Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penghapusan Kelas BPJS, Nasib Rakyat Makin Tak Jelas

31 Januari 2022   16:56 Diperbarui: 31 Januari 2022   16:58 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi

Semua layanan rawat inap bagi pemegang kartu BPJS tahun 2022 ini adalah kelas standar. Mengapa? Sebab disinyalir perbedaan kelas rawat inap inilah yang membuat adanya perbedaan fasilitas yang diterima peserta, sehingga perlu dihapus (kompas.com,12/12/2022).

Namun kategori kepesertaan masih tetap ada, yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI), peserta penerima upah (PPU), peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). "Prinsipnya peserta mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan," kata Muttaqien, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) (CNBC.com, 14/12/2021).

Penghapusan kelas dan penerapan kelas standar ini menurut anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertujuan untuk menjalankan prinsip asuransi sosial dan equitas di program JKN. Dan sesuai dengan amanat Undang-undang Sistem Jaminan Sosial (SJSN) Pasal 23 (4) yang mengatakan bahwa jika peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka diberikan "kelas standar".  

Penghapusan kelas tersebut mulai dari penyesuaian manfaat medis dan non-medis, Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) atau rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi, hingga iuran peserta. Semua demi mewujudkan ekuitas/kesamaan antara peserta berbayar dan PBI JK ( Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan). 

Peserta PBI adalah mereka yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Dan faktanya ini menciptakan ketidakadilan bagi mereka yang membayar karena harus mengikuti kelas PBI. 

Kelas standar diharapkan menjadi solusi atas polemik kenaikan iuran BPJS Kesehatan, termasuk mengantisipasi lonjakan permintaan peserta untuk turun kelas demi menghindari membayar lebih mahal. Begitu juga defisit keuangan BPJS Kesehatan. 

Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan PERSI ( Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), Daniel Wibowo mengungkapkan sampai saat ini belum ada kesepakatan antara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan otoritas terkait lainnya mengenai tarif kelas standar BPJS Kesehatan. PERSI berharap penerapan kelas standar tak mengurangi pendapatan rumah sakit. 

"Sampai saat ini belum ada. Tapi kita berharap kelas standar ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap struktur pendapatan rumah sakit. Kalau dikasih (tarif) Kelas 3, tentu pendapatan rumah sakit akan menurun, karena semua pasiennya sama," jelas Daniel kepada (CNBC Indonesia,6/12/2021).

Kelas "standar" yang mana yang dimaksud pemerintah? Mudah didapat oleh orang yang tadinya kelas satu, namun sulit didapat orang yang tadinya kelas tiga karena ia harus naik ke kelas standar. Secara luas ruangan pun berbeda antara pasien PBI dan non PBI. 

Artinya kelas "standar" yang dimaksud masih sama perlakuannya dengan kelas-kelas sebelum dihapus. Dimana ada semacam perlakuan, jika ingin mendapatkan fasilitas lebih, pelayanan lebih bayarlah lebih pula. Mana ada makan siang gratis? 

Terlebih lagi pihak rumah sakit juga masih mempersoalkan harga tarifnya ditetapkan berapa, jangan sampai rendah sehingga rumah sakit tidak mendapat keuntungan, hal ini menunjukkan klaim BPJS yang selama ini menunggak dan tidak segera dibayarkan untuk beberapa rumah sakit memang merugikan. 

Nyata bahwa berganti kebijakan, sebetulnya tidak beranjak dari kebijakan sejenis, yang sama-sama berujung menjadi cara-cara manipulatif untuk mencapai margin keuntungan dari layanan Kesehatan rakyat. BPJS tak mau rugi (yakni tidak tercapai margin untungnya). Fenomena pasien kelas 1 yang terlalu mahal, perbedaannya sangatlah jelas, Belum lagi tidak semua penyakit dicover BPJS. 

Rakyat semestinya menyadari sistem kapitalis tak akan menjamin kesehatan gratis, semua dihitung untung rugi. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkannya. 

Bagaimana bisa? Bukankah Islam adalah agama yang para pendengki bilang sarangnya teroris dan penyemai perpecahan? Tentu mereka tak tahu Islam samasekali, atau tahu tapi karena dengki hatinya, bersekutu dengan musuh Islam guna mengarusutamakan kebutuhan Islam. 

Jika saja mereka mau jujur, sistem kesehatan dalam Islam adalah sistem terbaik, di dunia. Dari sisi SDMnya, infrastruktur dan pelayanan kepada masyarakatnya, semua dalam kualitas terbaik. 

Di setiap rumah sakit terdapat laboratorium, perpustakaan, universitas, taman-taman yang indah. Bahkan Khalifah menyediakan rumah sakit bergerak yang selalu mengikuti suatu kaum yang memang budaya mereka berpindah. 

Berbagai inovasi dan riset diadakan guna mencapai teknik pengobatan terbaik dan Ilmuwannya yang berkepribadian Islam sehingga tak hanya menempa kepandaian namun juga bertakwa. Mendedikasikan ilmunya kepada umat. Di gaji sesuai dengan keridoan. 

Seluruh biaya kesehatan ditanggung negara, bahkan setiap pasien yang pulang diberi uang untuk menggantikan jumlah hari ia sakit dan tak bisa mencari nafkah. 

Khalifah Dinasti Umayyah Walid bin Abdul Malik Walid bin Abdul Malik kepada dokter-dokter yang ada di rumah sakit tersebut adalah agar mengisolasi penderita penyakit lepra dalam ruangan khusus sehingga tidak menyebar ke orang lain, kemudian para penderita itu diberinya uang sebagai pegangan.

Adakah hari ini perlakuan sebagaimana dulu, kini semua pihak hanya peduli seberapa untung yang akan di dapat. Bukan pada maslahat umat namun pada memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Kesehatan bukanlah bisnis, dilimpahkan kepada pihak ketiga, namun negara sendiri yang seharusnya bertanggungjawab. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun