Hari Laut Sedunia sejak tahun 2008. Tujuan dari penetapan yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah untuk merayakan seluruh lautan dunia dan merayakan hubungan kita, sebagai manusia, dengan laut.
Tanggal 8 Juni ditetapkan menjadiSelain itu, hari ini juga digunakan untuk meningkatkan kesadaran manusia akan peran penting lautan dalam kehidupan kita dan juga cara yang dapat kita lakukan untuk melindungi lautan.
Tahun ini, tema yang ditetapkan oleh PBB untuk Hari Laut Sedunia adalah "The Ocean: Life and Livelihoods" atau diterjemahkan menjadi "Lautan: Kehidupan dan Penghidupan". Tema ini merayakan sekaligus mendukung kehidupan di dalam laut sekaligus mereka yang bermata pencaharian di lautan.
Menyelam ke dalam lautan secara virtual
Jika membicarakan laut, apa yang Anda pikirkan? Pasir yang putih, air yang biru, ikan-ikan dengan berbagai ukuran sedang asik berenang, dan terumbu karang warna-warni yang menjadi rumah sekaligus sumber makanan para ikan.
Bagi saya yang tinggal di tengah kota, bisa melihat terumbu karang adalah sebuah momen yang istimewa.Â
Seumur hidup saya berkesempatan menikmati indahnya dasar lautan sebanyak dua kali. Sebuah kenangan yang sampai sekarang tidak bisa saya lupakan.
Di masa pandemi sekarang, saya sangat merindukan berenang di laut yang bersih dan biru. Untuk melepas rasa rindu, saya menggunakan fitur Google Earth di mana kita bisa diving secara virtual di berbagai spot-spot diving terbaik di dunia (dapat diakses di sini).
Tanpa dipungut biaya sama sekali, kita dapat menikmati indahnya alam bawah laut yang mungkin sulit diakses secara langsung.Â
Foto-foto panorama bawah laut tersebut disediakan oleh Google Maps yang bekerja sama dengan ekspedisi ilmiah Survei Laut Catlin.
Dengan beberapa klik saja, kita dapat melihat ikan-ikan berenang di Kota Byron Bay, Australia atau melihat sekelompok lumba-lumba spinner di Kepulauan Fernando de Noronha, Brazil. Kita juga dapat melihat alam bawah laut di Indonesia, misalnya di Raja Ampat ataupun di Pulau Bunaken.Â
Menyelam secara virtual lewat Google Earth ini dibuat dengan harapan lewat foto bawah laut dengan jarak dekat dapat menginspirasi orang-orang untuk melindungi keindahan laut.
Sudah seharusnya kita melindungi laut kita dari perubahan iklim yang menyebabkan suhu bumi semakin hangat.Â
Suhu air laut pun setiap tahunnya terus meningkat, yang menjadi penyebab terjadinya coral bleaching. Lewat Google Earth pun kita dapat melihat bagaimana terumbu karang yang dulunya warna-warni, sekarang sekarat dan kehilangan warnanya. Â
Apa itu coral bleaching?
Coral bleaching atau pemutihan karang adalah peristiwa ketika mikroalga zooxanthellae dimakan atau dilepaskan oleh terumbu karang yang stress karena peningkatan suhu air di sekitarnya.Â
Zooxanthellae adalah sahabat terumbu karang, sebuah hubungan simbolis mutualisme. Zooxanthellae menyediakan makanan untuk karang melalui proses fotosintesis, di mana 90% energi karang berasal darinya. Sedangkan karang menyediakan karbon dioksida dan ammonium yang dibutuhkan untuk fotosintesis sekaligus menjadi tempat tinggal zooxanthellae.
Hilangnya zooxanthellae yang memberikan warna pada terumbu karang akhirnya menyebabkan karang menjadi berwarna putih. Walaupun terus hidup, terumbu karang yang memutih akan kelaparan dan sekarat kemudian mati.
Saat ini, pemutihan terumbu karang terburuk terjadi di lautan. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change, dari tahun 2012 hingga 2040 menjadi periode ancaman terbesar bagi terumbu karang di dunia.Â
Diperkirakan 19% terumbu karang di seluruh dunia hilang karena pemutihan karang dan sisanya 60% dalam keadaan sekarat. Â Â
Pada April 2020, Great Barrier Reef yang terkenal sebagai kumpulan terumbu karang terbesar di dunia mengalami pemutihan besar yang ketiga kalinya dalam lima tahun terakhir.Â
Sebanyak 25% dari kumpulan terumbu karang yang terletak di timur laut Australia mengalami pemutihan parah dan 35% mengalami pemutihan sedang. Hal yang sama pun terjadi kepada terumbu karang di Indonesia.Â
Walaupun suhu air kembali normal dan zooxanthellae kembali tumbuh di terumbu karang, diperlukan waktu 10 sampai 15 tahun agar terumbu karang dapat pulih sempurna. Berbagai penelitian pun dilakukan oleh ilmuwan untuk menghidupkan kembali terumbu karang yang sekarat.Â
Manusia dan terumbu karang
Pemutihan terumbu karang mempengaruhi spesies hewan laut yang bergantung kepadanya, seperti ikan yang menjadikan karang sebagai sumber makanan dan tempat tinggalnya.
Bukan hanya spesies hewan laut yang terpengaruhi, begitu juga dengan hidup manusia khususnya mereka yang bergantung pada kekayaan sumber daya alam di lautan. Misalnya, nelayan yang khusus menangkap spesies ikan karang akan berkurang tangkapannya.Â
Selain itu, terumbu karang yang tidak lagi menarik akan menyebabkan menurunnya pendapatan pariwisata yang kemudian mempengaruhi ekonomi masyarakat lokal. Tempat penginapan hingga restoran sepi karena tidak ada turis.Â
Dikutip dari Kompas (28/8/20), anggota Biodiversity Warrios KEHATI Kezia Ruth menyatakan bahwa 1 miliar orang yang berjarak tinggal 60 kilometer dari terumbu karang, setengahnya menggantungkan hidupnya kepada terumbu karang sebagai sumber pangan dan sumber mata pencaharian.
***
Memanfaatkan teknologi Google Earth, kita dapat melepas rasa rindu akan menyelam dan berenang bersama ikan-ikan di laut di tengah masa pandemi Covid-19 ini.Â
Bukan hanya melihat keindahan panorama bawah laut, kita juga dapat melihat kondisi terumbu karang yang sekarat karena perubahan iklim.Â
Banyak dari kita yang belum sadar bagaimana perubahan iklim perlahan-lahan tapi pasti mulai mempengaruhi hidup kita, secara langsung ataupun tidak langsung.Â
Pemutihan karang hanyalah satu dari banyak dampak dari perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut, iklim yang tidak menentu, hingga cuaca yang ekstrim. Harusnya musim buah langsat, sekarang justru panen buah durian.Â
Turut memperingati Hari Laut Sedunia di tahun 2021, mari kita renungkan dan turut andil menjaga dan melindungi laut kita dari tindakan sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan ke sungai ataupun pantai.Â
(Untuk informasi lebih mengenai kondisi pemutihan karang, penulis merekomendasikan dokumenter yang berjudul "Chasing Coral")Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H