Gadjah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dan Adityawarman, saling bahu membahu untuk mewujudkan penyatuan seluruh kepulauan Nusantara. Ini sesuai dengan Sumpah Gadjah Mada saat diangkat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Sumpah dalam teks Pararaton itu berbunyi:
Sira Gajah Mada Patih Amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah Nusantara isub amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa."
Artinya:
Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Ia Gajah Mada," Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikinlah saya (baru akan) melepaskan puasa."
Sementara dalam sebuah pemerintahan Kerajaan Majapahit dari salah satu Raja yang bergelar Prabu Brawijaya, alkisah ada sebuah sayembara mencari calon suami putri sang raja. Â Salah satu yang datang adalah makhluk berkepala lembu bernama Lembu Suro. Kesaktian Lembu Sura dapat dengan mudah melewati dua persyaratan berat dari sayembara tersebut.
Namun Tuan Putri menolak keras bersuamikan orang berkepala lembu. Sementara Prabu Brawijaya tetap memutuskan untuk menepati janjinya, akan menikahkan putrinya dengan pemenang sayembara.
Berhari-hari Tuan Putri mencari akal untuk pembatalan pernikahan. Akhirnya jalan keluarnya adalah meminta tambahan syarat. Lembu Sura harus dapat membuat sumur di Puncak Gunung Kelud, sebagai tempat pemandian berdua kelak ketika sudah menikah. Â Namun harus dapat diselesaikan dalam waktu semalam saja.
Lembu Sura menyanggupi permintaan tersebut, yang disaksikan langsung oleh Tuan Putri dan Prabu Brawijaya. Dalam keheningan malam, sepasang tanduk Lembu Sura dapat menggali tanah semakin dalam hingga tak dapat terlihat lagi.
Tuan Putri yang tetap bersikukuh menolak menikah, Prabu Brawijaya terdorong untuk mencari cara menghabisi Lembu Sura. Kemudian para prajurit diperintahkan untuk menimbun sumur dengan tanah dan bebatuan besar.
Dalam sekejap saja terkuburlah Lembu Sura dalam sumur galiannya. Namun masih dapat terdengar suaranya yang meminta untuk tak menguburnya. Akhirnya terdengarlah sumpah yang dilangitkannya:
"Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar bakale dadi latar, Tulungagung bakale dadi kedung."