Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rumah Marga Tjhia di Singkawang: Sejarah Leluhur Tionghoa Menjadi Cagar Budaya dan Museum Hidup

29 Desember 2020   16:47 Diperbarui: 22 Maret 2022   23:43 3505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu rumah tempat tinggal keturunan Chia | Foto milik pribadi

Rumah Marga Tjhia merupakan salah satu bukti sejarah dari perjuangan leluhur masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa dalam turut membangun perekonomian dan kehidupan sosial negara Indonesia, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. 

Rumah ini menjadi cagar budaya Kota Singkawang, sekaligus menjadi sebuah Museum Hidup.

Rumah Marga Tjhia yang terletak di Kota Singkawang, Kalimantan Barat atau yang biasa disebut dengan Kota Seribu Kelenteng, berada tepat di Gang Mawar. 

Rumah yang menjadi saksi bisu perjuangan keturunan Tionghoa selama 119 tahun ini tersembunyi di balik ruko modern yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Singkawang.

Sejarah Chia Siu Si

Sosok di balik Rumah Marga Tjhia ini adalah Xie Shou Shi (atau dalam dialek Hakka Singkawang disebut Chia Siu Si) yang merupakan seorang perantau muda dari Kota Xiamen, Fujian, China. 

Melarikan diri dari kemiskinan dan krisis pangan, Chia yang saat itu seorang petani muda mengarungi lautan mencari kehidupan baru dan terdampar di Semenanjung Malaya (yang sekarang adalah Malaysia).

Setelah mencoba mengadu nasib di sana, terjadi kerusuhan sehingga Chia kembali mengarungi lautan dan sampai di Singkawang yang saat itu masih di bawah kuasa Belanda. 

Singkawang memiliki tanah yang subur dikelilingi gunung yang menghasilkan mata air terbaik dengan keberadaan Sungai Singkawang di tengah-tengah kota. 

Salah satu rumah tempat tinggal keturunan Chia | Foto milik pribadi
Salah satu rumah tempat tinggal keturunan Chia | Foto milik pribadi
Hanya bermodalkan harapan akan kehidupan yang lebih baik, Chia mulai menggarap lahan subur Singkawang yang saat itu masih sepi penduduknya. 

Hasil kerja keras Chia berbuah dengan usahanya yang mengubah lahan hutan menjadi kebun sayuran, kebun karet, kebun kelapa, kebun buah-buahan hingga kebun sayuran. Kebun-kebun ini memberikan kesuksesan kepada Chia sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Berseberangan langsung dengan Laut Natuna, Chia kemudian memanfaatkan lokasi Singkawang yang strategis dengan membangun sebuah armada khusus untuk mengangkut dan menjual hasil dari kebunnya untuk diekspor ke Malaysia dan Singapura. 

Baca Juga: Sepenggal Peninggalan Sejarah Kejayaan Imigran Tionghoa di Tjong A Fie Mansion, Medan

Sejarah Rumah Marga Tjhia 

Chia menjadi sosok yang penting untuk masyarakat maupun pemerintah koloni Belanda setelah kesuksesannya dalam membangun perekonomian dan kehidupan sosial di Singkawang dari kerja kerasnya. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Koloni Belanda memberikan sebuah tanah hibah untuk Chia sebesar 5.000 meter persegi.  

Bangunan yang dulunya kantor armada Chia Siu Si | Foto milik pribadi
Bangunan yang dulunya kantor armada Chia Siu Si | Foto milik pribadi
Pada 4 Februari 1901, Chia menggunakan tanah tersebut sebagai sebuah kawasan yang terdiri dari rumah tempat tinggal Chia dan keluarga dan sebuah kantor dagang miliknya yang bernama Chia Hiap Seng. Chia mendatangkan langsung arsitek dari China untuk membangun tanah ini dengan gaya arsitektur campuran dari gaya Timur dan Barat. 

Kawasan milik Chia ini berhubungan langsung dengan Sungai Singkawang yang dulunya digunakan sebagai jalur perdagangan menuju Malaysia dan Singapura.

Rumah Marga Tjhia sekarang

Rumah Marga Tjhia ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Singkawang oleh pemerintah sebagai usaha melestarikan dan melindungi kawasan yang dibangun oleh Chia Siu Si. 

Tjhia sendiri merupakan marga Chia Siu Si, yaitu Chia, menurut penulisan bahasa Indonesia tempo dulu. Sekarang, siapapun dapat mengunjungi secara gratis dan menikmati Rumah Marga Tjhia dengan arsitektur gaya campuran dibangun dengan kayu ulin yang indah dan kaya akan sejarah.

Tampak samping rumah tempat tinggal keturunan Chia di bagian kanan aula | Foto milik pribadi
Tampak samping rumah tempat tinggal keturunan Chia di bagian kanan aula | Foto milik pribadi
Kawasan rumah Tjhia terdiri dari tiga bangunan, di mana bangunan yang ditengah terdiri dari dua aula. Aula yang pertama digunakan sebagai bangunan kantor dagang, yang sekarang dijadikan sebagai sebuah aula acara. Aula dibelakangnya adalah sebuah altar abu untuk leluhur marga Tjhia.

Dua dari tiga bangunan di kawasan ini adalah rumah yang hingga sekarang masih ditinggal oleh keturunan keempat hingga ketujuh keluarga Chia Siu Si. Ketika mengunjungi rumah ini, Anda dapat melihat keluarga Chia hidup dengan tenang tidak terganggu dari perhatian pengunjung yang penasaran.

Tampak samping rumah tempat tinggal keturunan Chia di bagian kiri aula | Foto milik pribadi
Tampak samping rumah tempat tinggal keturunan Chia di bagian kiri aula | Foto milik pribadi

Museum Hidup

Menurut penulis, ini merupakan fakta yang menarik mengenai Rumah Marga Tjhia. Cagar budaya ini bukan sebagai sebuah "rumah pertunjukkan" di mana pengunjung hanya disajikan peninggalan sejarah, melainkan Rumah Marga Tjhia merupakan sebuah museum hidup. 

Pengunjung dapat merasakan pengalaman yang otentik di mana sambil menikmati arsitektur yang menakjubkan, juga dapat berbincang dan melihat keturunan Chia Siu Si dalam kehidupan sehari-harinya tanpa menganggu privasi.  

Baca Juga: Uniknya Tradisi Pemakaman Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi

Selain itu, ketika mengunjungi Kawasan Rumah Marga Tjhia, pengunjung dapat menikmati Choi Pan (bahasa Hakka) atau Chai Kue (bahasa Tiociu) yang merupakan makanan khas Tionghoa di Pontianak dan Singkawang. 

Choi Pan ini dijual di depan salah satu rumah milik keturunan Chia dan tidak pernah sepi akan pengunjung. Menurut penulis, Choi Pan dari Kawasan Rumah Marga Tjhia adalah yang terbaik dari ratusan choi pan yang pernah penulis nikmati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun