Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia bersama Rakyat Korea, Haruskah?

4 November 2022   21:03 Diperbarui: 4 November 2022   21:04 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: suasana Itaewon (kompas.com)

Pasca tragedi Itaewon, 29 Oktober 2022 lalu yang telah menewaskan sedikitnya 151 orang, dan melukai 82 lainnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah mengumumkan periode berkabung nasional. Masa berkabung akan berlangsung sampai dampak dari bencana itu dikendalikan, kata Yoon kepada warga Korea Selatan dari kantor kepresidenan.

 Para pemimpin dunia menyampaikan dukacita atas tragedi maut di Distrik Itaewon tersebut, diantaranya Presiden AS Joe Biden dan   Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi  mengatakan Indonesia bersama rakyat Korea Selatan (Korsel) dan  berharap mereka yang terluka bisa segera pulih.

Acara Halloween yang diadakan di distrik Itaewon memang acara perdana tanpa masker setelah terhalang pandemi Covid-19 selama tiga tahun. Dan seperti kita tahu, Korea Selatan adalah negara dengan mayoritas penduduknya memilih tidak beragama atau atheisme. 

Buddha adalah agama yang mempunyai penganut terbesar di Korea Selatan dengan 10.7 juta penduduk. Agama lainnya yang terbesar adalah Kristen Protestan dan Katolik Roma.

Maka wajar jika budaya barat lebih mudah masuk dan diadopsi , namun jika digali lebih dalam, negeri-negeri dengan penduduk mayoritas beragama Islam pun ikut mengadopsi budaya barat ini. Dilansir dari History, Halloween berasal dari festival bangsa Celtic kuno, yaitu festival Samhain. Bangsa Celtic yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu tersebut merayakan tahun baru mereka pada 1 November.

Mereka percaya bahwa pada malam sebelum tahun baru, batas antara dunia orang hidup dan orang mati menjadi kabur. Oleh karenanya, pada malam 31 Oktober mereka merayakan Samhain, ketika diyakini bahwa roh orang mati kembali ke bumi.

Sebagaimana telah viral diberitakan di berbagai media sosial bagaimana meriahnya perayaan Halloween yang berlangsung di Boulevard Riyadh pada Kamis dan Jumat, 27 dan 28 Oktober 2022 lalu. Banyak pengunjung berdandan seaneh mungkin dan memasuki Boulevard dengan akses gratis. Acara ini didedikasikan untuk menampilkan penyamaran yang menakutkan, serta memamerkan desain kreatif penduduk Arab Saudi.

Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang penuh dengan kesenangan, sensasi, dan kegembiraan saat orang-orang menemukan cerita di balik berbagai kostum karakter. Dan gelaran acara ini dipromotori penguasa setempat. Astaghfirullah.

Jelas, Halloween adalah budaya barat yang coba dimasukkan menjadi budaya dunia, tak pandang lagi apakah bertentangan dengan agama atau tidak, bahkan penerimaan dan kompromi atas budaya di luar syariat ini ditunjukkan oleh pemimpin kita, atas nama kepedulian. Berkebalikan dengan fakta bagaimana  sikap penguasa terhadap tragedi yang terjadi  kepada rakyat sendiri.

 Tragedi haloween di Korea Selatan  jelas membuat kita prihatin  Namun di sisi lain, kita juga prihatin dengan kepeduliaan penguasa yang rasanya lebih besar ke rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyat sendiri, misalnya pada tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah yang besar. Tidak ada pernyataan "pemerintah bersama korban kanjuruhan".

Sebetulnya tragedi kemanusiaan atau sosial tak hanya Kanjuruhan, namun dapat kita temukan dengan mudah dari gaya hidup anak muda sekarang, yang sudah tak bisa dibedakan lagi muslim atau bukan, dengan kasus narkoba,seks bebas, aborsi, pembunuhan dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan betapa daruratnya keadaan negeri ini, bukan cemburu jika kemudian kitapun menginginkan pemerintah ada untuk rakyatnya.

 Keprihatinan ke dua adalah adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia, padahal perayaan tersebut adalah budaya asing, yang  tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan.

 Hal ini menunjukkan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang. 

Padahal jelas sekali peringatan Rasulullah Saw tentang larangan sikap tasyabuh atau menyerupai kaum lain, Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda,"Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, "Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?" Beliau menjawab, "Selain mereka, lantas siapa lagi?" (HR. Bukhari no. 7319).

Dalam Islam , penguasa juga bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian  generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan  maupun luar pendidikan. Dan wajib melarang setiap individu mengikuti perayaan agama lain, yang memang menjadi syiar agama tersebut. Tak boleh ada kompromi semisal atas nama toleransi dan lain sebagainya.

 Sebab jika ada larangan, artinya secara akidah membahayakan. Secara alami juga jika kegiatan meniru tanpa dalil jelas ini dibiarkan akan menimbulkan kesan bahwa ini dibolehkan. Rusaklah akidah karenanya, jika sudah rusak maka tidak akan bisa berpikir jernih lagi. Bagaimana mungkin akan berdiri tegak peradaban mulia jika disokong oleh sosok pemuda yang akidahnya sudah rusak? Bahkan orientasi perjuangannya bukan untuk Islam.

 Hari ini, Islam sudah banyak ternodai oleh pemahaman yang bertentangan dengan Islam itu sendiri, seperti misalnya Islam Nusantara, Moderasi Islam dan lain sebagainya, sehingga makin mengacaukan pemahaman kaum muslim sendiri yang sudah lama berada dalam keadaan lemah dalam berpikir benar. Islam yang seharusnya menjadi standar berpikir, menentukan baik dan buruk tak ada lagi dalam benak kaum Muslim.

 Islam datang dari Allah SWT dan dibawa oleh utusan Allah SWT yaitu Rasulullah Saw, ini yang seharusnya menjadi pegangan. Sistem pendidikan dalam Islam sangatlah memegang peranan penting, dengan kurikulum yang berdasarkan akidah bertujuan mencetak generasi yang berkepribadian Islam. 

Negara menjamin terselenggaranya pendidikan secara gratis bagi seluruh rakyat. Negara pun melarang situs-situs terlarang, dan mengadakan pengawasan terhadap serangan pemikiran melalui media sosial. Rasulullah Saw bersabda,"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). Wallahu a'lam bish showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun