Natal adalah perayaan umat beragama Nasrani, yang dalam akidah kaum muslim tak ada dasarnya, sebagaimana firman Allah SWT. yang artinya, "Sungguh perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepada dirinya, "Jadilah", maka jadilah ia "(TQS Ali Imran 3: 59).
Sementara perayaan Tahun Baru Masehi pertama kali dirayakan oleh bangsa Romawi dengan menyiapkan berbagai persembahan untuk dewa-dewa mereka. Pada Abad Pertengahan di Eropa, pemimpin gereja Kristen mengikuti perayaan tahun baru pada 1 Januari.Â
Kapitalisme mengambil celah ini dengan sebuah tindakan bisnis, diopinikan menjadi gaya hidup kekinian. Padahal apa yang terjadi? perayaan tahun baru kerap diisi dengan hura-hura, tidak jarang terjadi campur-baur pria-wanita, bahkan disertai minuman keras. Lebih memprihatinkan lagi, tidak jarang perayaan tahun baru diisi dengan perzinaan. Berbagai laporan dari sejumlah daerah menginformasikan bahwa penjualan kondom di toko-toko ritel, online bahkan lewat jasa ojol meningkat menjelang perayaan malam tahun baru.Â
Sungguh sampah akidah! Lebih buruk dari sampah yang diprediksi bakal ditinggalkan usai perayaan. Mengapa masih dipertahankan? Ini bicara omset dan perputaran perekonomian. Bukan lagi bicara agama, toleransi atau budaya. Bahkan lebih ngeri lagi ini adalah upaya kafir barat mengoyak akidah kaum muslim agar semakin jauh dari ajaran agamanya.Â
Maka, butuh peran negara yang menjadi garda terdepan melindungi akidah rakyatnya. Benarlah jika sampah fisik menggambarkan peradaban buruk apalagi sampah akidah, jelas tragis!
Islam Akidah dan Syariah
Perayaan Natal dan Tahun Baru seringkali menjadi ajang kampanye paham pluralisme. Umat Islam diajak untuk menerima paham semua agama adalah benar. Tidak ada dikotomi iman dan kafir. Padahal pluralisme itu hakikatnya adalah mencampuradukkan iman dan kekufuran, haq dan batil. Jelas bertentangan dengan akidah seorang muslim. Terlebih bagi seorang muslim, meyakini hanya Islam yang benar hukumnya wajib, sebab Allah SWT telah berfirman yang artinya, "Sungguh agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam". (TQS Ali Imran 3: 19).
Umar bin Khattab pernah berkata, "Jauhilah oleh kalian musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nasrani saat mereka berkumpul pada Hari raya mereka. Sungguh saat itu murka (Allah SWT) turun kepada mereka dan aku takut hal itu juga akan menimpa kalian. (HR al-Baihaqi).Â
Maka, kebutuhan akan pemimpin yang bertakwa dan sekaligus menjaga ketakwaan rakyatnya adalah segera, demikianlah Islam memerintahkan. Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H