Aku terkejut dan tidak tau harus berkata apa. Kemudian, aku mengajaknya untuk pergi ke tempat lain karena dia benar-benar melarangku ke tempat itu. Lalu tiba-tiba ada prajurit yang menarik Anton dari belakang dan mengarahkan senjata kearah kepalanya. Aku panik dan langsung mendorong tentara itu dan mengajak Anton berlari, kulinudungi Anton dengan segenap hatiku, aku tidak ingin kehilangan suami dan anakku. Ada sekitar tiga prajurit yang mengejar kita sambil menembaki kita dengan senjatanya.Â
Kemudian langsung ku gendong Anton dan berlari. Saat kita sudah lolos jauh dari tentara-tentara itu. Perutku sakit, aku tidak sanggup berjalan, tidak sanggup bernafas. Anton langsung memelukku dan membantuku untuk beristirahat. Tanganku penuh dengan darah, Anton menangis dan seperti berusaha menahan darahku, aku sudah tidak sanggup melihat Anton lagi. Masih kudengar suaranya yang berteriak memanggilku, lalu tiba-tiba semuanya gelap dan aku melihat cahaya. Suara Anton sudah tidak kudengar lagi. Maafkan aku Ton.. Maafkan Ibu harus meninggalkanmu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H