Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Galau to The Max", Maka Jadilah J-RUK

26 Oktober 2017   20:50 Diperbarui: 27 Oktober 2017   20:51 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Instagram @Jruk.Sumba

Ada kalanya seorang istri ditinggal mati oleh suami. Ketika ia menolak menikah dengan adik suaminya, maka konsekuensinya harus keluar dari desa. Maka tak terelakan lagi untuk menyambung hidup dengan menjadi buruh migran ke tanah seberang, rela meninggalkan anaknya yang masih kecil. Inilah potret dari budaya yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di wilayah Sumba Barat Daya.

Tahun 2012 ada begitu banyak pemulangan buruh migran dari Malaysia ke NTT. Ada sekitar 18 buruh migran yang pulang dalam keadaan depresi, yang kebanyakan perempuan. Ada yang memiliki sisa tanda-tanda kekerasan fisik. Ronaldus Asto Dadut yang kala itu seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana, kebetulan ditugaskan oleh dosennya untuk melakukan proses penjemputan buruh migran. Jantung Dadut berdegup kencang melihat kenyataan ini saat bertatap muka. Sedih banget. Galau to the max, kalau katanya Kids Zaman Now. Maka tergeraklah hatinya untuk mendirikan sebuah gerakan yang bertujuan mengedukasi kesehatan dan bahaya penjualan manusia (human trafficking).

Ronaldus Asto Dadut [Foto: Twitter @AstoDadut]
Ronaldus Asto Dadut [Foto: Twitter @AstoDadut]
Di tahun yang sama, berdirilah Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan(J-RUK) Sumba dengan gerakan Stop Bajual Orang. Asto, panggilan akrabnya dan kini berusia 25 tahun, menginisiasi pendirian J-RUKsebagai upaya sosialisasi pentingnya kesehatan dan bahayanya human trafficking via video kepada warga pedalaman di Sumba Barat Daya.

Ada berbagai macam program yang dilaksanakan. Melatih pola pikir masyarakat bahwa masih banyak mata pencaharian untuk mencari nafkah selain menjadi buruh migran. Penanganan psikologis bagi mantan buruh migran serta pendampingan bagi anak-anak prasejahtera yang sakit agar mendapatkan perawatan / rujukan ke rumah sakit.

Nah, bagi yang memang tetap berkehendak untuk menjadi buruh migran maka ada pembekalan materi khusus. Materi tersebut merupakan pencerdasan bagaimana menerapkan langkah prosedur yang benar ketika hendak berangkat menjadi buruh migran. Penanggulangan yang tepat untuk anak-anak yang ditinggal orang tuanya menjadi buruh migran, termasuk pula materi pembekalan tersebut.

Sebagian besar warga di pelosok Sumba Barat Daya tak dapat berbahasa Indonesia. Sehingga dalam melakukan sosialisasi, maka relawan J-RUK Sumba memakai bahasa lokal. Saat ini jumlah anggota relawan yang mayoritas pemuda-pemudi (anak muda) telah mencapai 65 orang yang tersebar di berbagai lokasi, termasuk di luar wilayah NTT. Ada sekitar 30 relawan ada di Jakarta dan Bogor yang ditugaskan menghimpun berbagai donasi barang seperti buku, susu, sikat gigi dan odol.

Hingga saat ini J-RUK telah menjangkau 70 titik lokasi program penyuluhan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi 2.431 anak serta sosialisasi pencegahan human trafficking bagi 3.787 orang dewasa. Puluhan anak telah pula direkomendasikan dalam penerimaan bantuan pengobatan, serta diantar ke panti asuhan bagi yang tak memiliki orang tua.  

Ronaldus Asto Dadut (kiri) beserta penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 lainnya [Foto:JEPRETPOTRET]
Ronaldus Asto Dadut (kiri) beserta penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 lainnya [Foto:JEPRETPOTRET]
Atas segala upaya pemberdayaan yang konsisten dan bekerja dalam 'sunyi' (tanpa pamrih) ini, Asto diganjar apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 dalam bidang kesehatan. Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards merupakan bentuk komitmen PT Astra International Tbk, dalam mengapresiasi generasi muda yang memiliki semangat untuk melakukan inovasi serta menjadi pemberi solusi dalam menyejahterakan lingkungan sekitarnya.

Ronaldus Asto Dadut merupakan salah satu dari 7 'mutiara bangsa' tingkat nasional dalam apresiasi SATU Indonesia Awards 2017, yang penganugerahannya dilaksanakan pada 18 Oktober 2017 di William Soeryadjaya Hall- Gedung Astra International Sunter Jakarta Utara.

Presiden Direktur  PT Astra International Tbk  Prijono Sugiarto, menyatakan apresiasi yang tinggi atas segala dedikasi para mutiara bangsa menginisiasi program pemberdayaan masyarakat di lingkungannya. 

"Mereka ini bekerja tanpa pamrih dan tak ingin terkenal di lingkungan yang tak pernah terekspos," ujar Prijono Sugiarto dalam sambutan apresiasi.

"Kalau berhubungan dengan human trafficking, kok namanya bukan 'Jambu'," goda Cak Lontong ketika bertanya kepada Asto, mengenai alasan komunitas relawannya diberikan nama J-RUK.

"Lho, kok Jambu?," celutuk Hesty Poerwadinata yang mendampingi Cak Lontong sebagai pembawa acara penganugerahan SATU Indonesia Awards 2017 ketika menyahut pertanyaan tersebut. Kemudian Cak Lontong berkata: "Jambu, Jangan Menjual Ibu-ibu". Semua hadirin tertawa terbahak-bahak, dan Asto pun ikut tertawa kecil sempat tak tahu menjawabnya seperti apa. Dasar Lontong!

"Nama itu tak penting, yang penting apa yang dilakukan. J-RUK itu mudah diingat, tapi bukanlah jeruk makan jeruk," jawab Asto diplomatis. Asto mengatakan dari banyaknya tantangan maka dibuatlah skala prioritas, sesuai luasnya wilayah pedalaman yang harus dijangkau. Selain mereka membutuhkan akses informasi, anak-anak juga sangat membutuhkan layanan kesehatan.

"Sumba itu punya potensi tenun ikat. Ketika ada program pemberdayaan ekonomi ibu-ibu di  kampung tentu akan tercipta penghasilan. Kalo mereka sudah punya uang, pastinya tak mungkin lari ke luar," kata Asto berapi-api.

Ternyata faktor ekonomi yang menjadi persoalan, ketika para relawan meneliti akar permasalahan yang telah menjadi lingkaran setan selama ini. Potensi kekuatan telah ada, maka kedepannya akan dilakukan pengembangan ekonomi kreatif di desa-desa Sumba yang telah dikenal oleh kalangan wisatawan. Lalu Cak Lontong menimpali, "jika mereka sudah menenun pasti sudah diikat, maka ibu -ibu tak mungkin lari ke luar negeri". Dasar Lontong!

Kuda & Anak Sumba [Foto:Instagram @Jruk.Sumba]
Kuda & Anak Sumba [Foto:Instagram @Jruk.Sumba]

Mimpi itu adalah hal-hal melihat kemungkinan dari segala rintangan. Mungkin ada kacamata yang melihat kemustahilan. Ketika ada sakit yang diberikan, maka akan ada usaha untuk menggerakkan mimpi. Ini seperti ketika per yang berada di titik terendah dan mendapatkan tekanan yang cukup, akan dapat mendorong apapun melompat setinggi mungkin. Mimpi itu sangat berharga, maka ada harga yang harus dibayar mahal untuk menggapainya. [Terinspirasi dari @rerykahowi]

Pejuang muda Sumba ini berusaha kuat menghidupkan mimpi untuk melangkah lebih jauh ini, demi generasi masa depan Sumba yang lebih baik. Ketulusan dari langkah-langkah kecil ini, diyakini tak ada hasil yang mengkhianati proses. Paculah kuda tanpa perlu menoleh ke belakang maupun ke samping. Fokuslah seperti dahulu seorang William Soeryadjaya mendirikan Astra dengan menanamkan semangat berjuang dan menembus segala tantangan mencapai bintang, yang dikenal dengan istilah Per Aspera Ad Astra. 

Ketika William Soeryadjaya telah melepaskan tahta kendali Astra, namun segala nilai-nilai warisan Catur Dharma Astra tetap terpelihara dalam pertumbuhan usaha yang berkesinambungan. Cita-cita Sejahtera Bersama Bangsa yang terwujud dalam Goal Astra 2020 Pride of The Nation ini, akan membantu pemerintah dalam usaha sejajar dengan negara besar lainnya. Sebuah cita-cita yang tiada titik akhirnya...

Referensi Pustaka:

  • Dokumentasi Pribadi Rekaman Suara dan Video dalam  Apresiasi  SATU Indonesia Awards 2017
  • Booklet  SATU Indonesia Awards 2017
  • PressRelease  PT Astra International Tbk, 18 Oktober 2017
  • Liman, Yakub. Astra International. "ASTRA on Becoming Pride of The Nation". Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017.
  • Inspirasi Mutiara Kebanggaan Bangsa
  • Inspirasi Astra Mencapai Bintang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun