Dalam setiap tubuh manusia memiliki sel darah putih (limfosit) yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dari berbagai serangan virus dan bakteri. Nah ketika Human Immunodeficiency Virus (HIV) berhasil menyusup ke dalam tubuh, maka fungsi sel darah putih akan perlahan-lahan melemah hingga akhirnya mati tak berdaya.
Lemahnya sistem kekebalan tubuh (CD4) akibat infeksi HIV yang telah melipatgandakan dirinya. Pada akhirnya setelah lima hingga sepuluh tahun terinfeksi HIV, maka telah diproklamirkan penyakit baru dalam tubuh penderita bernama Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penderita AIDS akan mengalami kumpulan gejala infeksi opportunistik.
Virus HIV tidak menular melalui cara bersalaman atau berpelukan, gigitan nyamuk, makan bersama, penggunaan toilet bersama, maupun tinggal serumah bersama orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Virus dapat ditularkan hanya melalui kegiatan berbagi jarum suntik, hubungan seksual yang tidak aman, produk darah dan organ tubuh, serta ibu hamil yang positip dapat menularkan pada bayinya.
Begitulah narasi yang akan selalu terdengar pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya sejak 1988, yang diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Dari sejak pertama kali ditemukan hingga pada bulan Juni 2018, keberadaan HIV/AIDS telah dilaporkan oleh 433 (84,2%) dari total 514 kabupaten/kota di 34 propinsi di Indonesia.
Setiap tahun terjadi laporan peningkatan jumlah orang yang dalam fase terinfeksi HIV (HIV positip), namun jumlah yang masuk stadium AIDS relatif stabil. Jumlah kumulatif pelaporan kasus terinfeksinya HIV hingga Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47%) dari jumlah estimasi ODHA tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa.
Mereka banyak ditemui dalam rentang usia 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Mereka pada umumnya tinggal di DKI Jakarta sebanyak 55.099 jiwa, Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757).
Sementara berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2017, dari 48.300 kasus HIV positip telah ditemukan sebanyak 9.280 kasus AIDS. Dari 21.336 kasus HIV positip dalam Triwulan II tahun 2018, tercatat ada sebanyak 6.162 kasus AIDS. Sejak pelaporan pertama kali tahun 1987 hingga Juni 2018, telah tercatat jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 108.828 kasus.Â
Lalu bagaimana ketika HIV beraksi di Lapas?
"Mereka telah ditangani serta diobati dokter klinik di Rutan & Lapas yang telah dilatih khusus oleh Kementerian Kesehatan," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia Sri Puguh Budi Utami, di sela-sela Acara Puncak Peringatan Hari HIV/AIDS Sedunia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II-A Cipinang Jakarta Timur.Â
Sri Puguh Budi Utami menyatakan mereka ditangani rutin secara khusus di klinik rutan/lapas tiap harinya, dimana 53 diantaranya telah dalam penanganan Rumah Sakit Pengayoman.
"Ketika muncul gejala dan penyakit lain pada penderita HIV, maka telah masuk dalam fase AIDS," kata dr. Hetty Widiastuti (Kepala Seksi Perawatan & Pencegahan Penyakit Menular Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham), seusai mendampingi Sri Puguh Budi Utami.Â
dr. Hetty mengatakan bahwa setiap penderita HIV, ketika mengalami penurunan kondisi tubuh akan mengalami gejala dan penyakit penyerta lain. Apabila mulai muncul sindrom seperti penyakit TBC (tubercolosis) dan hepatitis, maka penderita HIV akan memasuki fase penyakit AIDS.
Setiap tahanan dan WBP baru akan melakukan Berita Acara Pemeriksaan Penyakit, baik berpotensi menular maupun tak menular. Ketika mereka di-skrining tes HIV dan dinyatakan positip HIV, akan dilakukan penatalaksanaan serta diikutkan program layanan penanggulangan HIV dan akses pengobatannya. Apabila klinik Rutan /Lapas DKI Jakarta tak dapat melakukan penanganan, rujukan pertolongan lanjutan dapat dilakukan ke Rumah Sakit Pengayoman.
Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS bagi tahanan dan WBP di Rutan serta Lapas yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham, telah dilakukan secara konsisten sejak 2003. Skrining tes HIV bagi tahanan dan WBP yang baru masuk, turut dioptimalkan dalam mengetahui status HIV dan program pembinaan kualitas kesehatan di Rutan dan Lapas.
Upaya Ditjenpas Kemenkumham ini telah berbuah apresiasi dari Kementerian Kesehatan. Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia Yasona Hamonangan Laoly menerima langsung apresiasi tersebut dari Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek dalam Acara Puncak Peringatan Hari AIDS Sedunia tersebut.
Nila Farid Moeloek mengatakan infeksi HIV telah dapat diobati, serta ketika dapat dideteksi secara dini maka ODHA tetap sehat dan produktif. Antiretroviral (ARV) sebagai obat HIV, berkemampuan untuk menekan jumlah virus HIV dalam darah sehingga tetap terjaganya kekebalan tubuh (CD4).
Obat ARV harus diminum secara teratur, tepat waktu, dan seumur hidup. Berkat kemajuan iptek, prosedur pemeriksaan dan pengobatan HIV/AIDS telah semakin mudah. Ini diharapkan dapat mengubah cara pandang masyarakat agar tak terjadi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
Nila Farid Moeloek melihat bahwa tahanan dan WBP adalah kelompok non populasi kunci yang rentan penularan HIV. Mereka merupakan masyarakat yang berada di closed setting dan perlu pendekatan khusus dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Pendekatan deteksi dini (early detection) dan pengobatan segera (promp treatment) dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS, sebagai bagian dari pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
Yasona Hamonangan Laoly mengatakan program penanggulangan HIV/AIDS yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan narkotika, maka hal ini yang menjadikan Lapas Narkotika sebagai tempat edukasi dan puncak peringatan Hari AIDS Sedunia.
Yasona Laoly menyatakan program pencegahan masuknya narkotika lebih dikedepankan di tengah keterbatasan anggaran untuk pembangunan lapas-lapas baru. Yasona Laoly mengatakan anggaran biaya makan WBP sebesar Rp. 1,7 trilyun, hanya dapat untuk menyediakan menu makan senilai Rp.15.000,- dalam seharinya. Kedepannya akan ada kenaikan biaya makan harian WBP menjadi sekitar Rp. 20.000,- .
Program Pengendalian HIV/AIDS dalam Lapas dilakukan rutin seperti layanan skrining tes HIV bagi tahanan dan WBP baru, rujukan antiretroviral therapy (ART), program Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) HIV/AIDS, konseling, kelompok dukungan sebaya, serta program peningkatan kapasitas petugas.Â
Sekitar 50 WBP turut hadir memeriahkan acara. Tak hanya kemampuan bernyanyi dan menari, namun juga mengekspos hasil karya kerajinan yang dipajang di booth-booth pameran. Roti-roti yang disuguhkan kepada tamu, juga merupakan buatan para WBP. Sayang gak kebagian untuk mencicipi rotinya.Â
Ah yang lebih penting melihat mereka para WBP dapat berkata: "Saya Berani, Saya Sehat!". Â Berani memeriksakan status HIV, dan apabila penderita HIV berani sehat dengan patuh meminum obat ARV-nya. Betulkan Bu Menteri dan Pak Menteri...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H