Standart Wartawan Bodrex. Hanya Kelas Teri dan Kakap Saja
Tidak ada standart. Begitulah. Karena semua kembali kepada yang namanya "bakat" atau "talenta" bawaan sejak lahir masing-masing person.
Apa yang anda sebut harus mengerti ini dan ini, paham ini dan ini, karya tulisannya harus seseksi dan secantik ini, beritanya rutin terbit dan laku keras seperti ini. Hanya akan berlaku pada Anda yang dianugerahkan "talenta linguistik" dan "talenta intelijensia".
Anda tidak akan bisa menyihirnya, sim salabim, hanya dengan sebuah UKW, bisa.
Dijamin tidak bisa...
Tetap saja tulisan beritanya kaku, berantakan, kusut, tidak kreatif, monoton persis teks undang-undang, tendensius, malah yang mengaku sudah "terutama". Ditambah lagi contek sana sini, copas, plagiasi.
Sudah mati-matian trus tetap ngak oke juga, ngak tenar-tenar karyanya, akhirnya ya minta amplop juga. Kembalinya kesitu juga bila talenta tadi memang gada. Cuma cara mintanya lain sih.
Kita bicara tentang standart kecerdasan dan integritas, bukan sekali-sekali bicara syarat surat-surat sah semacam surat administratif formal. Kartu-kartu yang bermacam-macam, cukup isi kepala saja.
Perlu diingat-ingat juga, jangankan standart uji kompetensi pewarta, emang ijazah sarjono itu murni hasil dari karyanya, tidak dibuatkan dengan membayar? Jadi di sistem yang seperti ini, sekadar mengingatkan, jangan standart muluk-muluk deh.
UKW yang penulis maksud di atas sebenarnya adalah "Urusan Keuangan Wartawan". Bebas ingin diintip dari perspektif mana.
Sama seperti koruptor, ada kelas teri dan kelas kakap. Bodrex pun begitu.
Bodrex yang santer dibicarakan itu hanya kelas teri saja. Yang anjang sana ke kantor-kantor atau Kades, minta seratus dua ratus ribu dalam amplop itu hanya kelas teri.
Bodrex kelas kakap lebih mengerikan. Memang dia tidak minta sih. Sah. Tidak minta. Akan tetapi karya yang dijajanya payah namun minta dibayar melalui keuangan negara/daerah. Berkarya pun menjadi seperti humas pemerintah.
Karyanya tidak ada apa-apanya didunia penulisan profesional tapi kontraknya bejibun. Begitu uang kontrak cair, staf kantor yang terlibat meloloskan kontrak mendapat bagian juga beberapa persen darinya.
Mereka Bodrex kakap.
Memberantas Bodrex teri dan kakap ada solusinya sebenarnya. Pastinya bukan ala Penataran P4 pola jadul orde baru atau uji kompetensi.
Solusinya secara suka-suka kita, kita kasih 3 saja :
1. TES PSIKOTES, Biasanya tes IQ, penalaran logika atau analog verbal.
2. NEGARA MENGHARGAI KARYA JURNALISTIK. Menurut AJI (Aliansi Jurnalis Independen) tanpa upah layak mustahil jurnalis menjadi profesional.
3. Untuk yang gagal menjadi jurnalis, fasilitasi dan dukung mereka menjadi LSM berintegritas. Sikat koruptor, hantam penyelewengan dana desa, lawan mafia hukum. Nyali mereka lebih tinggi daripada hanya sebuah tulisan kabar.
Seandainya susah juga menjadi seperti di atas, berarti ikut menyerah saja seperti penulis, "saya masih terus belajar" dan tidak mencela, tunjuk sana sini atau remehkan sana sini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI