Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apakah Revolusi Saffron Akan Terulang Lagi di Myanmar?

17 Maret 2021   16:42 Diperbarui: 18 Maret 2021   17:06 1433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang biksu yang membalikkan mangkuk persembahan sebagai bentuk protes ketika Revolusi Saffron | Foto diambil dari Reuters/Landov

Penamaan Revolusi Saffron sendiri diambil dari warna jubah biksu Myanmar yang mirip dengan warna merah dari tanaman rempah Saffron atau dalam bahasa Indonesia disebut Kuma-Kuma.

Hingga sekarang, korban dari Revolusi Saffron masih belum jelas dengan perbedaan jumlah dari berbagai sumber. Salah satunya adalah data menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dimana sekitar 30-40 biksu dan 50-70 warga sipil tewas. Selain itu, sekitar 1.000 orang yang terdiri dari para biksu, aktivis politik, dan masyarakat sipil ditangkap dan diberikan hukuman hingga 75 tahun penjara.

Aung San Suu Kyi di depan rumahnya untuk memberi hormat kepada para biksu di tahun 2007 | Foto diambil dari The Times 
Aung San Suu Kyi di depan rumahnya untuk memberi hormat kepada para biksu di tahun 2007 | Foto diambil dari The Times 

Aung San Suu Kyi

Salah satu kejadian yang menarik ketika Revolusi Saffron terjadi pada 22 September 2007. Saat itu, sekelompok biksu bersama masyarakat berkumpul di depan rumah Aung San Suu Kyi yang saat masih dalam tahanan rumah. 

Suu Kyi kemudian muncul di depan umum untuk pertama kalinya selama 4 tahun menjadi tahanan rumah untuk memberi hormat dan menerima berkat dari para biksu.

Munculnya Suu Kyi ini kemudian menghebohkan masyarakat sekaligus para biksu. Kejadian ini menjadi kejadian ke-2, setelah kematian seorang biksu, yang meningkatkan partisipasi para biksu dalam demonstrasi tersebut.

Seorang biksu yang membalikkan mangkuk persembahan sebagai bentuk protes ketika Revolusi Saffron | Foto diambil dari Reuters/Landov
Seorang biksu yang membalikkan mangkuk persembahan sebagai bentuk protes ketika Revolusi Saffron | Foto diambil dari Reuters/Landov

Patam nikkujjana kamma

Sebelum Revolusi Saffron, para biksu awalnya tidak pernah ikut serta dalam permasalahan politik Myanmar. Hal tersebut berubah dan Revolusi Saffron menjadi awal dari tanda dari perubahan para biksu.

Sekarang, melihat para biksu yang turun ke jalanan adalah hal yang kerap terjadi di negara yang 90% populasinya beragama Buddha. Bukan hanya ikut mengemukakan pendapat, mereka juga kerap berpartisipasi sekaligus memberikan kontribusi besar dalam perkembangan politik di Myanmar.

Salah satu bentuk protes dari para biksu adalah melalui patam nikkujjana kamma yang berarti "membalikkan mangkuk persembahan". Mereka melakukan boikot terhadap tokoh militer beserta keluarganya yang menurut mereka tidak sesuai dengan ajaran Buddha dan mengancam demokrasi Myanmar. 

Pemboikotan tersebut dilakukan dengan para biksu yang menolak persembahan sedekah dari tokoh yang mereka boikot. Bukan hanya menolak persembahan, para biksu juga menolak memberikan layanan spiritual kepada tokoh militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun