidak hanya sampai di situ. Wafatnya orang-orang dalam sejumlah peristiwa tersebut juga mengingatkan kita bahwa hidup manusia hanya sementara. Kematian manusia masih merupakan sebuah misteri yang sampai sekarang masih belum diketahui kapan dan bagaimana itu akan terjadi di setiap manusia.Â
Kobe Bryant dan Gianna Bryant meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter. Glenn Fredly meninggal dunia setelah berjuang melawan penyakit Meningitis yang dideritanya. Ashraf Sinclair dan Didi Kempot secara tiba-tiba karena penyakit yang berkaitan dengan jantung yang secara tiba-tiba menyerang mereka. Mereka yang saya sebutkan tadi juga memiliki satu kesamaan, yakni tidak memiliki kesempatan untuk hidup sampai umur lanjut.
Menjaga Hidup
Serangkaian peristiwa yang terjadi belakangan membuat saya teringat dengan monolog seorang komedian dan pembawa acara kondang Amerika Serikat Ellen DeGeneres dalam program gelar wicaranya "The Ellen DeGeneres Show" yang direkam pada tanggal 27 Januari 2020, sehari usai peristiwa tewasnya Kobe Bryant dan Gianna Bryant, dan ditayangkan di layar kaca Amerika pada tanggal 28 Januari 2020, dua hari setelah peristiwa tersebut.
Dalam monolognya, sambal menangis DeGeneres menyatakan kepada penontonnya bahwa "Hidup ini singkat dan rapuh, dan kita tidak tahu berapa banyak ulang tahun yang kita miliki. Jadi kita tidak perlu memiliki ulang tahun untuk dirayakan. Cukup rayakan hidup." DeGeneres juga menambahkan bahwa "Jika anda belum menyatakan kepada seseorang bahwa anda mencintai mereka, lakukan sekarang. Ceritakan kepada orang-orang anda mencintai mereka. Hubungi teman anda. Kirim pesan kepada teman anda. Peluk mereka. Cium mereka."
Apa yang disampaiakan Ellen DeGeneres membuat saya ikut merenung. Saya berpikir bahwa memang merayakan hidup adalah hal yang wajib kita lakukan di saat kita tidak tahu kapan dan bagaimana hidup kita akan berakhir. Tetapi berkaca dari wafatnya Ashraf Sinclair, Didi Kempot dan Glenn Fredly, saya berpikir ada hal yang juga perlu dilakukan selain merayakan hidup, yakni menjaga hidup. Jika saya tidak bisa mengatakan bahwa menjaga hidup lebih penting dari merayakan hidup, saya akan mengatakan bahwa menjaga hidup adalah hal yang sama pentingnya dengan merayakan hidup.
Saya berpikir bahwa merayakan hidup seperti yang disampaikan oleh Ellen DeGeneres, baik secara fisik maupun secara virtual, juga membutuhkan tubuh dan pikiran yang baik. Mungkin kita terkadang lupa menjaga tubuh dan pikiran kita sebaik-baiknya. Mungkin karena merayakan hidup bersama orang lain kita lupa menjaga tubuh dan pikiran kita sendiri. Tidak menutup kemungkinan juga kita lupa menjaga tubuh dan pikiran kita sendiri ketika kita terus berusaha untuk menyenangkan diri kita.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Oleh karena itu, selain merayakan hidup, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk hidup, terlebih di saat situasi pandemi yang masih mengancam hidup banyak orang, mari menjaga hidup, baik tubuh maupun pikiran kita. Mari kita jaga tubuh kita dengan cara makan dan minum secara sehat dan secukupnya. Mari berkegiatan secukupnya. Jangan paksa diri kita untuk berkegiatan di luar batas kemampuan tubuh kita. Mari kita hentikan kebiasaan yang merugikan tubuh kita. Ada banyak hal yang masih harus kita nikmati dengan kondisi tubuh yang prima.
Namun menjaga tubuh tidaklah cukup. Kita tidak mungkin merayakan hidup dengan tubuh yang sehat namun pikiran kita tidak sehat. Mari kita menjaga pikiran kita tetap sehat terlebih di saat situasi saat ini yang penuh dengan kabar-kabar yang mengalutkan pikiran kita. Mari kita perbanyak waktu untuk menenangkan diri. Mari kita tetap menjaga pikiran agar tetap positif. Mari kita berbuat baik lewat berbagai cara, misalnya dengan menghubungi saudara maupun teman. Jika kita berkenan, mari berdoa. Jika ada dari kita yang tidak mampu berdoa, mari terus berharap agar semua tetap dan/atau akan baik-baik saja.
Kehidupan tetaplah sebuah misteri yang tak terpecahkan; begitu juga dengan kematian. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok. Kita juga tidak akan pernah tahu kapan dan bagaimana kita mengakhiri hidup di dunia ini. Oleh karena itu, siapapun kita, sembari kita mengenang mereka yang telah mengakhiri hidup di dunia ini lebih dahulu, mari kita merayakan dan menjaga kehidupan bersama dengan sesama kita manusia yang masih diberi kesempatan untuk menikmati kehidupan. Mari kita terus berbuat baik selagi kita masih memiliki kesempatan untuk berbuat baik dalam hidup di dunia ini.
Â
Bekasi, 5 Mei 2020
19.04 WIB
Jeremia Kevin Setiawan (Simanjuntak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H