Mohon tunggu...
Jemmy Afrianto
Jemmy Afrianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Politics

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Against Modern Football

10 Juni 2022   01:43 Diperbarui: 10 Juni 2022   01:53 3268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Ultras-tifo.net

Gerakan yang awalnya muncul dari Inggris ini merebak ke seluruh penjuru dunia. Dengan satu tujuan, para penggemar hanya menginginkan olahraga yang sangat mereka cintai ini kembali pada esensi dan hakikatnya.

Tingginya nilai transfer pemain dan gaji selangit yang menjijikan, membuat pemain tidak perduli lagi soal kecintaan dan sejarahklub. Loyalitas pemainpun telah hilang asal mendapatkan pundi-pundi harta. Hal tersebut membuat klub yang tidak mampu membayar gaji dengan standar tinggi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pemain bagus. 

Pada akhirnya pertandingan sepak bola hanya dapat dimainkan oleh yang memiliki uang saja. Nilai organik dan kompetitif dalam sepak bola pun hilang.

Dengan dalih pembangunan dan meningkatkan kualitas sepak bola, modernitas justru mengubah identitas. Tradisi dan budaya yang dimana sejatinya sepak bola adalah permainan milik kelas pekerja atau proletar. Dengan perkembangan zaman permainan ini terus diekploitasi oleh modernisasi. 

Akibatnya modernitas sepak bola justru telah menghilangkan kesenangan organik yang ada. Banyak orang tidak sadar bahwa sistem yang sekarang dan komersialisasi pada permainan ini justru telah menghilangkan esensi dari permainan sepakbola.

Gerakan “Against Modern Football” tidaklah menentang kemajuan dari sepak bola, tetapi yang dilawan adalah kemajuan yang tidak menguntungkan bagi sepak bola dan supporter, terutama persoalan komersil yang mengakibatkan hilangnya jiwa dari permainan sepak bola. Justru gerakan ini mengupayakan sepak bola kembali kepada fitrah yang seharusnya, dengan mendekatkan kembali hubungan penggemar dengan klub yang mereka cintai. Lalu apakah kita akan tetap menjadi sapi yang diperah habis-habisan oleh kapital dalam industri sepak bola atau bergabung dengan mereka yang sedang berjuang untuk  permainan yang kita cintai ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun