Sebelum berkembang jemparingan modern (busur miring), istilah 'jegulan' pernah marak di Yogyakarta, terutama dikalangan masyarakat Umum (non abdi-dalem kraton Yogyakarta). SEMUA yang menjemparing dengan pegang busur secara horisontal 'dilabeli' : jegulan.Â
Saya pun dulu tahunya begitu, berpikir DAN mengajarkankan via facebook, instagram, blogger,twitter, dll bahwa : jemparingan busur horisontal itu namanya : jegulan. Padahal tidaklah demikian.
Hal ini terjadi KARENA jemparingan Mataram / jemparingan keraton Yogyakarta memang TIDAK (BOLEH) diajarkan untuk masyarakat Umum, hanya untuk kalangan abdi-dalem kraton saja. Bahkan kata 'jegulan' tidak dikenal di dalam kraton Yogyakarta.
Sewaktu saya mencoba mencari data tertulis, baik di Kraton Yogyakarta, Kadipaten Puro Pakualaman, maupun bausastra, tetap tidak / belum saya temukan kata 'jegulan, jegolan, dll'.
Jegulan adalah teknik jemparingan di luar keraton Yogyakarta. Saya pribadi lebih banyak belajar jegulan di Jatinom Klaten dan Solo.
Tekniknya cukup SEDERHANA : pegang busur secara horisontal atau bisa juga agak miring (supaya anak-panah tidak bergeser-geser); pasang anak-panah dan INCAR / arahkan ujung bedor (mata-panah) ke arah patok di bawah bandul. Untuk koreksi tinggal ikuti kawat vertikal pengikat bandul bagian bawah itu. Simpel banget !
Baca selanjutnya : Jemparingan sarana mendekatkan PEJABAT dg bawahannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H