Mohon tunggu...
Wiranto
Wiranto Mohon Tunggu... Guru - Wiranto adalah Guru di SMAN 1 Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah. Penulis pernah menjadi Pengajar Praktik PGP Angkatan 4. Kini sedang menjadi Fasilitator PGP Angkatan 13. Penulis pernah mengikuti Program Short Course ke University of Southern Queensland, Toowoomba, Australia. Pemenang dan finalis beberapa lomba tingkat nasional, serta menulis beberapa artikel di surat kabar.

Hobi membaca dan menulis terutama cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Stop, Premanisme Guru

20 Maret 2019   10:17 Diperbarui: 20 Maret 2019   10:18 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tidaklah berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa kekerasan guru terhadap anak didik memberi kontribusi dalam melestarikan budaya kekerasan di negara ini.

Guru maupun kepala sekolah yang pernah mencicipi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) pasti memahami bahwa metode dalam pembelajaran maupun pendisiplinan anak didik amatlah kaya. 

Kekerasan dalam bentuk dan alasan apapun bukanlah metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran maupun upaya pendisiplinan anak didik.

Biaya yang Harus Dibayar

Perilaku guru preman harus dihentikan. Banyak biaya sosial (social cost) yang harus ditebus di masa depan. Pertama, jelas bahwa pencapaian tujuan pendidikan seperti yang termaktub dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionalpada pasal 3 tidak akan pernah tercapai. Dengan kekerasan bukan "manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" yang akan kita dapat, namun manusia berjiwa "preman" yang akan kita warisi. Hanya dengan pendidikan yang diselenggarakan secara "demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukkan bangsa"sesuaipasal 4 ayat 1, dipastikan tujuan itu akan tercapai.

Kedua, kekerasan hanya akan merugikan kehidupan dan masa depan guru itu sendiri. Secara hukum tindakan kekerasan guru akan diganjar setimpal sesuai pasal 80 ayat 1, 2, dan 3 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Alasan guru menggunakan kekerasan untuk mendidik bisa jadi mengantarkan mereka pada hukuman kurungan 3,6 tahun dan denda Rp 72.000.000,-.Hukuman akan bertambah berat jika anak didik mengalami luka berat apalagi meninggal dunia.

Pemahaman guru terhadap UU ini sangat penting agar kekerasan tidak dijadikan sebagai sarana dalam menangani anak didik. Perlu diketahui juga bahwa UU yang sama pada pasal 54 mengamanatkan bahwa,  "Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya."

Ketiga, kekerasan menjadi sebuah hidden curriculum yang mendidik anak menjadikan kekerasan sebagai solusi dalam memecahkan permasalahan. Penelitian Saptarini (2009) menunjukkan bahwa kekerasan  yang dilakukan guru kebanyakan merupakan bentuk kekerasan personal karena tidak melibatkan kondisi struktural dalam lembaga pendidikan.

Kekerasan tersebut menjadi bentuk refleksi permasalahan di luar sistem pendidikan yang dialami guru. Ini patut diwaspadai karena kekerasan sebenarnya di impor oleh guru preman dan dikembang-biakkan di sekolah (baca: direproduksi). Sementara guru yang lainnya hanya diam saja dan membiarkan perilaku kekerasan tersebut terjadi karena faktor senioritas.

Keberanian anak didik mengambil video kekerasan yang dilakukan guru secara sembunyi patut dihargai dan diacungi jempol. Tindakan tersebut merupakan bentuk ketidak-berterimaan anak didik akan penggunaan kekerasan dalam proses pendidikan di sekolah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun