Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN, Insight Baru Perubahan?

4 Februari 2023   22:37 Diperbarui: 4 Februari 2023   22:39 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pidato pembukaan kegiatan Kick Off Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu, 29 Januari 2023 lalu, Presiden Kojo Widodo menyatakan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) masih mempunyai peran penting bagi kawasan dan dunia di tengah-tengah kondisi berbagai krisis yang tejadi saat ini (KOMPAS.com, 29/1/2023).

 

Jokowi  yakin bahwa ASEAN masih penting dan relevan bagi rakyat, bagi kawasan, dan bagi dunia. Ia berharap ASEAN terus berkontribusi bagi perdamaian dan stabilitas di kawasa Indo-Pasifik. Bahwa ASEAN akan terus dapat menjaga pertumbuhan ekonomi dan Asian Matters, epicentrum of growth.

 

Tahun ini Indonesia menjadi Ketua ASEAN di tengah situasi dunia yang diliputi krisis namun, Presiden Jokowi memastikan sebagai pemimpin di ASEAN Indonesia akan mampu berkontribusi dan memberi solusi positif bagi dunia di tengah situasi global yang menantang, terutama di sektor ekonomi. Upaya tersebut akan dilakukan selama mengemban Keketuaan ASEAN 2023.

Kepemimpinan Indonesia Dalam ASEAN, Insight Baru Perubahan?

Indonesia menjadi pemimpin dalam kerjasama bilateral maupun multilateral, regional maupun internasional bukanlah hal baru. Terakhir Indonesia menjadi pemimpin kerjasama multilateral G20 yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Pada tahun 2021 Indonesia  dipercaya untuk memimpin pembahasan isu-isu pemulihan ekonomi dan kesehatan masyarakat di forum multilateral United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP). Pertanyaannya, apakah kepemimpinan Indonesia ini adalah sebuah Insight untuk sebuah perubahan? Sebab, fakta yang nampak keadaan tetap sama, tingkat kemiskinan rakyat bahkan telah mencapai kemiskinan ekstrem pada 2023 ini.

 

Namun tetap saja, keberadaan organisasi negara-negara masih diyakini membawa manfaat  termasuk Indonesia. Padahal sejatinya organisasi tersebut hanyalah perpanjangan tangan  negara kuat yang akan memperdaya negara lemah.  Apalagi dengan kebijakan polugri Indonesia yang  bebas aktif,  dan kebijakan masing-masing negara, ASEAN seringkali tak  mampu mencapai kata sepakat atas persoalan tertentu.  

Penguasa sesungguhnya di dunia hari ini masihlah kapitalisme yang diemban negara-negara adidaya seperti AS,  Inggris, Jerman, Perancis dan Cina. Mereka pemain utama yang menjalankan skenario penjajahan gaya baru melaluinya kerjasama internasional maupun regional. Meski nama negara mereka tak selalu tercantum sebagai anggota, namun kelicikan mereka tak pernah hilang, yaitu dengan menempatkan negara yang status penguasanya adalah agen atau boneka mereka.

 

Hal ini karena kapitalisme berasaskan sekuler, dimana tak ada campur tangan agama dalam urusan negara dan rakyat. Mereka membuat hukum suka-suka, bahkan disesuaikan dengan keinginan siapa pemilik modal terbesar. Mereka punya parlemen, mereka punya para menteri bahkan presiden, namun semua tunduk kepada pemegang kapital (modal) terbesar. Setiap kebijakan warnanya sama, yaitu memudahkan eksploitasi dan eksplorasi di negeri-negeri kata sumber energi seperti Indonesia.

 

Rakyat harus paham, mengapa usai pertemuan G20, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak masalah meskipun tidak didapat kumunike bersama,"Sebenarnya kalau kita lihat jujur belum pernah saya kira G20 situasi dunia se-kompleks sekarang. Kalau pada akhirnya nanti tidak melahirkan leaders komunike, menurut saya ya sudah nggak apa."

