Mencari "Tukang" Awasi Pemilu?
Judul di atas sengaja dipakai menjadi judul untuk menggambarkan sebuah pemikiran rakyat. Dalam percakapan sehari-hari masyarakat, asing penggunaan kata seperti "otoritas" atau "kompeten", kata yang dipakai sederhana saja, "tukang".
Jangan dulu anggap remeh kata "tukang". Dalam percakapan verbal masyarakat, boleh jadi kata ini lebih akurat dan presisi untuk mendeskripsikan suatu permasalahan.
Seorang dapat disebut sebagai "tukang kayu" atau "tukang batu" karena pekerjaannya memang berkeringat dibidang pekerjaan tersebut.
Kita disini mengangkat diskusi tentang KPU dan BAWASLU.
Rekomendasi Bawaslu ditolak oleh KPU bukan sekali dua terjadi di belantika Pilkada negeri kita.
Beberapa catatan kita angkat, misalnya antara KPU Jeneponto dan Bawaslu Sulsel, KPU menolak rekomendasi Bawaslu untuk PSU (Pemungutan Suara Ulang). Lanjut lagi yang masih hangat KPU tolak rekomendasi PSU 13 TPS di Blitar. Ada lagi KPU NTB tolak rekomendasi Bawaslu tentang PSU juga.
Bawaslu secara mutlak berwenang menangani dan menilai ada atau tidak adanya pelanggaran, temuan atau laporan. Ini berdasarkan Perbawaslu 14 Tahun 2017.
Akan tetapi kenyataannya hasil pengawasan Bawaslu secara prosedural masih diawasi KPU. Iya memang begitu. Ia masih dipandang sebagai hal yang tak mengikat.
Kita ketahui, sebelum terbit rekomendasi, Bawaslu sudah melakukan proses penilaian terhadap temuan ataupun laporan. Sudah dilakukan pemeriksaan, penelitian dan kajian. Bawaslu berhak memanggil atau meminta keterangan pelapor atau terlapor.
Kemudian berdasarkan Pasal 139 UU No. 1 Tahun 2015 wajib ditindaklanjuti.