Mohon tunggu...
Arya Ramadhan
Arya Ramadhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya sangat senang menulis dan membaca, saya menemukannya ketika sudah kelas 1 SMA. Saya juga tertarik dengan dunia PERS, Jurnalistik, Wartawan dan sebagainya. Saya juga senang belajar ekonomi,sejarah, psikologi, dan hubungan internasional. Nomor Gopay : 085156640953 (Arya Ramadhan)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dihancurkan Diponegoro dan Dibangkitkan Tanam Paksa

29 Juni 2023   20:14 Diperbarui: 29 Juni 2023   20:31 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Raden Saleh:https://pin.it/2tBui6w

  Mengapa Perang ini sangat membuat kewalahan dan harus mengucurkan kas Belanda dalam jumlah besar untuk membiayai perang ini? Jawabannya menurut penulis karena banyaknya pihak yang terlibat dalam perang ini dan juga karena perang ini adalah perang total atau dalam kata lain perang penghabisan, oleh karena itu mereka berjuang mati-matian untuk bisa memenangkan perang ini. Tercatat Biaya untuk perang tersebut tidak kurang dari 20 juta gulden. Setelah perang ini juga tercatat menelan korban tewas sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi.

  Lalu bagaimana nasib Pulau Jawa khususnya Yogjakarta setelah perang usai? Menurut (Mustarom, 2017) mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang, Belanda secara tak terbantahkan menguasai pulau Jawa dan sebuah fase baru pemerintah kolonial Belanda dimulai dengan diberlakukannya "sistem tanam paksa" (cultuur stelsel) pada tahun 1830-1870 oleh Gubernur Jenderal Johannes van van den Bosch (menjabat antara 1830-1834). Hal ini menjadi tanda bahwa benar-benar dimulainya penjajahan Belanda yang sesungguhnya di tanah Jawa. Keadaan rakyat semakin tertindas, ditambah dengan pengasingan terhadap Pangeran Diponegoro.


Lalu bagaimana Tanam Paksa atau Cultuurstelsel ini dapat membangkitkan perekonomian belanda lagi setelah perang Jawa?

   Singkatnya, setelah Belanda dapat memenangkan perang Diponegoro, Belanda langsung banting setir, karena tanah jajahan yang ia dambakan untuk mendapatkan surplus ekonomi malah membawa malapetaka besar bagi kas Belanda. Maka, tepat pada tahun 1830, Pemerintah kerajaan Belanda lewat gubenur jenderal Johanes Van Den Bosch memutuskan untuk menerapkan cultuurstelsel atau tanam paksa yang dipusatkan dipulau Jawa yang diharapkan bisa menjadi pemasukan tambahan Kas Kerajaan Belanda. Lalu apa komoditi ekspor utamanya? Diantaranya ada kopi, gula, Nila, Teh, Tembakau, dll. 

Harga Komoditas tersebut ditetapkan kerajaan Belanda yang tentunya sangat murah untuk dijual dipasar Eropa dengan harga berkali-kali lipat untuk mendapatkan keuntungan atas selisih harga tersebut. Keuntungan tersebut disebut Batig slot yang secara mudahnya adalah perbedaan keuntungan harga beli dipulau Jawa dengan harga jual di pasar Eropa.

  Lalu bagaimana hasil kebijakan tersebut? Pemerintah Belanda mengalami surplus ekonomi dalam jumlah besar. Sebuah sistem yang memberikan penghasilan bersih kepada Belanda sebesar 832.000.000 gulden (setara dengan USD75 miliar uang hari ini) sehingga meringankan beban transisi negara tersebut menuju ke ekonomi industri modern. Perkembangan pasca-Perang Jawa. Diperkuat dengan satu studi yang memperkirakan bahwa setiap tahun rata-rata sekitar 6% dari PDB Jawa ditransfer ke Belanda melalui sistem Tanam Paksa tersebut.

  Mengenai Dampak pasti kita bisa berkesimpulan bahwa tanam paksa itu sangat merugikan masyarakat Indonesia, tetapi ada hal yang bisa kita jadikan pelajaran untuk digarisbawahi bahwa rakyat Indonesia dapat mengenal jenis tanaman baru, Direkonstruksi infrastruktur seperti jalan, jembatan, dll dan dampak positif yang paling penting menurut penulis adalah kebijakan balas Budi kerajaan Belanda yang biasa disebut Politik Etis, dari Program tersebut akan muncul masyarakat terpelajar yang dimasa depan akan membawa semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Bagaimana kelanjutannya? Simak penjelasannya di konten selanjutnya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabaraktu

Referensi Utama :
 Boediono. 2016. Ekonomi Indonesia. Bandung : Mizan
  Hartono,Agus Setyo dan Lukman Yudho Prakoso. 2021. LITERATURE REVIEW; PERANG JAWA TERBESAR (PERANG DIPONEGORO) 1825-1830 DALAM PANDANGAN KONSEP PERANG SEMESTA ATAU TOTAL WAR. Bogor : Universitas Pertahanan. Diakses dari https://www.jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-idea/article/view/1227
  Hartono, Agus Setyo. 2021. PERANG JAWA TERBESAR (PERANG DIPONEGORO) 1825-1830 DALAM PANDANGAN KONSEP PERANG SEMESTA ATAU TOTAL WAR. Bogor : Universitas Pertahanan. Diakses dari https://www.jurnal.syntax-idea.co.id/index.php/syntax-idea/article/view/1227
   Dewi, Vira Maulisa, dkk. 2020. PANGERAN DIPONEGORO DALAM PERANG JAWA 1825-1830. Jawa Timur : Universitas Jember. Diakses dari https://www.ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/254
 Sondarika, Wulan. 2019. Dampak Culturstelsel (Tanam Paksa) Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870. Ciamis : Universitas Galuh Ciamis. Diakses dari https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/337

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun