Karena dia bukan "orang hukum", penulis pikir menjadi pas bila yang melayaninya bukan orang hukum pula, jadinya sebanding hehe...
Maka kami tuliskan di artikel ini, tanggapan pada artikel yang dia sebut akademis tersebut...
Mengenai analisis isi, sebagai sodoran pertama, kami unjukan isi dalam artikelnya berikut ini...
"Dengan demikian, hasil Pleno KPU Batara yang memenangkan Paslon Gogo-Helo dengan 8 suara itu belum sah, lantaran sedang dimohonkan AgiSaja untuk dibatalkan MK"
Secara mudah sekali dipatahkan dengan jurus analisis isi versi kita, tidak ada hasil pleno KPU memenangkan Paslon Gogo Helo, Tidak ada sama sekali deklarasi atau tertuang dalam surat resmi maupun bukti visual KPU memenangkan Gogo Helo lewat hasil rekapitulasinya. KPU hanya menyampaikan hasil rekap seadanya. Dari sini terlihat sudah ambyarnya yang dia sebut "analisis isi" yang biasa dalam metode penelitian ilmiah. Analisis isi sudah pasti tidak boleh sembarangan menggoreskan kalimat apapun alasannya apalagi ngeles setelahnya. Lebih lagi berbicara hukum.
Hasil rekapitulasi KPU adalah "sah" dan bersertifikat, karena apa? Karena tiap surat-surat keputusan lembaga negara yang resmi adalah sah.
Sah atau tidak sah yang berhak mengeluarkannya adalah lembaga resmi negara, bukan tiap individu bisa seenaknya mensahkan atau tidak mensahkan apalagi melarang.
Justru disinilah ketika disebutnya "kita negara hukum" menjadi pukulan balik. Kita sebagai yang taat hukum seharusnya mengikuti koridor mekanisme hukum, mengakui putusan hukum lembaga resmi. Seharusnya berkata, "Saya hormati keputusan KPU, dan akan saya tempuh lagi ke jalur MK". Jadinya kita tidak keluar dari jalur tatanan hukum yang sah selama memperjuangkannya.
Boleh saja menyebutnya tidak sah, namun jatuhnya hanya sebagai asumsi saja. Yang sah tetap adalah keputusan resmi lembaga negara.
Apabila keputusan dari lembaga negara saja tidak kita akui sah, secara tidak langsung sebenarnya kita sedang tidak mengakui jalur instrumen negara.
Hasil rekapitulasi KPU sebelum dilakukan pleno harus ada syarat-syarat yang mencukupi, seperti adanya para saksi dan lainnya. Maka apabila ingin menunjukkan tidak sahnya, maka dia harus dapat membawakan bukti bahwa syarat untuk menggelar pleno itu tidak mencukupi. Pada hal itulah dia bisa mempermasalahkan sah atau tidaknya. Bukan dengan mempermasalahkan hasil perolehan angkanya yang sudah keluar. Sudah terlambat.