Oke lah ada wartawan-wartawan kritis, tetapi media mereka media lokal yang sepi pengunjung. Siapa yang peduli beritanya?
Misalkan kita himpun saja media lokal kritis dan barisan sakit hati, hitung-hitung asal terhimpun perlawanan untuk gerakan perubahan. Akan tetapi patah semangat timbul lagi, karena si raja kecil telah membayar media arus utama atau media nasional seperti TV swasta untuk menjadi corong memberitakan kesuksesan (semu) pemerintahannya.
Bagaimana mau menegakan pilar demokrasi di daerah lewat media, sedangkan kita hanya media lokal. Sanggupkah kita menandingi media raksasa sekelas telivisi nasional yang kaya raya milik politisi partai itu?
Disinilah yang ingin penulis artikel coba ungkap untuk memberikan keyakinan, bahwa media lokal sebenarnya bukan media kaleng-kaleng. Meski pun ingin dikalahkan raja kecil dengan pengaruh media besar sebenarnya akan sia-sia.
Media lokal sebenarnya adalah "kekuatan besar".
Penulis disini akan mengutip pendapat para akademisi barat tentang media lokal, yang "raja kecil" pun mungkin telah salah perhitungan.
Orang-orang yang bekerja di media lokal tinggal di masyarakat dan mereka terkena dampak yang sama seperti pemirsanya sendiri.
Dikatakan oleh Dustin Carnahan kepada 7 Action News :
"Berita lokal kuat dalam menyajikan kasus faktual tentang apa yang sebenarnya terjadi,"
Carnahan merupakan asisten profesor komunikasi dan politik di Michigan State University.
Robert Yoon, dosen di University of Michigan dan direktur asosiasi Knight Wallace Fellowships mengatakan :