Akun YouTube Joniar News Pekan mendadak viral, video tersebut menayangkan  perayaan ulang tahun yang terjadi pada akhir Desember 2021, di rumah Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Humbang, Hasundutan.
Dalam tayangan video tersebut, tampak seorang wanita berjoget-joget sambil diiringi alunan musik, dan ditonton sejumlah rekan-rekannya yang juga menggunakan seragam ASN. Jogednya tidak biasa, melainkan dengan membawa sebotol minuman keras bahkan memperlihatkan pula saat isi botol itu ditenggak.
Bupati Humbang membenarkan kejadian tersebut namun membantah jika itu adalah pesta miras. Sedang Pihak kepolisian masih mempelajari kebenarannya. Terlepas benar atau tidak, bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama di wilayah timur minum minuman keras adalah budaya. Mayoritas penduduknya pun bukan Muslim. Namun bukan berarti miras boleh diperdagangkan secara umum.
Bukan saja karena Indonesia mayoritas Muslim namun karena dampak miras sangatlah buruk. Bukankah keamanan dan ketentraman hak setiap warganegara?
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengingatkan bahwa miras bisa lebih menyeramkan dari virus Corona. Data pada 2016 mencatat sebanyak 3 juta orang di dunia meninggal akibat minuman beralkohol dan minuman keras (miras). Sementara saat ini angka kematian akibat Covid-19 secara global sebanyak 2,5 juta orang, atau tepatnya 2.542.556 orang.
Beliau sangat mendukung penghapusan Aturan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dimana di dalamnya ada kebijakan yang membolehkan industri miras menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran dengan syarat hanya dilakukan di empat provinsi. Empat provinsi tersebut yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal setempat.
Bahkan, Cholil pun menegaskan kearifan lokal tidak bisa dijadikan alasan untuk mengizinkan investasi ataupun peredaran miras, sebab sudah jelas merusak rakyat. Dan memang Perpres itu sudah dicabut oleh Presiden Jokowi seiring dengan banyaknya penolakan. Bahkan banyak pula pihak tata hukum negara yang menyarankan presiden untuk menerbitkan pepres baru seusai pencabutan tersebut.
Sebab, pencabutannya hanya berlaku pada jual beli di empat provisi tersebut dan bukan pada investasinya. Fakta ini sekaligus memperlihatkan bagaimana potret pengurusan negara ini terhadap rakyatnya. Sangat jauh dari pelayanan, melainkan untung rugi. Investasi miras dianggap memberikan keuntungan, sehingga dipertahankan sedangkan keselamatan rakyat diabaikan.
Bahkan salah satu menteri ada yang mengatakan jika pemenuhan kebutuhan rakyat yang dikeluarkan dari APBN adalah beban, ini sama saja dengan mengatakan jauh lebih menguntungkan miras, karena menghasilkan laba investasi. Sedangkan rakyat adalah beban. Nauzubillah.
Islam jelas melarang peredaran Miras baik untuk dikonsumsi apalagi investasi. Dalilnya adalah firman Allah SWT berikut yang artinya,"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, "Kelebihan (dari apa yang diperlukan)." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan" (QS Al Baqarah:219).