Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menggelorakan Semangat Tak Pupus oleh Lupus

31 Desember 2017   23:15 Diperbarui: 1 Januari 2018   22:30 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiburan pertunjukkan air mancur Fountain Atrium di West Mall Grand Indonesia Jakarta Pusat, sangat memukau pancaindera pada 23 Juli 2017 lalu. Namun arena kegiatan Pameran Foto & Tallkshow Inilah Wajah Autoimun mulai mengusik ketenangan jiwa. Benar-benar 'galau to the max', katanya 'Kids Zaman Now'. Malah kalau boleh dibilang, sangat 'ultra galau to the max'-nya. [Lho KokGituya?]

Ada deretan 16 foto wanita berusia muda dan cantik hasil jepretan Darwis Triadi. Namun ketika melihat informasi yang menghiasi foto, sungguh mulai menggetarkan hati, pikiran dan jiwa. Wanita yang tampak memiliki kehidupan dalam segala kemapanan tersebut, ternyata harus menerima kenyataan sebagai odamun. [Odamun?]. Orang yang hidup dengan autoimun. Autoimun? [Nanti bisa bikin tambah melamun lho! Siapkan hatimu kalau ingin terus membacanya]

Menjelang dimulainya sesi terakhir diskusi dengan narasumber Darwis Triadi, mulailah kursi penuh kembali dengan peserta dan pengunjung umum. Duduk di barisan belakang, datanglah tiga orang yang duduk tepat di depanku. Pria muda, wanita muda dan wanita lansia. Oh  My God, sang wanita muda terlihat sangat 'mengerikan', tinggal tulang belulang, keriput, tak ada satu helai rambut di kepalanya hingga pengerutan kulit dan tulang. 

Sementara sang pria muda dan sang wanita lansia terlihat dalam keadaan yang biasa saja tak resah gelisah. Mungkin mereka berdua telah dapat berdamai dengan keadaan tersebut, juga sebagai upaya menjaga asa kehidupan sang wanita muda tersebut.

Semua Kar'na Anugrah-Mu, Tercurah Bagiku..
Besar Anugrah-Mu, BerLimpah Kasih-Mu...
Semakin Hari, S'makin BerTambah, Besar Anugrah-Mu....

Tiba-tiba sebuah kidung seperti yang diatas, meresap masuk ke dalam sanubari. Kidung tersebut mungkin bagi sebagian besar orang hanya berlaku apabila diberkati dengan anugerah rezeki berlimpah seperti pasangan hidup yang mapan dan tak pernah selingkuh, karir dan usaha yang menanjak berkelanjutan terus menerus, anak-anak yang baik dan pintar, hanya didera penyakit kelas ringan yang relatif cepat masa penyembuhannya.

Namun apakah mereka akan mengatakan itu anugerah jika mendapatkan pasangan hidup yang tak setia dan tak bertanggung jawab, kehilangan pasangan hidup saat anak-anak masih kecil bahkan masih di kandungan, kehancuran karir dan usaha, anak-anak yang bodoh dan tak terkendali kenakalannya, harus didera penyakit kelas berat yang sangat lama penyembuhannya bahkan harus diderita hingga perhentian terakhir kehidupannya. [Pasti dirinya akan bertanya," Tuhan, Kenapa harus aku? Why me?"]

Hanya dalam diam membisu, hatiku hanya membatin. Tak ada keberanian untuk ngobrol meskipun ada rasa penasaran yang sangat tinggi. Akhirnya hingga acara berakhir hanya sebagai pendengar yang baik saja, juga tak ada keberanian bertanya kepada para odamun yang menjadi narasumber diskusi.

Oh ternyata, para wanita cantik itu yang terlihat biasa saja namun sejatinya tubuh mereka sedang berjuang menahan sakit. Wanita muda sangat rentan dengan penyakit autoimun, yang dapat dipicu oleh tingginya hormon estrogen. Penyakit autoimun yang berhubungan masalah hormonal, merupakan gangguan sistem kekebalan tubuh yang tak dapat membedakan sel tubuh sehat dengan sel-sel asing seperti virus dan bakteri jahat.

Maka sel jaringan dan organ tubuh sendiri akan diserang autoimun, yang kini diketahui jumlahnya telah mencapai puluhan dan dapat menyerang dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ada berbagai jenis penyakit autoimun yang telah dikenal hingga kini, seperti lupus (Systemic Lupus Erythenatosus - SLE), sjogren's syndrome (SS), rheumatoid artritis, scleroderma dan psoriasis.

Buluh yang terKulai tak kan diPatahkan-Nya
Dia 'kan Jadikan Indah sungguh Lebih BerHarga
Sumbu yang telah Pudar tak kan diPadamkannya
Dia 'kan Jadikan Terang untuk KeMuliaan-Nya

Kembali penggalan sebuah kidung meresap dalam sanubari. Wow, betapa hebatnya para wanita odamun yang hidupnya dapat berdamai dengan berbagai penyakit autoimun. Mereka tak hanya sekadar bertahan hidup, tapi juga ingin menginspirasi melalui berbagai komunitas pendamping odamun lainnya yang mungkin tak memiliki keberuntungan dalam kehidupannya masing-masing. Odamun bersatu padu membentuk persaudaraan yang kuat melalui gerakan komunitas sesuai jenis penyakit autoimunnya.

Hingga suatu waktu..

PT Astra International Tbk memberikan apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 bagi pemuda pemudi Indonesia yang memiliki dedikasi untuk menjadi pemberi solusi bagi kesejahteraan masyarakat di lingkungannya masing-masing. Dari 82 anak muda penerima apresiasi tingkat propinsi, terpilihlah 7 anak muda terbaik yang berhak mendapatkan apresiasi tingkat nasional.

Sementara dari deretan 75 nama penerima apresiasi tingkat propinsi, mata ini tertuju pada urutan nomor 30 yang bernama Elvira Sari Dewi asal Kota Malang Jawa Timur. Judul kegiatannya adalah "Peduli Lupus bersama Parahita". Setelah melakukan penelusuran (googling) bersama Paman  Gugel, menemukan fakta betapa perihnya perjuangan hidup Elvira Sari Dewi untuk dapat berdamai dan bersahabat dengan Lupus. [Pastinya arek  Ngalam ini penuh berlinangan air mata (tak) (ber) darah]. Hingga suatu waktu...

Akhirnya Tuhan benar-benar mengijinkan untuk sebuah perjumpaan dengan Elvira Sari Dewi dalam kesunyian, dengan melihat sebuah pucuk surat di situs resmi Parahita. Sebuah surat dari Elvira untuk keluarga besar Parahita yang sedang menanti perayaan ulang tahun ke-9 Parahita.

Elvira Sari Dewi [Foto: Whatsapp ElviraSariDewi]
Elvira Sari Dewi [Foto: Whatsapp ElviraSariDewi]
Elvira Sari Dewi, seorang gadis yang selepas SMA, memasuki pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) Malang Jawa Timur. Suatu ketika di tahun 2011, Elvira divonis dokter," Anda terkena Lupus". Tentu saja Elvira saat itu sangat pedih mendengarnya, tak percaya, ingin marah, ingin menangis dan ingin tawar-menawar dengan Tuhan. Banyak muncul pertanyaan yang tak dapat didefinisikan dalam masa depresi. Namun akhirnya Elvira dapat menerima kenyataan bahwa itulah jalan terbaik yang telah digariskan oleh-Nya untuk menjadi orang yang hidup dengan lupus (odapus). 

Pernah suatu ketika Elvira harus opname di sebuah rumah sakit di kota Surabaya. Saat itu  diperkirakan telah meninggal dunia. Namun rupanya masih ada kesempatan yang diberikan Tuhan, dan akhirnya Elvira dapat terus survive.  Pasca drop selama satu tahun, Elvira berusaha mencari solusi yang meringankan emosi penderita lupus. 

Pada tahun 2012, Elvira tengah mengembangkan sebuah ide sebagai bagian karya tugas akhir perkuliahan. Terinspirasi dari hawa kesejukan tempat rekreasi di Roban Condo, Elvira merasakan berkurangnya tingkat stres. 

Dengan mengolah singkong dengan teknik khusus, terbentuklah gel ungu yang memiliki kemampuan menyimpan suhu dingin. Kompres dingin yang bernama Kompres Samchong ini, dipakai untuk membuat rileks saraf yang bengkak akibat berbagai macam tekanan pikiran odapus. Teknologi sederhana ini mengambil sebuah kata samcho, yang memiliki arti jiwa. 

Kompres ini telah diujicoba terlebih dahulu pada odapus. Hasilnya memang sangat positif dengan terbukti menenangkan jiwa odapus dari keadaan stres. Namun kompres tak dapat digunakan oleh odapus yang memiliki alergi dingin. Cara penggunaannya adalah diletakkan pada dahi atau permukaan kulit, selama sekitar 20 menit sebelum tidur. Kompres Samchong inilah yang mempertemukan Elvira dengan Parahita, sebuah perhimpunan yang telah berdiri sejak 26 Juli 2008. 

Dalam sambutan kehangatan Parahita, Elvira telah menjadi bagian keluarga untuk saling berbagi semangat dengan para pasien lupus lainnya. Elvira merasa terlahir kembali. Penemuan kompres-nya, telah mengantarkan dirinya mendapatkan beasiswa S2 Fasttrack dari Kemendikbud untuk melanjutkan pendidikan Program Magister Ilmu Biomedik (PMB) FKUB. 

Saat bersamaan juga telah terbentuk Pusat Studi Autoimun Rematik dan Alergi (AURA) PMB FKUB. Tak ada yang kebetulan di dunia ini. Elvira mendapatkan perjumpaan dengan para pakar lupus seperti Profesor Handono dan Profesor Kusworini. Bersama mereka, Elvira turut mendirikan Pusat Kajian Lupus FKUB pada tahun 2015. Setahun kemudian Elvira diangkat menjadi dosen di FKUB. Akhirnya Parahita telah bermetamorfosa menjadi Yayasan Kupu Parahita Indonesia pada tahun 2017. Elvira mendapatkan amanah untuk memimpin organisasi yang beranggotakan para pasien Lupus di Malang Raya, Tulungagung, Blitar dan Jember.

"Apa ya saya bisa," renung Elvira ketika itu, yang merasa memiliki banyak hal keterbatasan.

Foto:Instagram@elvirasaridewi
Foto:Instagram@elvirasaridewi
Tujuh bulan pertama memimpin Parahita, Elvira merasa tak dapat memberikan perhatian khusus. Rupanya telah ada gejala sakit sebelum dilantik menjadi ketua pengurus Parahita, dan semakin memburuk sejak Februari 2017. Akhirnya awal Juni 2017, Elvira bersama beberapa rekan pengurus yang odapus harus tumbang masuk rumah sakit. 

Elvira merasakan depresi terdalam, dalam usahanya hidup berdampingan dengan lupus. Hb 6,1; trombosit 39.000 dan tensi 80/40. Tiga hari berturut-turut harus merasakan pulse metilpredisolon. Untunglah berkat dukungan penuh tim dokter RSSA dan Pusar Kajian Lupus FKUB, hasil lab Elvira telah membaik  Hb sudah 8,1; trombosit 279.000, dan tensi 120/80. Kini dalam usia 26 tahun, Elvira telah tujuh tahun bersahabat dengan Lupus. Awal persahabatan yang karena keterpaksaan, kini patut disyukuri sebagai sebuah anugerah terindah dalam hidupnya.

9 tahun Parahita yang dirayakan pada 1 Agustus 2017 lalu, kini mendapatkan kado istimewa berupa apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 bidang kesehatan di tingkat propinsi. Namun perjuangan Elvira dan para pejuang Parahita tentu saja masih tiada titik akhir. Menggelorakan Semangat Tak Pupus oleh Lupus, diperlukan sikap kesabaran, tawakal, keikhlasan, serta bersedia mau belajar terus menerus. 

Semangat Terus Parahita! 

Parahita Tak Pupus Oleh Lupus!



Kisah inspiratif anak muda pejuang Lupus ini, sejalan dengan berbagai nilai-nilai luhur sang pendiri Astra  William Soeryadjaya yang terkristralisasi dalam Catur Dharma Astra. Warisan nilai-nilai luhur yang telah mengakar kuat selama enam puluh tahun, kini menjadikan Astra sebuah pohon rindang besar bagi hampir lebih 240 ribuan karyawan dalam naungan 7 lini usaha dan 9 yayasan.

Perjuangan berat seorang Kian Liong, nama kecil William Soeryadjaya, telah dimulai pada masa perang kemerdekaan. Pada usia 12 tahun, William kecil telah menjadi yatim piatu bersama adik-adiknya pada tahun 1934. William pun mulai berdagang apa saja saat berusia 19 tahun dan intuisi bisnisnya mulai terasah. Bahkan penjajah Jepang dan Belanda yang terkenal kejam, dapat didekati William untuk keperluan logistik usahanya di wilayah Bandung - Cirebon dan Bandung - Jakarta. Tak pantang jera dan tak pernah menyerah, walaupun harus merasakan jeruji penjara karena fitnahan korupsi di perusahaan yang didirikannya sendiri. 

Ketika mulai masuk ke industri manufaktur otomotif dengan modal nekat tanpa pengalaman, William tentu saja sangat membutuhkan mitra usaha berpengalaman. Sempat tercatat ada dua raksasa industri otomotif dunia menolak tawarannya. William tak patah arang dan berdoa penuh keyakinan bahwa Tuhan pasti akan mengirim mitra usaha yang sejalan dengan visinya. Akhirnya Toyota-lah yang dapat menjadi teman sehati bagi Astra hingga kini. [Memang tiada duanya hingga kini, tiada henti terus berinovasi].

Astra yang saat itu hanyalah anak bawang namun dapat meminang Toyota, sungguh dapat menarik hati para prinsipal industri raksasa Jepang lainnya. Maka berbondong-bondonglah Fuji Xerox, Honda Motor, Komatsu, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel (kini UD Trucks), mempersunting Astra sebagai mitra usahanya.

Peristiwa Malari (Lima Belas Januari 1974) telah menimbulkan banyak korban termasuk motor dan mobil milik pelanggan dan diler rekanannya. Tercatat ada 187 sepeda motor dan 807 mobil dibakar oleh ribuan massa. William membuat keputusan mencengangkan, berani menggantinya dengan kendaraan yang baru. Kepuasan pelanggan adalah nomor satu, yang dilandasi falsafah tak ingin merugikan orang lain. [Puas! Puas!, kalo katanya si Tukul Arwana]

William menyadari segala kebodohannya, maka dibutuhkanlah banyak orang pinter tapi tak minteri. [Istilah kerennya sih orang berkompetensi teruji dengan karakter integritas terpuji].  Dilakukanlah pengembangan candradimuka para eksekutif Astra melalui pendirian Astra Education Training Center - AETC (sekarang Astra Management Development Institute - AMDI) yang kurikulumnya dirancang oleh para profesor sekolah bisnis INSEAD. William rela merogoh kocek dalam-dalam, agar insan Astra dapat memiliki kompetensi terbaik dalam menghasilkan produk berkualitas prima. 

Hingga pada akhirnya pada tahun 1992, Om William rela melepaskan kepemilikan Astra dari genggaman tangan dalam usia masa senjanya. Ini sebagai bentuk tanggung jawab penuh atas kerugian besar akibat kesalahan pengelolaan Bank Summa yang dijalankan oleh salah seorang putranya.

Namun segala warisan budaya perusahaan tak pernah hilang ditelan waktu. Hal inilah yang dapat menyelamatkan Astra dari keterpurukan krisis ekonomi terdahsyat tahun 1998. Kantor Pusat Astra yang berlokasi di Jalan Juanda Jakarta Pusat saat itu, harus rela boyongan ke Sunter yang dikenal dalam obrolan warung kopi sebagai kawasan jin buang anak. Neraca keuangan minus berdarah-darah. Tingkat utang bersih 14 kali lebih besar dari ekuitas dan kinerja perusahaan dalam keadaan merugi.

Diibaratkan berbagai jenis penyakit autoimun yang menyerang pondasi keuangan Grup Astra dapat dinetralisir dengan tepat, sehingga masa pemulihan dalam waktu tak terlalu lama dapat terealisasi. Tahun 1999 tingkat utang bersih hanya lima kali ekuitas perusahaan. Portofolio usaha Grup Astra yang memang didesain untuk investasi jangka panjang, akan dapat lentur mengikuti gelombang badai perekonomian dalam setiap lintasan zaman.

Menara Astra [Foto: Astra]
Menara Astra [Foto: Astra]
Kini tak lama lagi Menara Astra di jantung pusat bisnis utama Jakarta akan selesai pembangunannya pada tahun 2018. Astra akan kembali boyongan besar kantor pusat dari Sunter ke kawasan Sudirman. Tentu saja hal itu bukanlah yang menjadi tujuan dan kebanggaan utama. Nama besar Astra bukan dilihat pada jumlah profit maupun inovasi teknologi baru yang dihasilkan. Kebesaran Astra terletak ketika bisnis baru dan lapangan kerja terus tercipta.

Goal Astra 2020 Pride of The Nation yang digelorakan sejak tahun 2010, akan menumbuhkan kebanggaan yang harus dapat memberikan multiplier effect bagi pembangunan bangsa yang berkarakter. Ini sesuai filosofi poin ke-3 Catur Dharma Astra, "Menghargai Individu dan Membina Kerjasama".

Referensi Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun