Mohon tunggu...
M. Gazali Noor
M. Gazali Noor Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan.

Hobi pada buku bacaan dan pemikiran rasional dan humanis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hasil Rekapitulasi KPU Barut Sah Kah, Apa Itu Sah Menurut Ahli "Analisis Isi" Yang Kocak?

8 Desember 2024   02:22 Diperbarui: 8 Desember 2024   02:49 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada Barito Utara 2024.

Kemarin hasil rekapitulasi Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024 sudah selesai diplenokan.

Hasilnya, selisih perolehan suara rekapitulasi dari 9 kecamatan Barito Utara antara kedua Paslon sangat terlalu tipis sekali, bahkan terlalu kritis. Delapan suara saja!

Barangkali ini adalah satu-satunya yang terjadi di dunia setelah manusia menerapkan Pemilu. Mungkin.

Pasca rekapitulasi, beberapa media menuliskan beritanya masing-masing tentang hasil yang belakangan menjadi polemik ini.

Banyak media dijudul beritanya menuliskan kata "sah" pada hasil perolehan tadi.

Namun diantara sekian banyak media lokal dan nasional ada juga seorang karyawan lembaga survei nasional menyebut hasil tersebut "haram" disebut "sah". Alasannya, pemenang Pilkada belum ditetapkan. Masih banyak proses seperti ke MK katanya berargumen.

Benarkah "haram" dan salah menyebut "sah" untuk hasil rekapitulasi KPU?

Dalam tulisannya menerangkan juga tentang negara kita adalah negara hukum, maka harus mengikuti alur hukum yang berlaku nasehatnya.

Sekadar catatan, kawan kita ini bukan ahli hukum. Seperti kami katakan di atas, dia adalah karyawan lembaga survei nasional, tapi dalam opininya (bukan berita) di media tersebut menujukkan pasal-pasal dan seolah-olah praktisi hukum. Simpan dulu keheranan kawan-kawan, nanti kita "operasi" satu persatu dibagian selanjutnya.

Kepada penulis dia sampaikan juga tentang pentingnya analisis isi dan bla...bla...Penulis disini jadi semacam "murid" yang harus mengakui kemahaguruannya sebagai seorang intelktual. Ada dibawa juga nama UI dan lembaga internasional seolah-olah sebagai habitatnya. Sebagai pewarta tentu wajib "nerimo" dulu, hitung-hitung menggali si sumber.

Karena dia bukan "orang hukum", penulis pikir menjadi pas bila yang melayaninya bukan orang hukum pula, jadinya sebanding hehe...

Maka kami tuliskan di artikel ini, tanggapan pada artikel yang dia sebut akademis tersebut...

Mengenai analisis isi, sebagai sodoran pertama, kami unjukan isi dalam artikelnya berikut ini...

"Dengan demikian, hasil Pleno KPU Batara yang memenangkan Paslon Gogo-Helo dengan 8 suara itu belum sah, lantaran sedang dimohonkan AgiSaja untuk dibatalkan MK"

Secara mudah sekali dipatahkan dengan jurus analisis isi versi kita, tidak ada hasil pleno KPU memenangkan Paslon Gogo Helo, Tidak ada sama sekali deklarasi atau tertuang dalam surat resmi maupun bukti visual KPU memenangkan Gogo Helo lewat hasil rekapitulasinya. KPU hanya menyampaikan hasil rekap seadanya. Dari sini terlihat sudah ambyarnya yang dia sebut "analisis isi" yang biasa dalam metode penelitian ilmiah. Analisis isi sudah pasti tidak boleh sembarangan menggoreskan kalimat apapun alasannya apalagi ngeles setelahnya. Lebih lagi berbicara hukum.

Hasil rekapitulasi KPU adalah "sah" dan bersertifikat, karena apa? Karena tiap surat-surat keputusan lembaga negara yang resmi adalah sah.

Sah atau tidak sah yang berhak mengeluarkannya adalah lembaga resmi negara, bukan tiap individu bisa seenaknya mensahkan atau tidak mensahkan apalagi melarang.

Justru disinilah ketika disebutnya "kita negara hukum" menjadi pukulan balik. Kita sebagai yang taat hukum seharusnya mengikuti koridor mekanisme hukum, mengakui putusan hukum lembaga resmi. Seharusnya berkata, "Saya hormati keputusan KPU, dan akan saya tempuh lagi ke jalur MK". Jadinya kita tidak keluar dari jalur tatanan hukum yang sah selama memperjuangkannya.

Boleh saja menyebutnya tidak sah, namun jatuhnya hanya sebagai asumsi saja. Yang sah tetap adalah keputusan resmi lembaga negara.

Apabila keputusan dari lembaga negara saja tidak kita akui sah, secara tidak langsung sebenarnya kita sedang tidak mengakui jalur instrumen negara.

Hasil rekapitulasi KPU sebelum dilakukan pleno harus ada syarat-syarat yang mencukupi, seperti adanya para saksi dan lainnya. Maka apabila ingin menunjukkan tidak sahnya, maka dia harus dapat membawakan bukti bahwa syarat untuk menggelar pleno itu tidak mencukupi. Pada hal itulah dia bisa mempermasalahkan sah atau tidaknya. Bukan dengan mempermasalahkan hasil perolehan angkanya yang sudah keluar. Sudah terlambat.

Meskipun kita sampai menangis darah, keputusan resmi apapun yang dikeluarkan oleh lembaga resmi itu adalah sah.

Maka yang benar, hasil rekapitulasi sah saja, tapi tidak dapat mensahkan sebagai pemenangan pilkada, karena rekapitulasi hanya proses merekap.

Begitulah caranya yang pas, putusan lembaga resmi kita hormati seraya kita berupaya memperjuangkan yang menurut kita benar dan kuat untuk mengubahnya.

Ada lagi yang juga penting sebelum mengangkat tentang pembicaraan "sah". Seharusnya kita tahu dulu arti sah itu apa. Jangan-jangan dalam asumsinya sah adalah "keputusan yang harga mati". Itu Keliru berat. Sah artinya "resmi*"

Keputusan pleno oleh lembaga negara seperti KPU dan lainnya adalah resmi (sah). Surat undangan biasanya pun itu sah karena dia lembaga "resmi".

Jadi, bila mempermasalahkan sahnya angka perolehan di Pilkada jangan pada hasil pleno kemarin, sampai kiamatpun putusan lembaga negara itu resmi (sah). Hanya membuang-buang tenaga saja. Fokuskan ketahap berikutnya. Yang kita masalahkan adalah subtansi persoalan Pilkadanya, bukan pada sahnya..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun