Dilansir Republika.co.id, 30 November 2023, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kebocoran data daftar pemilih tetap (DPT) yang terjadi berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, rincian data tersebut sama dengan miliki Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Satu yang dapat dipastikan, motif pencurian data yang dilakukan oleh pelaku adalah murni urusan komersial atau ekonomi. Bukan motif politik jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Motif tersebut merupakan hasil analisis dan kesimpulan sementara dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal tersebut juga sudah dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum untuk menangkap pelaku pencurian data.
Ke depan, Kominfo akan meminta KPU untuk memperkuat sistem keamanan siber jelang Pemilu 2024. Agar masyarakat juga tak mengeluarkan opini liar jika kembali terjadinya kebocoran data pemilih.
Komisi I DPR menyoroti secara khusus dugaan kebocoran data DPT milik KPU dalam rapat kerja dengan Budi. Tak segan, mereka mendesak KPU harus menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan kebocoran data yang kemudian diperjualbelikan itu.
Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, Indonesia kini telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Dalam undang-undang tersebut, pengelola data pribadi wajib menjamin keamanan data pribadi masyarakat yang dikumpulkan dan dikelolanya. "Bahwa sampai kecolongan ini harus bertanggung jawab ini, KPU ini. Jadi dalam hal ini yang salah adalah KPU langsung, langsung kita bisa mengatakan yang salah KPU sebagai pengelola data ini, Pemilu ya, kalau mengikuti Undang-Undang PDP," ujar Kharis dalam rapat kerja.
Kebocoran Berulang, Tanda Tak Ada Perbaikan
Dengan setengah memaksa, Menkominfo Budi Arie Setiadi berusaha meyakinkan rakyat Indonesia bukan KPU yang kecolongan, datanya bocor. Ia menyodorkan alasan, jika pun bocor murni menyangkut bisnis jual beli data, tak ada kaitan dengan data pemilih di KPU. Bisakah dipercaya? Sebab, negeri ini terlalu sering dijadikan sasaran empuk para hakker. Data pribadi setiap individu masyarakat diumbar bebas dengan transaksi dan tujuan yang tidak main-main.
Â
Apakah ekonomi bukan bagian dari politik? Lantas, mengapa para investor asing bisa begitu leluasa mengeksplore kekayaan negeri ini, memperpanjang kontrak kerja, mengusir warga asli hanya untuk sebuah eco city, dan lain sebagainya? Jelas motif ekonomi begitu mendesak hingga mengambil jalan ninja, ikut campur dalam pembuatan kebijakan. Ada cuan ada layanan.
Â
Fakta ini menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pengawasan negara, juga kinerja petugas yang bertanggungjawab. Â Di sisi lain menunjukkan lemahnya politikal will untuk serius menanganinya karena sejatinya ada banyak ahli di indonesia. Namun pemerintah seolah menutup mata bahkan mengabaikan hak privasi rakyat.
Â
Islam Sistem Terbaik Atasi Kebocoran Data
Era digital hari ini secara alamiah selain membawa dampak postif juga negatif. Maka, sistem yang menjadi support haruslah yang netral dari kepentingan, semata untuk mewujudkan maslahat rakyat bukan yang lain. Sistem itu adalah Islam yang menerapkan syariat Islam .
Â
Islam menjadikan keamanan situs negara adalah satu hal yang sangat penting, sehingga sungguh-sungguh menjaganya, karena hal ini termasuk  menjaga kedaulatan negara. Sungguh menggelikan jika kemudian negara asing begitu leluasa mendapatkan data setiap individu rakyat Indonesia, sebab hari ini Malware adalah bagian dari cara mencari nafkah. Data yang terbeli bisa digunakan untuk berbagai kepentingan, termasuk penipuan dan keputusan politik dan militer untuk menghancurkan sistem pertahanan kita. Akankah kita menunggu yang demikian tanpa mengusahakan perubahan?
Islam  mewajibkan negara untuk memiliki terknologi terbaik, SDM terbaik  juga political will untuk menyelesaikan degan tuntas. Dan tentu hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka Baitul Mal akan menyediakan dana itu secara berlimpah tanpa batas. Hal ini tidak akan mungkin diwujudkan dalam sistem demokrasi sekuler, sebab setiap lima tahun sekali, negeri ini memilih pemimpin yang hanya bisa melanjutkan kebijakan pemimpin sebelumnya, sama sekali tidak membuat perubahan hakiki.
Â
Pemimpin dalam sistem demokrasi bukanlah pemimpin yang peka akan penderitaan rakyat, sebab ia hanya fokus kepada kehendak para inverstor yang telah membantu pendanaan langkahnya maju menuju kursi kepemimpinan. Padahal Rasulullah Saw. Bersabda, "Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan haq dan menunaikan amanah itu yang menjadi kewajibannya ".(HR Muslim). Wallahualam bissawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H