Jadi sebenarnya komentar - komentar kritis ini mengarah ke segala jurusan. Bukan pada satu pihak saja. Kelihatannya, sih trennya masih mengarah ke ramai - ramai menghujat sesuatu hingga viral. Miris sekali tapi inilah yang laris pada publik. Jika ditegur, alasannya adalah kebebasan bersuara.Â
Bijaksana
Apapun alasannya, memang semua itu kembali kepada pribadi yang bersangkutan. Jika pergaulannya selalu diwarnai dengan saling menghina atau menertawakan sesuatu maupun seseorang maka perilaku mem-bully baik online maupun offline ini akan terus berlangsung.Â
Merenungkan situasi panas tanggal 29 september yang menjadi arah saya menulis, sejenak saya sempat berpikir, apakah ini adalah bagian dari pelampiasan rasa cinta terhadap tanah air? ataukan akumulasi dari rumitnya keadaan di negeri ini begitu menekan cipta rasa dan karya?Â
Saya percaya yang tertera dalam komen - komen netizen yang multitalent ini tulus adanya untuk membela tanah air. NKRI kita memang pantang di injak - injak. Salut dengan perhatian kalian. Perlu dipertahankan motivasinya. But jangan lupa untuk apapun pilihan anda dalam membela Negara ini, kita harus punya dasar yang kuat. Yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Peristiwa hujat menghujat atau rendah -- merendahkan siapapun di bumi nusantara sesungguhnya mencoreng identitas Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Ini harus menjadi pengalaman dan penghayatan bagi semua warga Negara. Karena identitas nasional lahir setelah adanya identitas kesukubangsaan yang sudah dimiliki oleh warga Negara. Sebenarnya tidak salah untuk memberikan pendapat, akan tetapi mari kita belajar tentang aturan yang berlaku dulu sebelum 'terlanjur' memberi stigma negatif.
Di Indonesia kebebasan untuk berpendapat diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 ("UUD 1945") yaitu :
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Namun jangan tafsir sebab makna dalam ayat ini juga saling mengikat dengan hukum -- hukum yang lain.
Perbuatan merendahkan orang dari ras atau suku bangsa lainnya secara tegas dilarang dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dengan bunyi menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;