Misalnya di Suriah, di mana 2,4 juta anak terancam kehilangan akses pendidikannya. Satu dari tiga sekolah di Suriah hancur, rusak, atau digunakan untuk tujuan militer.
Pada tahun 2018, PBB mencatat terdapat 111 kasus yang menganggu akses pendidikan 19.000 anak-anak yang tinggal di Tepi Barat, Palestina. 111 kasus tersebut antara lain adalah perusakan sekolah, ancaman pembongkaran sekolah, hingga bentrokan antara siswa dan guru dengan aparat keamanan.
Selain penyebab di atas, yang memengaruhi tingginya angka putus sekolah di zona perang adalah anak-anak tersebut hidup berpindah-pindah, menjadi pengungsi karena dampak dari konflik di kampung halamannya.
Hal ini tentu disayangkan karena justru di dalam zona peranglah pendidikan menjadi hal yang paling penting. Dengan akses pendidikan, diharapkan anak-anak dapat mencapai potensi mereka dan juga berkontribusi pada masa depan stabilitas keluarga, ekonomi, dan juga komunitas mereka.
Zona perang dan area konflik adalah tempat terburuk untuk seorang anak untuk tumbuh dan berkembang.
Perang dan konflik kekerasan melanggar setiap hak seorang anak - hak untuk hidup, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas perlindungan, hak untuk diasuh oleh orangtua mereka dalam keluarga dan komunitasnya, hingga hak bebas dari pelecahan dan eksploitasi.Â
Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,8Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H