 

Menurut Luhut, yang terpenting adalah hasil konkrit dari segi perekonomian berkat pertemuan negara G20 selama di Bali. Diperkirakan kontribusi G20 mencapai US$ 533 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2022 ( detik.com, 12/11/2022). Yah, penguasa kita sendiripun lebih memilih mendapatkan investasi yang mereka anggap sebagai darah segar bagi pembangunan dan kemajuan negeri ini.

 

Padahal inilah pintu hilangnya kedaulatan negeri kita tercinta. Pemerintah akan bersegera membuat berbagai kebijakan yang bisa lebih memudahkan investasi itu masuk, sebut saja UU Omnibuslaw atau yang terbaru Perppu tentang cipta kerja yang setiap pasalnya menyulitkan dan makin menyempitkan rakyat mencari nafkah. Sementara kepada asing begitu mudah. Fakta konflik yang berlarut-larut antara pekerja asing dan rakyat tak membuat jera, bahkan tetap melabeli tenaga kerja kita tak sesuai spek keahlian yang dibutuhkan.

 

Sungguh ironi, pendidikan yang kurikulumnya sudah digagas untuk linier dengan dunia kerja hanya mampu menciptakan buruh, operator, sementara supervisornya asing. Kekayaan alam yang menjadi hak umum rakyat dan kewajiban negara untuk menguasai dan mengelolanya sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 pun menguap begitu saja. Bukti kapitalis memaksa penguasa kita menggunakan dua standar dalam mengurusi rakyatnya.

 

Maka, dengan kenyataan ini mungkinkah kepemimpinan Indonesia akan menghasilkan perubahan? Tidak! Sekali lagi tidak, justru semakin mengencangkan cengkeraman asing ke negri kaya raya ini. Merusak sumber daya manusianya dengan budaya batilnya dan memiskinkan rakyat dengan mengusung semua kekayaan itu ke negara mereka. Negara akhirnya menghidupi rakyat, dan hidup mereka sendiri dari pajak dan utang luar negeri yang lagi-lagi, pertambahan utang itu pun atas desakan badan keuangan dunia seperti IMF dan Worl Bank. Lengkap sudah penderitaan negeri ini.

 

Hanya Penerapan Islam Kaffah Kunci Kepemimpinan Hakiki

Tak pelak, selama kapitalisme bercokol dan menguasai negeri ini berikut penguasanya maka selama itu pulalah Indonesia ini tak akan benar-benar memimpin dunia. Bahkan bisa jadi peradabannya akan hilang dari peta dunia. Rakyatnya dibodohkan, dipaksa percaya bahwa hanya negara baratlah yang maju dan kita tak mungkin mendapatkan jalan untuk mencapai hal yang sama, lebih ironi kini dimiskinkan. Usaha rakyat apapun dipersulit, kalaulah ada bantuan itu berbasis riba.

 

Padahal, Islam mengharuskan negara itu kuat ,mandiri dan berdaulat.  Kerja sama negara-negara dibolehkan selama tidak membahayakan kepentingan negara. Dan islam sudah menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menjalin hubungan luar negeri. Maka hukum yang diterapkan jika ada kerjasama perdagangan, bukan komoditasnya saja yang menjadi perhatian, namun siapa yang menjadi penjualnya. Jika berasal dari negara yang muhariban fi'lan ( mereka menyerang secara nyata kaum Muslim) maka mutlak tidak diperbolehkan ada kerjasama apapun dengan negara tersebut kecuali satu, hubungan perang.

 

Berdaulatnya negara sangat membutuhkan ketahanan pangan dan kekuatan militer. Mana mungkin diraih jika kapitalisme yang berkuasa? Kebijakan impor sebagai buktinya, alih-alih menjaga ketahanan pangan nyatanya malah mengabaikan produksi petani, rumit dalam pengaturan tanah dan lahan, minim pendampingan bahkan permodalan. Dahulu negara Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris perlahan namun pasti sudah berubah menjadi negara pengimpor terbesar di ASEAN.

Allah SWT berfirman, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. "(QS Al-A'raf: 96).

Maka, ketika syariat diterapkan secara Kaffah, maka akan ada perubahan revolusioner di bidang hukum pertanahan, perdagangan, kerjasama luar negeri, pertanian yang semuanya merupakan faktor-faktor pendukung negara yang kuat. Wallahu a'lam bish showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun