Industri halal kini semakin diminati banyak negara di dunia. Produk-produk halal tidak hanya identik bagi kebutuhan masyarakat muslim saja, masyarakat non muslim di dunia juga mulai memilih mengkonsumsi produk halal.
Mencermati Global Islamic Economy Report Tahun 2016/2017, nilai belanja makanan dan gaya hidup Halal di dunia (food and lifestyle sector expenditure) mencapai angka US$1,9 triliun pada tahun 2015 dan prediksi akan naik menjadi US$ 3 triliun pada tahun 2021.
Melihat potensinya yang bersar ini, negara muslim maupun non-muslim berlomba-lomba menggarap bisnis berbasis syariah. Thailand yang 94,63% penduduknya beragama Budha Theravada sukses sebagai eksportir produk pangan bersertifikasi halal terbesar di dunia. Sementara itu, Tiongkok berjaya mengapalkan bahan sandang halal ke Timur Tengah.
Jepang dan Korea Selatan saat ini juga sangat aktif dalam mengembangkan industri halal, padahal kedua negara tersebut mempunyai jumlah penduduk muslim sangat sedikit.
Kalau kita lagi jalan-jalan ke supermarket kemudian mememukan produk kosmetik bernama JNH, tahukah anda kalau produk bersertifikasi halal dari GIMDES Turki ini berasal dari Korea Selatan di mana mayoritas penduduknya adalah "pengahayat kepercayaan" bernama Syamanisme yakni gabungan dan praktik kepercayaan yang dipengaruhi agama Budha dan Taoisme.
Bagaimana Indonesia ?
Potensi bisnis industri halal di Indonesia sebenarnya sangat dahsyat dam mempunyai peluang besar untuk mendunia. Bagaimana tidak, secara angka Indonesia mempunyai resources demografi yang besar dimana 87,18% Â dari 237.641.326 juta total populasi nasional adalah umat muslim.
Namun sangat disayangkan bahwa sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, (sementara ini) Indonesia masih (hanya) menjadi tujuan pasar produk-produk halal dari luar negeri dan belum menjadi pemain penting dalam industri ini secara keseluruhan.
Menurut laporan Global Islamic Economy Report (GIEI), secara ranking Indonesia menempati posisi 10 (sepuluh) dengan score 36. Walaupun posisi ini masih lebih baik ketimbang Singapura (32) tetapi masih jauh tertinggal dari Malaysia yang berada diposisi pertama dengan score 121.
Pesatnya sektor keuangan syariah tak lepas dari dukungan pemerintah selama hampir dua dekade. Lebih-lebih ketika pemerintah di era Presiden Jokowi mederegulasi sektor ini dengan mengeluarkan paket kebijakan ke-5 yang salah satu poinya adalah menyederhanakan proses perijinan untuk produk-produk baru perbankan syariah.
Dampaknya, kebijakan ini semakin mendorong tumbuhnya berbagai macam produk-produk perbankan syariah. Kini masyarakat sudah sangat akrab dengan Bank Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah, Pegadaian Syariah hingga Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Sistem yang transparan, jujur dan halal yang menjadi landasan keuangan syariah menjadi alasan kenapa masyarakat kini ramai-ramai beralih ke layanan ini. khabar baiknya, bukan hanya umat muslim saja, produk keuangan syariah juga digemari oleh masyarakat non-muslim.
Untuk sektor indutri farmasi dan kosmtetik, total pembelajaan dunia Islam di sektor ini sebesar 78 milliar dollar AS (7% dari pasar global) sedangkan Indonesia dalam industri ini mencapai 5 milliar dollar AS.
Secara legalitas, di negara kita sudah mempunyai undang-undang yang mengatur tentang produk halal yakni UU No 33 Tahun 2014. Namun, oleh banyak pihak sejak disahkan 3 tahun lalu, dampak kehadirannya masih belum bisa dirasa. Padahal UU ini diharapkan dapat menjadi payung hukum dari semua regulasi halal.
Menggarisbawahi pendapat  Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, potensi besar industri halal Indonesia masih menemui banyak kendala.Â
Pertama, peluang bisnis industri halal belum didasari banyak pihak maupun regulator. Hal ini terlihat dari masih parsialnya dorongan pemerintah atas industri halal di tanah air. Dorongan pemerintah belum bisa menyeluruh menyentuh semua sektor. Saya setuju, setidaknya ini terlihat dari 6 sektor GEIE Indonesia baru nampak di dua sektor saja.
Kedua, pengembangan industri halal masih terkendala terbatasnya supply bahan baku yang memenuhi kriteria halal. Pasokan bahan baku halal masih sekitar 37 % dari total kebutuhan yang mencapai USD 100 miliar. Bahkan untuk produk indutri farmasi dan kosmtetik jumlahnya jauh lebih kecil, yakni sebesar 18 % dari kebutuhan yang mencapai USD 56 miliar.
Ketiga, selain infrastruktur yang belum memadai, pemahaman tentang indutri halal juga masih terbatas pada sejumlah produsen saja. Bagi masyarakat, itu mamsih mempersulit jaminan bahwa seluruh mata rantai produksi barang telah benar-benar halal.
Keempat, terdapat perbedaan standarisasi dan sertifikasi produk halal. Ada lebih dari 400 lembaga sertifikasi halal yang tersebar di berbagai negara. Bahkan bisa jadi di beberapa negara terdapat lebih dari satu lembaga sertifikasi. Masalahnya tidak semua lembaga tersebut memiliki kriteria yang sama dalam menetapkan kehalalan suatu produk.
Melihat potensi, saya berkayakinan bahwa 3-5 tahun mendatang Indonesia menjadi pemain penting di industri halal ini. Untuk itu, Indonesia membutuhkan roadmap sesegera mungkin sebagai guidance untuk semua stake holder dalam menumbuhkan industri halal dalam negeri. Dengan adanya roadmap ini industri halal dalam negeri akan terarah.
Berkaca pada keberhasilan negara tetangga, Malaysia sudah fokus dengan industri halal sejak tahun 2006. Berbagai inisiasi, insentif dan dukungan diberikan pemerintah Malaysia untuk menumbuhkan industri ini.
Dua tahun kemudian membuat roadmap sebagai acuan dalam mengembangkan industri tersebut. Apa yang dilakukan selanjutnya adalah mendirikan Halal Industry Development Corporation (HDC) yaitu sebuah badan khusus untuk membina pembangunan industri halal dalam negeri. Hasilnya, menempati posisi teratas dalam report GIEI 2016/2017.
Patut kita tunggu pemerintah mengeluarkan design roadmap industri halal nasional yang mampu mengadopsi semua kepentingan untuk menumbuhkan industri halal ini secara holistik dari hulu sampai hilir. Apalagi menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin baru saja meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Saya berandai-andai bahwa BPJPH ini juga menjadi garda terdepan tumbuhnya industri halal di Indonesia, lebih dari hanya sekedar menerbitan produk sertifikat halal tetapi juga lebih aktif menstimulir munculnya UKM-UKM berbasis syariah dimulai dari pinggiran. Wallahu'alam bissawab. (YA)
Daftar bacaan :
- Global Islamic Economy Report (GIEI) 2016/2017
- kemenperin.go.id/artikel/13969/Indonesia-Kembangkan-Kawasan-Industri-Halal
- business-law.binus.ac.id/2017/05/31/roadmap-industri-halal-di-indonesia
- syariahfinance.com/opini/195-prospek-industri-halal-global.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H