Di antara pengalaman berkesan lainnya selama menjadi temus pada tahun 2010 adalah aku ditakdirkan berjumpa dengan dua orang sahabat sewaktu di LIPIA Jakarta dulu di Madinah. Keduanya adalah Nasrullah yang tengah melanjutkan studi S-1 di Universitas Islam Madinah, dan Helmi yang memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan travel di sana. Aku bertemu dengan mereka di sela-sela ziarah para petugas haji ke kota Nabi itu.
Alhasil, aku berada di Madinah lebih lama dibanding petugas-petugas haji lain yang lebih dulu bertolak ke Jeddah, sedangkan aku berangkat sendiri beberapa hari kemudian dengan jasa angkutan travel Madinah-Jeddah berkat bantuan Helmi. Hingga kini, persahabatan kami makin erat. Nasrullah bisa menghabiskan waktu berjam-jam jika sudah meneleponku, sedangkan Helmi, selalu menyapa dan mengabariku di Facebook bila ia tengah berada di Indonesia.
Berkarya dengan Laptop Berkah Temus
Laptop yang kubeli di Jeddah dari hasil keringat sebagai temus menjadi keberkahan tersendiri bagiku. Sejak saat itu, aku bisa jadi lebih leluasa dan nyaman menulis, menyunting naskah, dan menerjemah buku. Ya, aku bisa menulis di mana saja, tidak lagi dengan komputer lama yang pada akhirnya kujual kepada seorang teman di Mesir.
Berkat laptop tersebut, hingga kini aku telah menerjemahkan belasan buku dari bahasa Arab dan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, menyunting belasan buku, mempersiapkan naskah bukuku sendiri, dan menulis banyak tulisan dan artikel, termasuk menorehkan memoar temus ini. Laptop itu juga makin berjasa semenjak aku melanjutkan S-2 di International Islamic University Malaysia (IIUM). Ia selalu setia menemaniku menyelesaikan tugas-tugas kuliah dan merampungkan tesis, hingga akhirnya aku berhasil menyelesaikan studi magisterku pada tahun 2016 lalu.
Selain itu, penghasilan yang aku terima sebagai temus kala itu juga menjadi sumber keberkahan lain dan turut berperan dalam melancarkan perjalanan studiku di Malaysia. Bila Abdul Aziz yang kuceritakan di atas membayarkan sebagian besar gajinya untuk biaya kuliah di Yordania, maka aku pun tak jauh beda. Aku menggunakan sebagian dari penghasilan temus untuk biaya masuk S-2 di IIUM.
Hingga kini, aku selalu berdoa, semoga Allah memanggilku lagi untuk datang ke tanah suci guna menunaikan haji dan umrah. Rindu rasanya kembali bermunajat dan bersujud di depan Baitullah. Tidak hanya sendiri, namun bersama kedua orang tua dan keluargaku tercinta. Allaahummarzuqnaa ziyaarata baitikal haraam. Aamiin.
Solok, Sumatera Barat, 1 Desember 2017
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H