Standart Wartawan Bodrex. Hanya Kelas Teri dan Kakap Saja
Tidak ada standart. Begitulah. Karena semua kembali kepada yang namanya "bakat" atau "talenta" bawaan sejak lahir masing-masing person.
Apa yang anda sebut harus mengerti ini dan ini, paham ini dan ini, karya tulisannya harus seseksi dan secantik ini, beritanya rutin terbit dan laku keras seperti ini. Hanya akan berlaku pada Anda yang dianugerahkan "talenta linguistik" dan "talenta intelijensia".
Anda tidak akan bisa menyihirnya, sim salabim, hanya dengan sebuah UKW, bisa.
Dijamin tidak bisa...
Tetap saja tulisan beritanya kaku, berantakan, kusut, tidak kreatif, monoton persis teks undang-undang, tendensius, malah yang mengaku sudah "terutama". Ditambah lagi contek sana sini, copas, plagiasi.
Sudah mati-matian trus tetap ngak oke juga, ngak tenar-tenar karyanya, akhirnya ya minta amplop juga. Kembalinya kesitu juga bila talenta tadi memang gada. Cuma cara mintanya lain sih.
Kita bicara tentang standart kecerdasan dan integritas, bukan sekali-sekali bicara syarat surat-surat sah semacam surat administratif formal. Kartu-kartu yang bermacam-macam, cukup isi kepala saja.
Perlu diingat-ingat juga, jangankan standart uji kompetensi pewarta, emang ijazah sarjono itu murni hasil dari karyanya, tidak dibuatkan dengan membayar? Jadi di sistem yang seperti ini, sekadar mengingatkan, jangan standart muluk-muluk deh.
UKW yang penulis maksud di atas sebenarnya adalah "Urusan Keuangan Wartawan". Bebas ingin diintip dari perspektif mana.
Sama seperti koruptor, ada kelas teri dan kelas kakap. Bodrex pun begitu.