Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sama-sama Sunat, Mengapa Sunat Perempuan Melanggar Hak Asasi dan Berbahaya?

6 Februari 2022   11:00 Diperbarui: 6 Februari 2022   15:50 13724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Salsa Djafar (1,5 tahun) yang menjalani sunat di sebuah desa di Gorontalo | Foto diambil dari CNN Indonesia

Dari sini kita justru dapat menilai, betapa berbedanya motif dari sunat laki-laki dan perempuan. 

Di mana sunat laki-laki dilakukan dengan alasan kesehatan yang diakui medis, perempuan justru harus melewati praktik berbahaya ini dengan alasan kontrol seksual bahkan di saat mereka masih bayi. 

Praktik sunat perempuan juga kental dengan norma patriaki yang kuat, di mana perempuan yang tidak melakukan praktik ini dianggap rendah di susunan masyarakat. 

Helwana Fattoliya, seorang pemuka agama dari Dewan Masjid Indonesia (DMI) menceritakan pengalamannya kepada United Nations Population Fund (UNFPA). Saat itu ia berusia sekitar 7 tahun, di mana ibunya mengadakan ritual sunat perempuan untuknya. 

Ia menceritakan bagaimana seorang dukun menggunakan sebatang bambu yang sudah ditajamkan, diasah, dan sudah dilancipkan. Ia berteriak kesakitan dan melihat darah keluar. Helwana kemudian mengalami pendarahan hebat dan pingsan. Ia juga menambahkan bagaimana ia masih teringat dan masih sangat trauma.

Helwana juga menambahkan bahwa saat itu ayahnya yang seorang ulama menentang pratik sunat perempuan. Namun praktik ini menjadi bagian dari tradisi keluarga ibunya dan mau tidak mau praktik tersebut dilakukan. Sekarang Helwana menjadi seorang ulama yang terus aktif mendorong masyarakat untuk meninggalkan praktik ini. 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan sunat perempuan yang dilakukan oleh orangtua, terutama ibu. Ini dapat kita lihat juga dari pengalaman yang dibagikan oleh Helwana.

Seorang perempuan di Mombasa, Kenya, menunjukkan pisau silet yang ia gunakan untuk melakukan sunat perempuan | Foto milik Ivan Lieman/Barcroft Media               
        googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});
Seorang perempuan di Mombasa, Kenya, menunjukkan pisau silet yang ia gunakan untuk melakukan sunat perempuan | Foto milik Ivan Lieman/Barcroft Media googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});

Melanggar hukum internasional dan UU Indonesia

Praktik sunat perempuan diakui secara hukum internasional sebagai pelanggaran Hak Asasi anak perempuan dan perempuan, dianggap sebagai bentuk ekstrim dari diskriminasi gender, dan juga mencerminkan ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki.

Karena kerap dilakukan ketika seorang anak perempuan masih kecil dan tanpa persetujuan, praktik ini juga melanggar hak-hak anak atas kesehatan, keamanan, integritas fisik, hak untuk bebas dari penyikasaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan hak untuk hidup jika praktik ini mengakibatkan kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun