Hal itu yang juga mendorong PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), untuk berinovasi menggunakan limbah slag nikel sebagai bahan campuran disegala bidang konstruksi. Namun hal itu masih terkendala oleh ijin lingkungan dari KLHK. Pasalnya, sampai hari ini perubahan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kawasan belum juga diterbitkan.
Sejak berdiri pada 2014 lalu, PT IMIP mengelola kawasan industri seluas 1.200 hektar. Di tahun 2019, luas kawasan industri naik menjadi lebih dari 2.000 hektar. Rencananya, kawasan industri PT IMIP akan dikembangkan menjadi 2.800 hektar.
Manager Departemen Enviromental PT IMIP, Yundi Sobur, melalui staff-nya, Narita Indriati saat ditemui belum lama ini mengatakan bahwa perubahan AMDAL tersebut belum juga terbit. Hal itulah yang menyebabkan pihak Enviromental PT IMIP belum mengajukan izin pemanfaatan limbah slag nikel ke KLHK. Meski begitu, PT IMIP telah menggandeng pihak ketiga untuk uji karateristik pengecualian sebagai salah satu syarat pemanfaatan limbah slag nikel ini.
Kawasan industri PT IMIP sendiri pada dasarnya telah mencoba memanfaatkan limbah slag ini dibeberapa konstruksi. Diantaranya, stabilisasi lahan, pengeras jalan, beton konstruksi dan bahan utama pembuatan batako. Pengujiannya pun telah dilakukam supaya produk yang dihasilkan ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Jika saja aturan tentang pengecualian slag nikel sebagai limbah B3 ini telah diteken oleh pemerintah, dapat dipastikan bahwa hal itu akan memicu penggunaan slag nikel dibidang konstruksi pada taraf nasional. Tidak menutup kemungkinan pula, hal tersebut akan mengundang ketertarikan dari masyarakat menggunakan limbah ini sebagai bahan campuran pada konstruksi bangunan rumah atau pada bidang lainnya.
Alasannya bisa saja karena limbah ini telah mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai bahan yang tidak berbahaya, dan tentu saja harganya akan jauh lebih murah dari bahan campuran lainnya semisal sirtu atau pasir. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H