Mohon tunggu...
Jeni fitriasha
Jeni fitriasha Mohon Tunggu... -

Eks. mahasiswa Psikologi. Pemilik sunyiberdialog.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu/Guru

21 Juni 2016   12:50 Diperbarui: 21 Juni 2016   13:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa detik, kami berdua terdiam. Bingung, takut dan cemas. Sejurus kemudian, bapak langsung ke kamar, mengambil dompetnya dan kunci mobil. Aku juga langsung masuk kamarku, mengganti baju, mengambil dompet dan handphone. Lalu segera keluar, kulihat bapak sudah duduk di ruang tengah menungguku.

“Ayo kita jemput ibukmu, Dek.” Aku mengangguk, paham.

*

Hari ini, hari ke tujuh. Rumah dipadati ibuk-ibuk dari pengajian yang selalu rutin ibu datangi setiap malam rabu. Bukan hanya ibuk-ibuk dari pengajian tapi juga teman-teman ibu di sekolah tempat beliau mengajar, hampir semuanya datang ke rumah. Sanak-saudara juga begitu.

Aku sebagai kakak tertua, mulai kelimpungan menghadapi para tamu. Adik-adikku juga tidak kalah bingungnya. Aku rasa mulai sekarang mereka harus terbiasa, bekerja seperti ini sendiri-sendiri. Kucari di mana bapak, di antara wajah para tamu. Kutemukan wajah letih dan sedih bapak di kelilingi para sanak saudara laki-laki yang duduk bersama. Sejenak aku termenung dengan al quran di tanganku. Di samping bapak duduk, ada Rifal adik lelakiku satu-satunya. Ia juga hanya diam-diam saja sambil menatap kosong ke depan. Kulihat ibuk-ibuk pengajian yang sedang duduk di hadapanku, mereka komat-kamit melafaskan yasin. Lalu aku menoleh ke sebelah kanan, tempat berkumpulnya guru-guru di sekolah ibu mengajar, ada yang memegang al quran, ada juga yang saling berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan.

Mungkin mereka membicarakan soal ibu. Mungkin mereka membicarakan soal diri mereka sendiri atau mereka sedang menerka-nerka kapan Tuhan membuat mereka jatuh sakit biar mereka bisa mempersiapkan diri agar nanti sakitnya tidak jadi datang, atau sakitnya cukup satu hari, dua hari saja. Biar tunjangan profesinya tidak dipotong sampai satu bulan. Seperti yang sudah ibu alami. Karena ibu tidak mengajar selama tiga hari tunjangan profesinya memang dipotong. Lalu di hari kemudian ibu sudah tidak ada.

Ibu sudah tidak ada.

***

Ujung Gurun, 21 Februari 2015

Terbit di Padang Ekspres, 13 September 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun