Pandangan Cin pergi jauh hingga ke ujung jurang itu. Cin yang sering di sapa begitu memiliki nama Cinah diberikan Neneknya dari tanah Toraja. Kini Cin tinggal bersama Ibu di Makasar. Seharusnya hari itu dirinya sudah berada di sana libur kerja bulan Ramadan ini.
Suara dari belakangnya memanggil Cinah, "Cin."
Setengah terkejut dan kembali berjalan perlahan melirik alam sekitar yang sedang di ambil dengan video kamera yang baru. Perangkat itu diberikan dari perjalanannya kali ini membawa namanya sendiri bekerja disebuah tempat usaha periklanan dan nyatanya hari itu Ramadan yang ke-8.
Ibu sudah bolak-balik menelpon Cin supaya nanti jika telah sampai maka dapat dijemput pembantu di rumah. Ternyata, kini sedang berada di sana daerah itu penuh debu dan tandus sangat kering dan curah hujan sedikit walaupun 1000 m di atas permukaan air laut.
Teman Cin bernama Yan, disapa seperti itu namanya adalah Yanda. Kini berniat untuk mengambil foto mereka berdua. Foto keduanya kini majang di facebook dan twitter sampai di Instagram. Pertemuan itu, pertemuan seorang yang baru pertama kali melihat Cin di sebuah majalah dan cover iklannya membuat mata laki-laki itu nampak serius memandangi keteguhan hatinya bersama teman Yan mencari suasana yang pas, menarik dan sesuai dengan permintaan tema yang dibawakan.Â
Hal yang paling pas untuk menyatakan kekaguman seorang Fan (bernama Fanry) adalah sosok Cin yang baru dilihat kembali olehnya di media sosial bersama Yan padahal dirinya tanpa make up dan tanpa busana yang biasa dibawa dengan make up untuk menambah kalau sifat dari seorang wanita ialah seperti itu maksudnya kekagumannya hanya berasal dari kegigihan dan tekad Cin bersama Yan dengan usaha itu Fan bisa tahu Cin dapat dimintakan di mana pun dan tanpa harus melakukan banyak pertimbangan untuk satu tahun kedepan merekalah nanti yang akan dapat memenuhi semua permintaan itu.
Sore kembali dari perjalanannya Fan mendapat kabar bahwa Cin sempat dibawa ke sebuah rumah sakit sebab kepalanya terbentur sebuah batu ketika hendak mendapatkan sisi baru dari slide barunya. Ternyata Cin kini lupa ingatan. Merasa tidak kenal dengan Yan dirinya menebak nama temannya itu. Mengucapkan berulang-ulang nama Fan, Fan dan Fania padahal nama temannya adalah Yanda. Yanda tersenyum sedikit tertawa mulanya sebab menyangka Cin bercanda dan ternyata Yanda menangis ketika itu adalah kenyataan dari kesehatan sahabatnya.
Dokter mengatakan dirinya kini sedang sakit. Sakitnya gawat telah lama dan itu berasal dari glikolisis darah dan biasa disebut dengan leokimia. Penyakit itu adalah serangan dari sel-sel kanker yang selalu menumpuk dan menyerang ke saraf-saraf yang aktif dan terkadang ingatannya itu kembali tiba-tiba. Tetapi, kalau baru kenal dan baru dilihatnya seperti Dokter nampak sama saja. Kenapa jadi, temannya seperti nenek-nenek pikun kini.
Buku diary Yanda bertuliskan hari Cinah terkena serangan hingga pikun tiba-tiba. Di sana Yan menuliskan semuanya. Buku itu kini disimpannya baik-baik berisikan perjalan mereka yang sepertinya harus selesai hari itu juga.
Fanry yang melihat Cin kini terbaring di sana bertanya kepada Yanda kalau tetap masih bisa mengerjakan semuanya sendiri akan tetap terus perjalanan ini dan sebaliknya. Yanda menyerah sebab biasanya bersama Cinah kemana-mana dan Fanry mengerti dirinya jadi dekat dengan Cin kini menjaga dirinya seperti seorang yang sangat dekat dan lebih dekat daripada sahabat dan sepertinya Cin tidak mengeluhkannya dan jangan-jangan Cin kini merasa Fan itu juga sebagai suaminya juga. (Aduh, Yanda segera menelpon keluarganya. Ibu yang menerima kabarnya kini sedang dirawat di rumah sakit itu.)
"Ada apa, nak Yanda ?"
"Iya, bu. Yanda harus ngasih tahu yang sebenarnya kalau Cin kini ada di rumah sakit."
"Kenapa?"
"Iya, kumat. Sebelum dibawa dirinya sakit memegang kepala dan terjatuh lalu kepalanya terbentur batu hingga berdarah."
"Innalillahi, apa dia baik-baik saja ?"
"Kata dokter dirinya lupa ingatan (Amnesia), bu ?!"
"Benarkah, apa dirinya masih ingat kamu ?"
"Tidak, bu ?"
"Apa ada orang di sana selain kamu ?"
"Iya, bu ada. Itulah masalahnya kini."
"Apa ?"
"Dia kini bersama Fanry yang memberikan dan mengatur semua pekerjaan kami."
"Lalu"
"Iya, dia datang dan Cin sepertinya dekat dengannya padahal sebelumnya tidak begitu dan kini nampak dekat bagaikan suami sendiri."
"Aahh..., ooohh..."
"Iya, bu maaf. Makanya kini Yanda sempat-sempatkan menelpon Ibu di rumah."
"Apa kamu benar dengan semua yang telah kamu katakan, nak ?"
"Benar, bu."
"Ini, rasanya Yan sudah mental dari ruangan ngeliat semua itu ?!"
"O, terima kasih. Ibu tahu kini. Kamu tidak perlu menangis nanti ibu akan segera ke sana."
Ibu Cin segera pergi dan mendatangi alamat yang akan dituju dari alamat perangkat Yanda di perangkatnya.
Ibu pun juga sangat pusing melihat laki-laki itu mendatanginya dan mulai memperkenalkan diri.
Hari mulai gelap dan Cin melihat Ibu dan Yanda di ruangan malah nyari laki-laki itu. Aduh, dia memegang kepalanya dan hampir jatuh ke lantai. Di sana tidak ada satu orang pun tiba-tiba ada Fanry keluar dari ruangan yang dimintanya kepada susuter untuk dapat tinggal di sana. Fan terkejut dan setengah mati rasa takutnya.
"Cin jatuh lagi ?"
Cin merespons dengan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan-pelan dan Fanry mengerti.
Segera mengantarkan Cin ke dalam kamarnya dan memanggil Dokter juga suster yang berjaga. Diperiksa semuanya Cin baik-baik saja.
Ditanya dengan seksama oleh Suster ternyata alasannya keluar ruangan rawat inap mencari Fan dan semua diruangan itu hening mata Ibu setengah dak percaya dan rada memerah, perasaannya juga raut mukanya. Panjang sekali ini ceritanya bakal kalau tidak segera diurus dengan baik dan benar.
Ujung-ujungnya Ibu bertanya kepada Fan dia ini apa sudah berkeluarga atau masih sendiri.
"Fan ini teman Cin, bu. Fan masih sendiri dan merasa bersalah sebab itu Fan..."
"Baiklah, Ibu mengerti dan kamu sebaiknya nanti menjelaskan semuanya didepan ninik mamak Cin di keluarganya."
"Fan diam dan terdiam mendengarkan Ibu mengatakan semua itu."
Terdengar Ibu menelpon semua saudaranya di Tanah Toraja dan meminta mereka semua untuk datang ke sana. Ketika mendengar itu saudara mereka termasuk kakak tertua Ibu juga bergegas pergi dan meluruskan semuanya sebab itu bukan perkara gampang dan mudah padahal Cin hanya masih dalam perawatan Dokter karena sakitnya dan bagaimana nanti kalau seandainya ingat kembali lalu inginkan meninggalkannya sebab itu bukan keinginannya ketika sehat kembali.
Fan sudah tidak memperdulikannya yang paling dia inginkan hanyalah bersama Cin itu sepertinya keinginannya dari dahulu hingga kini dirinya tetap begitu dan masih seperti itu perasaannya tidak akan pernah berubah buat Cin seorang apalagi kini Cin sudah seperti itulah semua sudah tahu kisahnya yang nyari-nyari Fan sampai hampir jatuh kembali.
Ibu juga sudah menyerahkan semua itu lalu pernikahan Fan dan Cin tetap terlaksana. Semua itu hanyalah untuk tetap "menarik perhatian Tuan" Fan.
Akhirnya, Cinah dan Fanry menikah tanpa ada perayaan hanyalah akad nikah di sebuah rumah sakit dan seorang yang dikenal oleh kakak Ibunya. Mereka kini sudah menjadi suami dan istri dan sudah tidak akan ada yang membuat Ibu pusing hingga khawatir apalagi Yanda sebagai teman dekat Cinah.
Hidup Cinah bersama Fanry dimulai dari bulan Ramadan 1443 H ini dan hari itu adalah hari yang paling bahagia buat keduanya walaupun tanpa ada perayaan dan teman-teman juga keluarga yang menghadiri mereka merasa sangat bahagia menjalani semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H