3.Murir Faudy
Menurut Murir Faudy sistem pembuktian dalam hukum acara pidana hampir seragam di negara manapun bahwa beban pembuktian diletakkan pada pundak pihak jaksa penuntut umum. Kemudian ia menguraikan lagi tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut:
a)Bagi penuntut umum , pembuktian merupakan usaha untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang agar menyatakan seseorang terdakwa bersalah sesuai surat atau catatan dakwaan;
b)Bagi terdakwa atau penasehat hukum, pembuktian merupakan usah sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Dalam hal ini terdakwa atau penasehat hukum jika mungkin harus menunjukkan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya, biasanya bukti tersebut disebut kebalikannya.
c)Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dangan adanya alat-alat bukti yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasehat hukum/terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat keputusan.
Berbicara tentang pembuktian tentunya berlandaskan atau memiliki teori-teori yang menjadi sebuah landasan khusus. Ada beberapa teori pembuktian dibawah ini diantaranya sebagai berikut:
a.Teori pembuktian obyektif murni
Teori tersebut dianut oleh hukum gereja katolik (cononiek reht) dan juga aliran ini ajaran positif menurut hukum positif weettelijke. Menurut teori ini ialah hakim sangat terikat pada bukti serta dasar pembuktian yang telah ditentukan oelh undang-undang yakni dengan menyatakan bahwa sesuatu perbuatan-perbuatan yang didakwakan telah terbukti haruslah didasarkan kepada hal-hal yang telah disimpulkan dari sekian jumlah alat-alat pembuktian yang semata-mata berdasarkan undang-undang. Dalam teori ini sangat berkorelasi dengan hukum positif kita di indonesia untuk menghindari hal-hal yang bersifat analogi, dan keyakinan-keyakinan hakim tanpa berlandaskan undang-undang/ mengesampingkan undang.
b.Teori pembuktian subyektif murni
Teori pembuktian subyektif murni (conviction in time atau bloot gemoedilijk ofer tuiging) dalam pembuktian ini bertolak belakang dengan teori pembuktian objektif murni karena dalam teori pembuktian subyektif murni didasarkan pada keyakinan hakim belaka (keyakinan hakim semata). Dalam prinsip pembuktian ini pembuktiannya kepada penilaian hakim atas dasar keyakinan menurut perasaanya semata-mata, dan tidak menyandarkan kepada pembuktian menurut undang-undang tetapi memberikan kebebasan yang mutlak kepada hakim . Yang menentukan apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H