Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mediator Utang, Kejam!

27 Agustus 2021   23:21 Diperbarui: 27 Agustus 2021   23:36 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi/pixellab

Kembali kita bisa melihat bagaimana Rasulullah Saw , para sahabat dan pemimpin selanjutnya mengelola sistem keuangan negara yang mereka pimpin, yaitu melalui Baitul mal. Pos pendapatannya terdiri dari : hasil pengelolaan hak kepemilikan umum dan negara, jizyah, fa'i, zakat, rikaz ,harta orang murtad, harta mereka yang tak memiliki ahli waris, denda , dan lainnya. Pos pengeluarannya sesuai dengan pendapat Khalifah, kecuali zakat yang hanya dibagikan kepada orang-orang yang disebut dalam Alquran. 

Pajak yang dalam bahasa Arab disebut Dharibah hanya dipungut dalam keadaan Baitul Mal kosong sementara negara masih harus memenuhi kewajiban negara seperti pembayaran gaji pegawai, maka akan dimintakan kepada rakyat, bukan sembarang rakyat, hanya mereka yang terkategori kaya hakiki, dimana harta mereka setelah dikurangi kebutuhan pokok keluarga, kerabat dan orang-orang yang ada dalam tanggungannya selain keluarga masih ada kelebihan. Jumlah pungutan tak melebihi yang dibutuhkan negara, bahkan jika negara sudah bisa mandiri kembali, Dharibah itu dihentikan. 

Demikian pula jika memang harus utang kepada rakyatnya, atau pihak lain, maka akan diharamkan penambahan riba, tidak berutang kepada negara yang jelas-jelas menyerang bahkan menjajah Islam dan kaum Muslim . Utangpun dijadikan sebagai langkah terakhir, ketika upaya-upaya sebelumnya sudah dilakukan, semisal swasembada pangan, melarang impor, membeli hanya produk dalam negeri, memberikan bantuan bergerak dan tak bergerak kepada rakyat yang ingin bekerja, membuka lapangan pekerjaan dan lainnya yang memungkinkan rakyat produktif dan stabilnya perekonomian dalam negeri. 

Hal itulah yang dulu dilakukan negara Korea, China dan Jepang, begitupun Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya, rakyat kooperatif sebab pemimpinnya konsekwen dan tegas menetapkan aturan. Hal ini yang tak ada di negera kita, tingkat kepercayaan rakyat perlahan menurun terutama di masa pandemi ini, pemerintah hanya berani memperpanjang PPKM, padahal kita sudah memiliki hukum karantina atau lockdown. Penguasa tak berani ambil risiko untuk karantina atau lockdown, yaitu kewajiban menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya. 

Inilah kapitalisme, meniscayakan hubungan antara negara dan rakyatnya sekadar pengusaha dan konsumen, jual beli, untung rugi. Bukankah jika kita ingin perubahan harus berani mengambil aturan lain yang lebih baik? Wallahu a' lam bish showab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun