Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen dan kemudian oleh negara sumber
Misalnya: PT A memiliki cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh otoritas pajak Jepang. Kemudian di Indonesia penghasilan itu digabungkan dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak sesuai perturan Undang -- Undang domestik Indonesia.
Perdebatan klaim menjadi lebih parah bila terjadi dual residen (penghuni ganda), dimana ada dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan wajib pajak tersebut terkena pemajakan global dua kali.
Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap hari Sabtu dan Minggu ia kembali ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk kewajiban melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia dan Singapura.
Terkait pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang melakukan perjanjian perpajakan dibagi menjadi dua jenis, yang pertama adalah negara sumber (source country) yaitu negara tempat munculnya penghasilan yang merupakan objek pajak, yang kedua adalah negara domisili (resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat tinggal, berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan.
Baik negara sumber maupun negara domisili pada umumnya berhak untuk mengenakan pajak berdasarkan peraturan undang-undang perpajakan domestiknya. Pengenaan pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan terhadap satu jenis penghasilan inilah yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili (ketentuan P3B/Tax Treaty).
Karena itu perlu dilakukan penerapan penghidaran pemungutan pajak berganda melalui perjanjian unilateral dan bilateral untuk menghilangkan risiko overcost dari terjadinya transaksi ekonomi lintas batas, tentu saja untuk membahas strategy penghindaraan pengenaan pajak berganda internasional membutuhkan penjelasan khusus yang tidak akan penulis bahas disini.
Selain tantangan pengetahuan perpajakan yang mumpuni atas transaksi penghindaran pengenaan pajak berganda internasional (tax treaty), perusahaan juga harus memahami bagaimana cara melakukan pencatatan atau pembukuan atas transaksi lintas batas tersebut.
Daftar Pustaka
K12_Sub CPMK 3. Fenomena Cross Border Outsourcing (CPMK 3). PPs FEB Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana 30/5/2022. PPT: Fenomena Cross Border Outsourcing, Prof. Apollo, Mei 2022