Mohon tunggu...
M. Gazali Noor
M. Gazali Noor Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan.

Hobi pada buku bacaan dan pemikiran rasional dan humanis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Dunia Jurnalistik Sejak Alm. Departemen Penerangan.. Gejala, Dinding Wartawan dan Buzzer

13 Agustus 2024   22:09 Diperbarui: 25 Agustus 2024   22:05 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memory peninggalan lama sisa-sisa orde baru yang masih tertinggal hingga kini masih ada satu sepertinya. Yaitu anggapan bahwa organisasi induk wartawan di seluruh Indonesia hanya satu. Padahal ini tidaklah benar. Sekarang ada AJI, AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia) dan banyak lagi organisasi yang menaungi wartawan. Dari segi profesionalisme atau integritas malah relatif lebih bening. AJI contohnya, mereka bahkan memiliki jaringan hingga di luar negeri, sajian beritanya pun sangat jempolan. Dahulu memang Pemerintah otoriter orde baru menginginkan wadah tunggal wartawan, mungkin untuk kepentingan kemudahan mengontrol wartawan.  Tetapi hal itu ditolak, termasuk oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) tadi. Kini masih banyak anggapan organisasi wartawan hanya satu, jelas ini pemikiran sisa-sisa orde baru.

Fungsi wartawan atau jurnalis adalah sebagai fungsi kontrol sosial bagi pemerintah, pengokoh tegaknya demokrasi (kebebasan). Wartawan sudah semestinya bukan "plat merah".

Sangat lebih fatal lagi, apabila Polisi umpamanya, memposisikan dirinya sebagai wartawan berita. Bahkan menyuplai produk berita untuk media pers berizin, yang lagi-lagi medianya menyebut diri sebagai "Pelopor Jurnalis Warga" sebagaimana dalil tameng di atas tadi

Atau pun tentara, misalkan saja, hadir dengan pakaian sipil, rambut panjang, penampilan nyentrik. Turut mengambil gambar acara pula seperti para wartawan tiap ada kegiatan resmi yang ditonton masyarakat banyak. Tentu saja bila ditanya alasannya untuk tugas dokumentasi. Tapi mengapa menyamar-nyamar? 

Bila wartawan yang pura-pura tidak tahu bertanya untuk menguji "dari media mana?". Jawabnya, supaya masih setengah dikira wartawan, "saya masih belajar" katanya. Barangkali menyerupa-nyerupai demikian baginya merupakan "kegiatan intelijen", kendati tampilnya diacara-acara, bukan di wilayah dengan ancaman militer.

Sedangkan sebagaimana dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Indonesia, Ade Wahyudi, Fungsi kepolisian (apalagi militer) dengan Pers berbeda. Wartawan menggunakan Undang-Undang Pers dalam menjalankan mandat kepentingan publik, sedangkan Kepolisian berdasar Undang-Undang Kepolisian sebagai penegak hukum.

Peraturan Dewan Pers No. 01 / Peraturan -- PP/X/2018 sebagai standar kompetensi wartawan adalah, tidak menjadi bagian Partai Politik, Anggota Legislatif, Humas Lembaga Pemerintahan dan Swasta, anggota TNI dan Polri.

Setiap wartawan biasanya bernaung dibawah organisasi Pers seperti AJI, AWPI, PWI dll. Dalam persyaratan menjadi anggotanya tidak memperbolehkan aparatur negara menjadi wartawannya.

Memang boleh aparatur negara menjadi pemberita, namun karena terikat dengan lembaga pemerintah, jatuhnya sebagai "buzzer".

Penulis : M. Gazali Noor (Wartawan Lokal)

Artikel ini pernah terbit dibeberapa media oleh penulis yang sama dan kini mendapat sekelumit tambahan untuk melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun