Mohon tunggu...
Jembar TunggulWisesa
Jembar TunggulWisesa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember

Hobi saya menonton film dan menjelajahi alam terbuka

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menantang Dominasi Digital: Praktek Merkantilisme Proteksionisme AS dalam Konflik Teknologi dengan China

8 Maret 2024   00:16 Diperbarui: 8 Maret 2024   00:18 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Merkantilisme, merupakan sebuah teori ekonomi yang berakar pada abad ke-16 dan ke-17, menganjurkan bahwa kekuatan negara dapat ditingkatkan melalui peningkatan ekspor dan penurunan impor. Meski tampak kadaluwarsa, prinsip-prinsip merkantilisme masih relevan dalam konteks modern, khususnya dalam konflik teknologi antara Amerika Serikat dan China.

Konflik ini telah mempengaruhi dinamika global, merupakan perwujudan dari merkantilisme di era digital. Amerika Serikat, dalam upaya untuk mempertahankan dominasi teknologinya, telah menerapkan berbagai bentuk proteksionisme terhadap China. Ini mencerminkan prinsip merkantilisme, di mana negara berusaha melindungi industri domestiknya dari persaingan asing.

Tujuan dari penulisan artikel  untuk mengeksplorasi bagaimana prinsip-prinsip merkantilisme diterapkan dalam konflik teknologi ini dan apa dampaknya terhadap hubungan bilateral kedua negara serta perdagangan global. 

Dalam penulisan artikel ini akan menjawab pertanyaan penelitian yang akan dijawab meliputi:

  • Bagaimana merkantilisme mempengaruhi strategi AS dalam konflik teknologi ini? 
  • Apa dampak dari strategi ini terhadap hubungan AS-China dan dinamika perdagangan global? 
  • Apakah strategi ini berkelanjutan dalam jangka panjang?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, berharap penulisan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip ekonomi kuno masih relevan dan berdampak dalam era digital modern.

Merkantilisme  berasal dari abad ke-16 dan ke-17, yang merupakan teori ekonomi yang mendorong negara untuk mengekspor lebih banyak dan mengimpor lebih sedikit untuk meningkatkan kekayaan dan kekuatan mereka. Meskipun merkantilisme sering dikaitkan dengan era kolonial, prinsip-prinsipnya masih relevan dan dapat dilihat dalam konflik teknologi antara Amerika Serikat dan China.

Dalam era digital saat ini, teknologi telah menjadi sumber kekuatan dan kekayaan baru. Negara-negara berusaha untuk mendominasi sektor teknologi, sering kali melalui taktik proteksionis yang mencerminkan prinsip-prinsip merkantilisme. Amerika Serikat, sebagai pemimpin teknologi global, telah menerapkan berbagai bentuk proteksionisme terhadap China dalam upaya untuk mempertahankan dominasinya.

Konflik teknologi antara AS dan China telah menjadi titik fokus dalam hubungan bilateral mereka dan telah mempengaruhi dinamika perdagangan global. Dari tuduhan spionase teknologi hingga larangan ekspor, konflik ini telah memicu perdebatan tentang peran merkantilisme dalam era digital dan dampaknya terhadap perdagangan dan hubungan internasional.

Dengan latar belakang tersebut, kita dapat lebih baik memahami bagaimana prinsip-prinsip merkantilisme diterapkan dalam konflik teknologi ini dan apa dampaknya terhadap hubungan bilateral kedua negara serta perdagangan global. Selanjutnya, kita akan membahas lebih lanjut tentang bagaimana merkantilisme mempengaruhi strategi AS dalam konflik teknologi ini dan apa dampak dari strategi ini terhadap hubungan AS-China dan dinamika perdagangan global.

Amerika Serikat, sebagai pemimpin teknologi global, telah menerapkan prinsip merkantilisme dalam bentuk proteksionisme teknologi terhadap China. Ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan hasil dari kebijakan yang dipertimbangkan dengan matang dan strategi yang dirancang untuk mempertahankan dominasi AS dalam lanskap teknologi global.

Kebijakan dan tindakan ini mencakup berbagai langkah, mulai dari pembatasan ekspor teknologi canggih hingga larangan terhadap perusahaan teknologi China seperti Huawei dan ZTE. Langkah-langkah ini diambil dengan tujuan untuk melindungi dan mempromosikan industri teknologi domestik AS, mencerminkan prinsip dasar merkantilisme.

Dengan membatasi akses China ke teknologi AS, pemerintah AS berharap dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam teknologi global dan mencegah penyebaran teknologi canggih ke pesaing utamanya. Ini adalah strategi yang dirancang untuk memastikan bahwa AS tetap berada di garis depan inovasi teknologi.

Namun, kebijakan ini juga memiliki dampak signifikan. Di satu sisi, proteksionisme teknologi dapat memicu inovasi dan pertumbuhan dalam industri teknologi domestik AS. Ini dapat mendorong penelitian dan pengembangan, dan membantu memastikan bahwa AS tetap menjadi pemimpin dalam teknologi baru dan inovatif.

Di sisi lain, kebijakan ini dapat memicu konflik dengan China dan negara-negara lain, merusak hubungan bilateral dan menimbulkan ketidakstabilan dalam perdagangan dan ekonomi global. Ini adalah konsekuensi yang harus dipertimbangkan dengan serius, karena dapat memiliki dampak jangka panjang pada posisi AS dalam ekonomi global.

Selain itu, ada juga pertanyaan tentang apakah proteksionisme teknologi ini berkelanjutan dalam jangka panjang. Dalam ekonomi global yang semakin saling tergantung, isolasi teknologi mungkin bukanlah strategi yang efektif atau realistis. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari strategi yang telah dilakukan ini dan mencari pendekatan yang lebih berkelanjutan dan inklusif dalam menghadapi tantangan teknologi global. 

Konflik teknologi antara Amerika Serikat dan China telah mempengaruhi dinamika perdagangan global dengan berbagai cara

  • Pertama, proteksionisme teknologi AS telah memicu perang tarif dan sanksi ekonomi yang melibatkan banyak negara lain. Ini telah mengganggu rantai pasokan global dan menciptakan ketidakpastian dalam pasar internasional.
  • Kedua, konflik ini telah mempercepat fragmentasi internet atau apa yang sering disebut "Splinternet". Ini mengacu pada pembagian internet menjadi beberapa "blok" regional yang dipimpin oleh kekuatan besar seperti AS dan China. Ini dapat membatasi aliran informasi dan teknologi antar negara dan menghambat kerjasama internasional dalam bidang teknologi.

Dampak jangka panjang dari strategi ini masih harus dilihat. Meskipun proteksionisme teknologi mungkin memberikan keuntungan jangka pendek bagi industri teknologi domestik AS, ada risiko serius bahwa ini dapat merusak hubungan internasional dan memicu balasan dari negara-negara lain.

Selain itu, dalam ekonomi global yang semakin saling tergantung, isolasi teknologi mungkin bukanlah strategi yang efektif atau realistis. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari strategi ini dan mencari pendekatan yang lebih berkelanjutan dan inklusif dalam menghadapi tantangan teknologi global.

Pada akhirnya, solusi yang paling berkelanjutan mungkin melibatkan kerjasama internasional yang lebih besar dalam bidang teknologi, dengan negara-negara bekerja sama untuk mengatur teknologi dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dinikmati oleh semua orang, bukan hanya oleh beberapa negara yang dominan.

Merkantilisme, dengan akarnya yang mendalam di masa lalu, telah menemukan relevansinya kembali dalam konflik teknologi antara dua kekuatan dunia: Amerika Serikat dan China. Prinsip-prinsipnya yang mengutamakan peningkatan ekspor dan pengurangan impor telah diadaptasi ke dalam strategi proteksionisme teknologi yang diterapkan oleh AS. Ini merupakan upaya untuk mempertahankan supremasi dalam arena global yang semakin didominasi oleh inovasi teknologi.

Konflik teknologi ini tidak hanya mencerminkan pertarungan kekuatan ekonomi tetapi juga menandai pergeseran dalam tatanan geopolitik. Dampak dari strategi ini terhadap hubungan bilateral AS-China telah signifikan, mempengaruhi perdagangan global dan menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan strategi proteksionisme dalam jangka panjang.

Dengan membatasi akses China ke teknologi canggih, AS mungkin memperoleh keuntungan jangka pendek. Namun, pertanyaan yang lebih besar adalah apakah pendekatan ini akan menguntungkan dalam jangka panjang atau justru akan memicu isolasi dan konflik yang lebih luas. Ketergantungan global yang semakin meningkat pada teknologi menuntut pendekatan yang lebih kolaboratif dan inklusif, di mana negara-negara dapat bekerja sama untuk mengatur teknologi dan memastikan manfaatnya dapat dinikmati secara luas.

Daftar Pustaka: 

de Rassenfosse, G., & Raiteri, E. (2022). Technology Protectionism and the Patent System: Evidence from China. The Journal of Industrial Economics, 70(1), 1-43. https://doi.org/10.1111/joie.12261

Teori Merkantilisme - Latar Belakang, Tujuan, Ciri, Tokoh, dan Dampak - Pijar Article. (2023, August 31). Pijarbelajar. https://www.pijarbelajar.id/blog/teori-merkantilisme

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun