Resolusi Langsing
Itu adalah dua kata yang sudah menjadi trade mark saya dari Tahun 2016. Sebenarnya diri ini sadar betul bahwa tubuh menggendut, tidak enak dilihat mata. Beranjak dari kenyataan itu, mulailah serangkaian jurus diet dilakukan. Bermacam buku tentang diet dan kesehatan dibeli. Tapi pada akhirnya selalu kembali dengan hasil yang sama: berat badan tidak turun, nafsu makan tetap, dan keinginan untuk langsing yang semakin kuat. Hahaha...
Foto dalam gambar di atas adalah foto saya bersama salah satu sahabat saat mengikuti acara di Jakarta akhir tahun lalu. Saya yang baju hitam ya. Nah, bisa dilihat betapa unshape nya body saya... deuh... Itu akhir tahun lalu, lho. Sekarang berat saya udah nambah sekitar 5 kg an. Nah lho....
Tya Ariestya mengajarkan metode jalan 45 menit setiap pagi. Dewi Hughes mengajarkan diet dengan makanan yang natural, tanpa garam tanpa gula tanpa minyak. Tya subiakto ngajarin tentang 6 day diet, 1 day cheating. Tan Shot Yen mengajarkan makan makanan sehat di bukunya Resep Panjang Umur, Sehat dan Sembuh. Inge Tumiwa ngajarin tentang eating clean. Tuh, kan... banyak sudah referensi saya tentang diet dan hidup sehat. Tapi kok tubuh saya tetep segini gini aja yak.... kapan nge slim nya....
Pagi ini saya terbangun dengan rasa begak di perut. Saat mengenakan pakaian dinas... rasanya bagian lengan atas dan pinggang saya menjadi sangat ketat. Ini yang salah, badannya atau bajunya...
Yaya... sepertinya satu kesalahan saya yang sudah empat tahun saya lakukan.
Diet saya itu selalu angin-anginan. Setiap kali mau mulai, pasti ada alasan dalam benak saya.
Oh, ini saya mau meeting. Pasti nanti ada makan nasi box. Ga enak sama temen kalau ga dimakan.
Oh, saya nanti mau pengawasan lapangan. Masa petugas saya ga saya ajak makan. Kalau saya ngajak makan pastinya saya juga harus makan dong. Masa saya ga makan.
Oh, ini nanti mau ada detlen pekerjaan. Kalau ga makan saya bisa pingsan dong, kurang tenaga. Lembur sampai malam. Butuh tenaga.
Daaan.... masih banyak lagi alasan-alasan yang lainnya.
Akhirnya ya gitu... ndut terus... hahaha...
Itulah, kesalahan saya.
Salah memahami bahwa sebenarnya, nasi box ga dimakan itu bukanlah mubazir. Kan bisa dibawa pulang untuk anak. Bilang aja sayang kalau dikasihkan, pengennya dimakan sendiri.
Salah memahami bahwa nraktir temen itu berarti kita harus makan sama dengan yang ditraktir. Kan kita bisa pilih makanannya yang sesuai. Teh tawar dan ikan bakar tanpa nasi juga oke. Bilang aja kepengen ama yang dimakan temen.
Salah memahami bahwa jika lembur, harus makan, dan makannya harus nasi yang banyak. Bilang aja doyan.
So, sepertinya kali ini gak boleh lagi angin-anginan. Seperi kata Hughes, kita manusia ini diciptakan Tuhan untuk mampu membuat pilihan. Apakah akan memasukkan makanan tertentu ke dalam tubuh kita atau enggak.
Usia sudah kepala empat. Semoga tidak ada lagi excuse dalam diet saya kali ini. Mungkin mesti pergi ke dokter gizi juga supaya tambah semangat. Yuk, mari... resolusi langsing, tanpa alasan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H