Mohon tunggu...
Muhammad ulin nuha
Muhammad ulin nuha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga, pendia, penyabar,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problemetika Konstitusi yang Tiada Akhir

8 Oktober 2024   22:56 Diperbarui: 9 Oktober 2024   00:37 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Konstitusi adalah kumpulan peraturan yang mengatur ketatanegaraan suatu negara, termasuk struktur dan fungsi lembaga pemerintah. Konstitusi juga mengatur hubungan kerja sama antara negara dan rakyat. Konstitusi merupakan aturan dasar yang mengikat bagi setiap warga negara. Konstitusi dapat berupa konstitusi tertulis atau konstitusi tidak tertulis. Contoh konstitusi tertulis di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)

    Suatu negara tidak luput dengan suatu masalah yang muncul dalam hal konstitusi terutamanya, karana konstitusi akan berubah seakan perkembangan zaman. Dalam hal konstitusi di Indonesia, perihal  undang-undang dalam penerapanya masih banyak yang kurang terlaksana, karena kurangnya kesadaran para pemerintah, penjabat, dan masyarakat. Permasalahn konstitusi Indonesia banyak merugikan Masyarakat, yang bermungkinan kepercayaan ke pemerintah berkurang.

     Media sosial telah menjadi salah satu arena utama untuk berdiskusi mengenai isu-isu konstitusi di Indonesia. Karena media sosial telah mudah di akses di berbagai kalangan.  Sejumlah masalah konstitusi yang mengemuka belakangan ini tidak hanya menarik perhatian para akademisi dan politisi, tetapi juga masyarakat luas. 

Dengan begitu cepatnya penyebaran informasi ke Masyarakat. Dalam  beberapa waktu terakhir, isu konstitusi di media sosial semakin mengemuka, mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan regulasi yang dianggap tidak berpihak, karena setiap perkara hanya condong untuk melindungi penjabat penjabat pemerintah, sehingga kepercayaannya sangat minim.

     Media sosial berperan penting dalam menyebarkan informasi, tetapi juga dapat memperparah polarisasi. Oleh karena itu, edukasi konstitusi dan peningkatan kesadaran hukum sangat diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga dan mengawasi penerapan konstitusi dengan cara yang tepat dan bijaksana. Berbagai topik, mulai dari amandemen UUD 1945 hingga lembaga-lembaga negara, menciptakan gelombang perdebatan yang menggugah kesadaran politik masyarakat. Melalui opini ini, kita akan menggali lebih dalam beberapa problematika konstitusi yang ramai diperbincangkan di media sosial.\

Isu amandemen UUD 1945

Isu amandemen kelima yang hendak dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terhadap UUD 1945 telah menciptakan polemik dalam ranah politik-hukum Indonesia. Wacana perubahan pasal-pasal dalam UUD 1945 ini menekankan pada upaya restorasi kelembagaan dan kewenangan MPR, seiringan dengan menguatnya urgensi politik mengembalikan penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh elit politik. 

Namun, narasi amandemen ini teralihkan oleh narasi amandemen terbatas UUD 1945 kontroversial terkait penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Lantas, dalam tulisan ini, D. Nicky Fahrizal mengukur dan meninjau seberapa besar amandemen akan dilakukan oleh anggota MPR periode 2019-2024 serta dampaknya dalam mencegah terjadinya kegagalan konstitusional negara.

      Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, maka seharusnya MPR kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif. Sehingga dengan kewenangan tersebut dapat mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat regeling guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar,

       Amandemen terbatas UUD 1945 dikhawatirkan dapat menjadi pintu masuk dan bola liar bagi kepentingan politik pragmatis elitis untuk mengubah berbagai pasal dalam UUD 1945 yang tidak hanya terbatas pada masalah PPHN tetapi juga isu lainnya, yang jelas-jelas menghianati amanah reformasi.

     MPR juga perlu terus mendorong terciptanya suasana kebangsaan yang kondusif dan tidak lelah untuk terus berdialektika menyamakan persepsi bangsa akan pentingnya bangsa yang besar ini kembali memiliki GBHN model baru atau PPHN melalui jalan amandemen terbatas UUD NRI 1945. Jika semua prasyarat formil dan non-formil tersebut sudah terpenuhi, maka di situlah momentum yang tepat bagi MPR melakukan langkah formil kenegaraan amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara dan haluan pembangunan nasional bangsa Indonesia demi kesinambungan dan kepastian masa depan bangsa dan negara Indonesia Raya tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun