Bila pernah menjadi remaja pada masa pemerintahan Orde Baru pastinya tahu betul sebuah institusi bernama "Departemen Penerangan". Di kota kecil Muara Teweh, kantornya dulu yang kini menjadi kantor Dinas Pariwisata. Tepat disamping Masjid At Taqwa depan SMA 1 Muara Teweh.
Di gedung kantor itulah dahulu tempat bercokol departemen yang mengawasi warga Muara Teweh yang berlomba ingin mendirikan Radio Swasta. Frekwensi radio dipantau oleh Dinas ini. Apabila sebuah stasiun radio rumahan seperti FM atau AM tidak memperdengarkan berita dari RRI (Radio Republik Indonesia) pada jam-jam tertentu, dapat terkena teguran.Â
Departemen ini tugasnya "nguping" siaran-siaran radio dimasa itu. Departemen Penerangan momok yang menakutkan bagi pegiat media elektronik dan surat kabar swasta pada masa itu.
Departemen ini sebenarnya dipimpin seorang bekas wartawan, Harmoko. Akan tetapi apa lacur, media pers seperti Tempo dan Kompas pernah tumbang ditangan departemen ini, justru saat mantan wartawan tersebut menjabat Menteri Penerangannya.
Orde Baru bukan saja menyikat media pers yang kritis, mereka juga mendirikan media untuk mengawal pemerintahannya. Surat Kabar "Angkatan Bersenjata" yang terbit 1965 misalnya. Boleh dikata media ini adalah "mesin propaganda" pemerintah Orde Baru. Termasuk tentu saja untuk menangkal dan menangkis berita kritis kepada pemerintah (penguasa).
Sekarang kita sudah ditakdirkan hidup di era reformasi dan demokrasi. Departemen Penerangan sudah almarhum, begitu juga dengan aktor-aktor kebijakannya.
Saat ini lembaga yang hadir untuk urusan informasi bukan lagi Departemen Penerangan. Sekarang hadir wajah baru era reformasi dan demokrasi yang bernama "Kominfo". Jelas Kominfo tidak lagi memposisikan diri sebagaimana Departemen Penerangan dimasa lampau.
Kominfo saat ini bila kita lihat, tidak menerbitkan koran layaknya "Angkatan Bersenjata" orde baru. Mereka justru menggiatkan diri mengadakan "Pelatihan Jurnalistik" dan membuat media daring. Ini bisa diketahui bila kita sedikit rajin berselancar di google.
ASN dilatih dalam sebuah latihan, bagaimana tata cara menyajikan berita layaknya wartawan. Biasanya mereka mengundang narasumber dari media pers terkemuka yang mau sebagai pengajar jurnalistiknya. Salah satu alasannya yang kita dengar adalah, ini perlu kita cetak tebal, untuk "menyikapi isu kekinian".
Kominfo era ini tentu bukan pula untuk menjadi "penggembala wartawan". Misalnya saja disebuah acara resmi ada wartawan yang tidak sengaja berdiri agak kemuka, maka pihak Kominfolah yang diminta protokoler acara untuk "menjinakkan" wartawan tersebut mestinya harus berdiri dimana. Semacam ada tugas tak tertulis menggembala wartawan.
Disebuah web suatu Kementrian ada artikel, "ASN bisa menjadi wartawan". Alasan untuk menyokong hal tersebut, yaitu kata cantik bernama "citizen journalism" (Jurnalisme Warga). Kata cantik ini sepertinya kata yang menjadi andalan saat ini. Dengan dalil "citizen journalism", maka semuanya dapat menyebut diri sebagai jurnalis/wartawan menurutnya. Berdirilah web-web berita online berseragam dinas. Padahal "jurnalisme warga" cendrung berbentuk berita spontan masyarakat.
Memory peninggalan lama sisa-sisa orde baru yang masih tertinggal hingga kini masih ada satu sepertinya. Yaitu anggapan bahwa organisasi induk wartawan di seluruh Indonesia hanya satu. Padahal ini tidaklah benar. Sekarang ada AJI, AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia) dan banyak lagi organisasi yang menaungi wartawan. Dari segi profesionalisme atau integritas malah relatif lebih bening. AJI contohnya, mereka bahkan memiliki jaringan hingga di luar negeri, sajian beritanya pun sangat jempolan. Dahulu memang Pemerintah otoriter orde baru menginginkan wadah tunggal wartawan, mungkin untuk kepentingan kemudahan mengontrol wartawan. Tetapi hal itu ditolak, termasuk oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) tadi. Kini masih banyak anggapan organisasi wartawan hanya satu, jelas ini pemikiran sisa-sisa orde baru.
Fungsi wartawan atau jurnalis adalah sebagai fungsi kontrol sosial bagi pemerintah, pengokoh tegaknya demokrasi (kebebasan). Wartawan sudah semestinya bukan "plat merah".
Sangat lebih fatal lagi, apabila Polisi umpamanya, memposisikan dirinya sebagai wartawan berita. Bahkan menyuplai produk berita untuk media pers berizin, yang lagi-lagi medianya menyebut diri sebagai "Pelopor Jurnalis Warga" sebagaimana dalil tameng di atas tadi
Atau pun tentara, misalkan saja, hadir dengan pakaian sipil, rambut panjang, penampilan nyentrik. Turut mengambil gambar acara pula seperti para wartawan tiap ada kegiatan resmi yang ditonton masyarakat banyak. Tentu saja bila ditanya alasannya untuk tugas dokumentasi. Tapi mengapa menyamar-nyamar?Â
Bila wartawan yang pura-pura tidak tahu bertanya untuk menguji "dari media mana?". Jawabnya, supaya masih setengah dikira wartawan, "saya masih belajar" katanya. Barangkali menyerupa-nyerupai demikian baginya merupakan "kegiatan intelijen", kendati tampilnya diacara-acara, bukan di wilayah dengan ancaman militer.
Sedangkan sebagaimana dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Indonesia, Ade Wahyudi, Fungsi kepolisian (apalagi militer) dengan Pers berbeda. Wartawan menggunakan Undang-Undang Pers dalam menjalankan mandat kepentingan publik, sedangkan Kepolisian berdasar Undang-Undang Kepolisian sebagai penegak hukum.
Peraturan Dewan Pers No. 01 / Peraturan -- PP/X/2018 sebagai standar kompetensi wartawan adalah, tidak menjadi bagian Partai Politik, Anggota Legislatif, Humas Lembaga Pemerintahan dan Swasta, anggota TNI dan Polri.
Setiap wartawan biasanya bernaung dibawah organisasi Pers seperti AJI, AWPI, PWI dll. Dalam persyaratan menjadi anggotanya tidak memperbolehkan aparatur negara menjadi wartawannya.
Memang boleh aparatur negara menjadi pemberita, namun karena terikat dengan lembaga pemerintah, jatuhnya sebagai "buzzer".
Penulis : M. Gazali Noor (Wartawan Lokal)
Artikel ini pernah terbit dibeberapa media oleh penulis yang sama dan kini mendapat sekelumit tambahan untuk melengkapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H