Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melanggar "Kempunan", Hati-hati Nyawa Jadi Taruhannya!

29 Maret 2021   15:29 Diperbarui: 26 April 2022   04:59 2618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seperti anak-anak di foto ini, penulis ketika masih kecil juga kerap nongkrong di tepian Sungai Kapuas | Foto diambil dari MenjadiHijau/Berryhehekaya

Pada 13 Oktober 2017, sebuah kecelakaan maut terjadi di Jalan Ampera, Kota Pontianak pada pukul 11:30 WIB. Kecelakaan tersebut melibatkan dua orang pelajar yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, sama-sama menggunakan kendaraan bermotor roda dua dan tidak menggunakan helm.

Naas, satu dari korban kecelakaan tersebut meninggal dunia. Dikutip dari Tribun Pontianak (13/10/17), korban meninggal karena kempunan. Ia sebelumnya sempat memesan secangkir kopi di sekolah, namun ia tinggalkan dan tidak sempat ia minum.  

Kejadian diatas bukanlah satu-satunya kejadian yang dipercayai terjadi karena kempunan. Kempunan sangat kuat dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat Kota Pontianak dan juga yang berasal dari daerah lain. 

Bagi mereka yang percaya, kempunan adalah hal yang "berbahaya" jika dilanggar. Jika tidak dilakukan, nyawa pun menjadi taruhannya.

Apa itu kempunan? 

Sebelum merantau ke Jakarta, penulis awalnya mengira bahwa kempunan adalah kepercayaan yang dijalankan atau setidaknya diketahui seluruh Indonesia. 

Ternyata kempunan hanyalah ditemukan di Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak dimana etnis Melayu menjadi mayoritas di sini. Penyebutannya pun beragam dari kemponan, kempunan atau kampunan.

Menurut KBBI Kemdikbud, kempunan adalah "mendapat celaka karena tidak menyantap hidangan yang sudah dihidangkan dalam kepercayaan masyarakat Melayu". 

Kempunan dapat diartikan sebuah rasa takut, cemas atau tidak nyaman akan terjadi sebuah hal yang buruk karena menolak tawaran makanan atau minuman dari orang lain.  

Kempunan juga dipercayai sebagai sebuah kondisi dimana seseorang menolak tawaran makanan atau minuman yang sebenarnya ia inginkan. Rasa ingin itu terus ia pikirkan hingga menganggu konsentrasinya ketika sedang beraktivitas. 

Dipercayai bagi mereka yang melanggar kempunan akan mendapatkan musibah, seperti terluka ketika beraktivitas hingga kecelakaan yang mengancam nyawa seseorang. 

Hingga saat ini kepercayaan dipegang kuat bukan hanya oleh masyarakat yang berasal dari etnis Melayu, namun juga yang berasal dari etnis Dayak ataupun etnis Tionghoa seperti penulis.

Menurut penulis, kempunan mirip dengan pamali atau pemali yang menurut KBBI adalah larangan, pantangan berdasarkan adat istiadat dan kebudayaan. Namun jika pamali adalah sebuah larangan untuk melakukan sesuatu, kempunan dapat diartikan sebagai akibat dari melanggar sebuah pamali.

Kempunan juga dapat ditemukan di daerah lain seperti di Kalimantan Selatan, di mana masyarakat Banjar menyebutnya sebagai kepuhunan. Kepercayaannya pun sama persis seperti yang dijelaskan diatas.

Dari mana asal kepercayaan kempunan? 

Tidak ditemukan cacatan sejarah darimana kempunan ini berasal dan pertama kali dimulai. Dipercayai bahwa kempunan sudah dilakukan sejak lama dan disebarkan dari mulut ke mulut oleh masyarakat.

Penulis menemukan sebuah penelitian yang menarik mengenai kempunan yang ditulis oleh Muhammad Asyura dengan judul "Budaya Kemponan Pada Masyarakat Melayu Pontianak". 

Penelitian tersebut menemukan bahwa kempunan dapat diartikan sebagai sebuah pengajaran nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu yang diajarkan lewat sugesti yang kemudian dihubungkan dengan mitos. 

Seperti kempunan, terdapat kepercayaan yang erat berhubungan dengan ritual, magis, dan juga elemen-elemen animisme (kepercayaan kepada makhluk halus dan roh) dalam mitos yang dipercayai oleh masyarakat Melayu.

Jenis makanan yang sakral dan cara mematahkan kempunan

Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa jenis makanan dan minuman yang dianggap sangat sakral dan bila melanggar kempunan dapat memberikan musibah paling cepat dan paling sakral. 

Makanan tersebut antara lain adalah nasi dan olahannya, ketan dan olahannya, kudapan dan cemilan. Sedangkan untuk minuman adalah air kopi.

Untuk mematahkan kempunan selain dengan memakan makanan dan meminum minuman yang ditawarkan juga dapat dilakukan dengan memegang makanan atau minum tersebut dengan jari kemudian disentuhkan dengan lidah. 

Selain itu juga terdapat cara yang disebut cempalet kemponan yang dilakukan dengan menyentuh makanan atau minuman kemudian disentuhkan di leher hingga pangkal leher sambil mengucapkan "cempalet kemponan" dilanjutkan dengan hidangan yang disajikan.

Seperti anak-anak di foto ini, penulis ketika masih kecil juga kerap nongkrong di tepian Sungai Kapuas | Foto diambil dari MenjadiHijau/Berryhehekaya
Seperti anak-anak di foto ini, penulis ketika masih kecil juga kerap nongkrong di tepian Sungai Kapuas | Foto diambil dari MenjadiHijau/Berryhehekaya

Pengalaman pribadi sebagai saksi kempunan

Untuk mempercayai kempunan sebenarnya tergantung kepada masing-masing orang. Penulis termasuk ke dalam mereka yang mempercayai kempunan, walaupun penulis juga menerapkan dan mempertimbangkan hal-hal lain juga.

Penulis pernah sekali melihat langsung efek dari kempunan ini, bukan sebagai pelanggar namun hanya menjadi seorang saksi saja. Beberapa tahun yang lalu, penulis bersama teman-teman saat itu sedang duduk ditepian Sungai Kapuas. 

Tempat duduk penulis saat itu dibuat dari kayu-kayu yang dipaku bersama dan diantar kayu tersebut terdapat lubang-lubang kecil. Saat itu air sungai sedang pasang, sehingga tepian sungai saat itu juga terendam dengan air sungai.

Seorang teman menawarkan cemilan kepada teman penulis yang lain. Namun ia menolak. Teman yang menawarkan tersebut berkata "Jangan ditolak, nanti kamu kena kempunan". Ia pun menjawab bahwa ia tidak percaya dengan kempunan. 

Selang beberapa menit, teman penulis mengalami musibah, di mana handphone yang sedang ia mainkan terjatuh kedalam lubang-lubang diantara kayu yang sedang kami duduk. Kami kemudian meminta pertolongan dan handphone tersebut berhasil diselamatkan walaupun dalam keadaan basah.

Jika Anda percaya dengan kempunan, jangan lupa juga mempertimbangkan hal-hal lain

Menurut penulis, kepercayaan akan kempunan berhubungan erat dengan perilaku tidak menolak tawaran orang lain karena rasa hormat dan sopan santun. 

Mungkin saja orang yang menawarkan Anda makanan sudah bersusah payah menyiapkan makanan tersebut namun Anda tolak mentah-mentah. Selain tidak menghormatinya, bisa saja penolakan tersebut dapat menyakiti dan menyinggung hatinya.

Namun terdapat kondisi dimana Anda juga harus mempertimbangkan hal lain, misalnya ditawari makanan oleh orang yang tidak kita kenal. Jika Anda bulat-bulat mempercayai kempunan, bukanlah tidak mungkin jika makanan tersebut sudah diberi obat-obatan berbahaya yang mengancam nyawa.

Menolak makanan juga tentu perlu mempertimbangkan hal lain, khususnya untuk mereka yang memiliki pantangan dan alergi. Bukannya mendapat musibah karena menolak tawaran makanan malah mendapat musibah karena alergi kambuh.

Jika memang harus menolak tawaran makanan dan minuman, pastikan memberikan penolakan dengan halus dan sopan. Jika Anda memiliki alasan tertentu, jelaskan dengan baik bahwa Anda tidak bisa menerima tawaran tersebut karena alasan tersebut.

Juga dalam kehidupan sehari-hari kita tentu harus tetap waspada dan menjaga diri, misalnya ketika sedang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. 

Hal ini kerap penulis temukan ketika seseorang mengalami sebuah musibah karena tidak menjaga diri justru menjadikan kepercayaan kempunan sebagai alasannya. 

Menurut penulis, percuma jika seseorang tidak melanggar kempunan namun melanggar peraturan dalam berkendara seperti menggunakan helm atau tidak ngebut-ngebutan.

***

Kempunan adalah sebuah kepercayaan yang kuat dipegang dan dipercayai oleh masyarakat di Kota Pontianak. Bukan hanya di Pontianak, daerah lain di Kalimantan juga memiliki kepercayaan ini seperti kepuhunan di Kalimantan Selatan. 

Kepercayaan mendapatkan musibah ketika menolak tawaran makanan atau minuman disebarkan lewat mulut ke mulut, diikuti dengan pengalaman mereka yang sudah mengalami kempunan.

Menurut penulis, tidak ada yang salah jika Anda mempercayai kempunan. Namun jangan lupa mempertimbangkan hal-hal lain ketika Anda ditawari makanan dan minuman dari orang lain. Juga sudah seharusnya kita menjaga diri kita sendiri, jangan lengah dan tetap berwaspada setiap harinya, khususnya ketika berkendara di jalan raya. 

Referensi:

Asyura, Muhammad. Budaya Kemponan Pada Masyarakat Melayu Pontianak. Jurnal Sejarah dan Budaya. Vol 3, No.1. Desember 2019. Hal 101-120 (dapat diakses disini)

2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun