Penulis : Jefta Ramschie
Pada tanggal 5 Mei 2024, masyarakat Cirebon dihebohkan dengan penemuan sesosok mayat perempuan tanpa identitas dalam karung yang mengambang di Sungai Tegalgubug, Cirebon, Jawa Barat. (Sumber : Kompas.Tv 11/05/2024).
Kemudian pada tanggal 11 Mei 2024, setelah dilakukan pendalaman akhirnya Polisi berhasil memecahkan misteri tersebut dengan menangkap CH dan FH di lokasi yang berbeda. Adapun CH ditangkap di Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, sedangkan FH ditangkap di Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon.
Proses penangkapan pun berlangsung dramatis karena kedua tersangka sempat melakukan perlawanan, sehingga pihak berwajib pun melakukan tindakan tegas terukur dengan cara menembak kaki mereka.
Kronologi kejadian.
Berdasarkan pengakuan oleh kedua pelaku, terungkap kronologi pembunuhan terhadap IF. Awalnya, CH dan IF berkenalan melalui media sosial facebook dan setelah itu CH mengundang IF untuk datang ke rumahnya.
CH kemudian menjemput korban pada malam hari tertanggal 3 Mei 2024, dan mengajak korban untuk menginap dirumahnya. Sesampai dirumah, CH memukul bagian belakang kepala dari korban menggunakan balok kayu, sehingga menyebabkan korban tak sadarkan diri.
Saat mengetahui korban sudah dalam keadaan tak sadarkan diri, CH dan FH pun secara bersama-sama melancarkan aksi bejatnya dengan cara memperkosa korban. Tak hanya sampai disitu, kedua pelaku juga mencekik korban hingga membuat korban kesulitan bernafas dan tewas.
Setelah melancarkan aksi bejatnya dan memastikan bahwa korban telah tewas, kedua pelaku memasukan jasad IF ke dalam karung dan membuangnya ke sungai yang berada di samping rumah CH.
Pertanggungjawaban pidana kedua pelaku.
Merujuk pada perbuatan yang dilakukan oleh kedua pelaku, maka keduanya dapat dimintai pertanggungjawaban sebagaimana diatur dengan Pasal 285, 286, 338, 340 jo. Pasal 55 KUHP.
Adapun bunyi Pasal di atas, sebagai berikut :
Pasal 285 KUHP :
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286 KUHP :
Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 338 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 55 KUHP :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana :
    1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan itu;
    2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan         memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap Penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Berdasarkan Pasal tersebut, dapat dilihat unsur penyertaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yakni :
- Orang yang melakukan (pleger).
Orang yang secara materiil dan persoonlijk nyata-nyata melakukan perbuatan yang secara sempurna memenuhi semua unsur dari rumusan delik yang terjadi.
Oleh karena itu, pada prinsipnya ia merupakan orang yang baik secara sendiri maupun terkait dengan orang lain, telah dapat dijatuhi pidana. Dalam doktrin hukum pidana, pleger dibedakan dengan dader.
Pleger adalah pembuat dari suatu perbuatan pidana atau orang yang melaksanakan semua unsur delik dan pembuat yang mempunyai kualifikasi sebagai terdakwa.
Sedangkan dader adalah orang yang menjadi pelaku penyertaan yang dapat dipidana yang sama dengan pembuat. Dengan demikian, pleger adalah orang yang memenuhi semua unsur delik, termasuk juga bila dilakukan melalui orang-orang lain atau bawahan mereka. (Sumber : Skripsi Jefta Ramschie, hlm. 49-50)
- Yang menyuruh melakukan (doen pleger).
Disini sedikitnya harus ada dua orang, yang menyuruh melakukan (doen pleger) dan yang disuruh. Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang melakukan peristiwa pidana.
Orang yang disuruh tersebut hanya merupakan instrument untuk melakukan perbuatan pidana tersebut. Dalam artian bahwa, orang yang disuruh tersebut tidak dapat dihukum atau dimintai pertanggungjawaban karena dalam menjalankan perbuatan tersebut ia dalam keadaan terpaksa (overmacht) sebagaimana di atur dalam Pasal 48 KUHP atau orang tersebut mengalami gangguan mental/gila sebagaimana diatur dalam Pasal 44 KUHP.
Menurut Jonkers dalam bukunya Handboek van het Nederlands Indische Strafrecht, pada doen pleger pelaku yang melakukan perbuatan tersebut dinamakan willoos werktuig atau  manus ministra atau manus domina. (Sumber : Skripsi Jefta Ramschie, hal.50-51)
- Turut serta melakukan (medepleger).
Turut serta melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut serta melakukan (medepleger) peristiwa pidana itu.
Disini diminta, bahwa kedua orang tersebut harus sama-sama telah melakukan perbuatan pelaksanaan atau telah melakukan anasir/elemen dari peristiwa pidana tersebut. Tidak boleh hanya melakukan perbuatan persiapan, sebab jika demikian maka orang tersebut tidak tergolong sebagai orang yang turut serta melakukan (medepleger) akan tetapi tergolong sebagai orang yang membantu melakukan (medeplichtige) sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP.
Mereka yang ikut serta dalam suatu tindak pidana, terdapat ciri  dalam bentuk mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana, antara lain :
a. Perbuatan pelaksanaan melibatkan dua orang atau lebih;
b. Semua yang terlibat benar-benar melakukan kerjasama secara fisik, dalam artian bahwa mereka saling membantu satu dengan yang lainnya.
c. Kerjasama tersebut dijalin bukan semata-mata karena kebetulan, melainkan memang telah merupakan kesepakatan yang telah direncanakan bersama. (Sumber : Skripsi Jefta Ramschie, hal. 51-52).
Legal Opinion penulis terhadap kasus misteri mayat di dalam karung.
Berdasarkan penjabaran kronologi pembunuhan yang didapatkan dari pengakuan kedua pelaku, kendati demikian belum ditemukannya motif dibalik pembunuhan ini, namun patut di duga bahwa perbuatan yang dilakukan oleh kedua pelaku ini telah direncanakan sebelumnya.
Fakta yang mendasari penulis dalam menarik kesimpulan demikian, yaitu :
- Adanya unsur penyertaan.
Setelah pelaku CH berkenalan dengan korban di media sosial, ia mengajak korban untuk datang ke rumahnya. Sejak awal FH sudah bersama-sama dengan CH di rumahnya, bahkan FH pun turut menjalankan aksi bejatnya dengan cara turut serta memperkosa dan mencekik korban.
Sebagaimana dimuat dalam penjelasan terkait unsur turut serta melakukan di halaman sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang merupakan perbuatan pidana yang sudah direncanakan terlebih dahulu.
- Keberadaan balok kayu.
Keberadaan balok kayu yang digunakan untuk memukul kepala bagian belakang korban, janggal rasanya jika keberadaan kayu tersebut tidak dipersiapkan sejak awal.
Karena jika memang niat pelaku murni untuk membunuh korban muncul seketika saat itu, harus ada trigger yang mendasari pelaku membunuh korban. Entah itu karena rasa tersinggung atas ucapan korban ataupun perbuatan korban yang membuat pelaku sakit hati hingga membunuh korban.
Namun berdasarkan pengakuan pelaku, setibanya korban di TKP spontan pelaku memukul korban dengan balok kayu hingga tak sadarkan diri. Hal ini merepresentasikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, telah direncanakan terlebih dahulu.
- Â Adanya upaya untuk menghilangkan jejak.
Setelah melakukan perbuatan mereka dan memastikan bahwa korban telah tewas, kedua pelaku tersebut bekerja sama untuk menghilangkan jejak pembunuhan dengan cara mengikat tangan korban dan dimasukan kedalam karung, kemudian membuang jasad korban ke sungai yang berada di samping rumah CH.
Kerjasama ini tentu bukanlah semata-mata dilakukan secara kebetulan, namun kerjasama ini merupakan kesepakatan yang telah di rencanakan bersama, hal ini termuat dalam unsur turut serta melakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Merujuk pada fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur merencanakan perbuatan pidana oleh kedua pelaku telah terpenuhi.
Pihak kepolisian harus secara cermat mengungkap kasus ini, agar dalam penerapan Pasal terhadap pelaku seyogyanya menggunakan Pasal yang mengandung unsur "perencanaan". Begitu juga dengan putusan hakim nanti, sehingga dapat memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi korban dan keluarga korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H