Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keluar Bui Masuklah Bacaleg

3 September 2023   22:49 Diperbarui: 3 September 2023   22:51 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mantan napi/desain pribadi/pixelab

 Jelas, ini bagi-bagi kue kekuasaan, menjadi anggota parlemen setiap orang tahu bagaimana sejahteranya. Gaji mereka tinggi, meski terkadang apa yang mereka kerjakan samasekali tidak mewakili keterwakilan mereka di negeri ini. Suara rakyat samasekali tak didengar padahal mereka memprotes keras salah satunya Toto (56) yang berasal dari Tegal Parang, Jakarta Selatan. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek itu menilai masih banyak orang lain dengan kapasitas mumpuni yang bisa menjadi anggota DPR ataupun DPRD. "Karena dia (pernah) korupsi, kalau gitu kan dia tega banget sama rakyat. Sudah enggak percaya, kan masih banyak yang lain," ujar Toto (CN Indonesia.com, 25)8/2023).

Kebolehan mantan napi mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat di atur dalam Pasal 240 Ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pada huruf g disebutkan selama bakal caleg terbuka dan jujur menyampaikan ke publik pernah menjadi mantan terpidana, maka ia boleh-boleh saja mencalonkan diri. Selain itu juga  mengatur sejumlah sumber pendanaan kampanye calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). UU tersebut juga berlaku di Pilpres 2024 mendatang.

Pasal 325 ayat (3) UU tersebut menyatakan sumber dana kampanye boleh berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ayat (3) pasal 325 UU pemilu juga membolehkan sumber pendanaan kampanye berasal dari capres/cawapres bersangkutan, partai politik atau koalisi partai politik yang mengusung serta sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

 Besaran sumbangan maksimal dana kampanye pun bervariasi. Batasan sumbangan pribadi atau perorangan misalnya dibatasi maksimal sejumlah Rp2,5 miliar. Sementara sumbangan kelompok, perusahaan, badan usaha nonpemerintah sebesar Rp25 miliar (CNN Indonesia, 25/8/2022).  Fix , demokrasi tak akan pernah menghadirkan secara riil dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Sebab rakyatnya hanya kiasan, yaitu rakyat cirle kekuasaan mereka saja.

 Posisi Wakil Rakyat dalam Islam

 Islam mensyaratkan  wakil umat adalah orang yang beriman dan bertakwa agar amanah menjalankan  perannya sebagai penyambung lidah rakyat bisa terlaksana. Demokrasi meniscayakan adanya banyak praktik kecurangan sebab memang berbiaya tinggi, sedangkan dalam Islam pemilih pemimpin hanya boleh jika telah memiliki syarat in' iqad yaitu laki-laki, muslim , merdeka, baligh, mampu mengemban amanah dan berakal. Sehingga meniadakan praktik transaksi kekuasaan.

 Pun fungsi majelis umat atau yang jika dalam sistem demokrasi disebut dewan parlemen hanyalah muhasabah Lil hukam, atau menyampaikan koreksi dan pendapat kepada Khalifah. Pun jika ada penyelewengan kekuasaan atau ada kebijakan yang belum terlaksana. Anggota majelis umat boleh dari selain muslim, mereka pun diberi kebebasan untuk memberi pendapat dan koreksi kepada penguasa. Jelas di sini bukan untuk karier yang menghasilkan keuntungan hingga tujuh turunan.

 Kemudian ,sistem hukum dalam islam  sangat tegas dan menjerakan, sehingga membuat pelaku  kejahatan dapat benar-benar bertobat.  Apalagi  dalam islam sanksi berfungsi sebagai  zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus ). Sehingga setiap kebijakan benar-benar diterapkan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat, bukan kepentingan segelintir orang.

 Ada berbedaan yang sangat signifikan antara sistem politik demokrasi dan Islam. Pantaslah Allah swt. berfirman yang artinya, " Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah:50). Maka, jika kita benar beriman kepada Allah swt. bukankah sudah waktunya kita membuang demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam? Wallahu a'lam bish showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun