Dengan hanya mengetik nama pelaku, yang berinisial DV, melalui mesin pencari google, ternyata bertebaran berita latar belakang DV, dan semua berita yang muncul tidak ada berita positifnya.Â
Semuanya berita mengenai DV tersangkut perkara hukum. Mulai dari situs putusan Mahkamah Agung (yang menyatakan terdakwa DV telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah [...]), kabar berita online situs Jatengtoday.com (DV selaku mantan rekanan PTKRE Cabang Semarang didakwa menggelapkan uang perusahaan di bidang Solar Industri), situs Koranintijaya.com (Bos Cafe yang merasa tertipu, resmi mempidanakan bos solar di Satreskrim Polres B*****), dan masih banyak berita berita lainnnya. Seandainya para calon investor teliti melakukan pengecekan background tentunya bisa menghindari mereka untuk berinvestasi yang berujung dugaan penipuan ini.Â
Baiklah, kelemahan dari para korban adalah kurang teliti mengecek latar belakang direktur utama PT M** yang menjadi pelaku utama dalam kasus investasi bodong ini. Namun kita, terutama pemerintah tidak bisa serta merta menyalahkan para korban dan lalu lepas tangan terhadap kerugian yang diderita para korban.Â
Benar bahwa kasus ini murni ada di masyarakat yang tidak mudah dideteksi oleh pemerintah, terutama oleh pihak OJK dan PPATK. Namun menurut penulis ada kelemahan dari sistem hukum yang membuat terus bermunculan pelaku-pelaku baru yang memanfaatkan "celah kelemahan"sistem hukum tersebut.Â
Apa saja celah kelemahan dalam sistem hukum ini?
Menurut penulis, celah kelemahan hukum dalam kasus-kasus investasi bodong adalah:
1. Akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan menggunakan perangkat hukum harus menggunakan jasa pengacara. Sementara kita ketahui tarif pembayaran pengacara juga tidak murah. Memang benar ada LBH, namun jumlah LBH masih sangat terbatas.
Dari Situs OpenJakarta.go.id, jumlah LBH yang ada di Jakarta hanya 44. Sementara dari data CNN, pada Tahun 2021, jumlah kasus kriminal yang ada di Kota Jakarta mencapai 276.507 kasus, atau 31,6 kasus kejahatan terjadi setiap jam di Jakarta.Â
2. Umumnya masyarakat memahami kalau suatu tindak penipuan dilaporkan ke pihak berwajib, kemudian diproses pidana penjara, maka tanggung jawab perdata pelaku kepada korban DIANGGAP LUNAS, KARENA SUDAH DIBAYAR PELAKU DENGAN MENJALANI HUKUMAN BADAN DI PENJARA.
Kondisi ini tentunya memberatkan para korban, karena mereka sebenarnya mengharapkan uangnya dikembalikan. Banyak korban investasi bodong, korban penipuan bukan berasal dari kalangan berduit, melainkan juga kalangan menengah bahkan kalangan bawah.
Akibat dari suatu investasi bodong, mereka terpaksa dikejar hutang kepada saudara, keluarga, teman hingga meminjam ke koperasi/bank.Â