Mohon tunggu...
jeannerose
jeannerose Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Ujung Waktu

24 November 2024   08:00 Diperbarui: 24 November 2024   08:11 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arif merasakan sesak di dadanya. Betapa besar cinta dan pengorbanan anak sekecil itu. Dalam hatinya, ia merasa begitu bersalah, karena tidak bisa memberi kehidupan yang lebih baik untuk Siska.

Tiba-tiba, tubuh Arif terasa lemas. Sebuah rasa sakit tajam menyerang dadanya, lebih dari sebelumnya. Napasnya semakin sesak, dan ia merasakan dunia mulai berputar. Siska yang melihatnya langsung panik. "Ayah, Ayah!" serunya, berlari menghampiri dan menggoyang-goyangkan tubuh Arif yang mulai terjatuh.

Dengan segala tenaga yang tersisa, Arif berusaha berdiri, namun kakinya tak mampu menahan tubuhnya lagi. Ia terjatuh ke tanah dengan suara gemuruh yang seakan menggema dalam kesunyian rumah kecil mereka.

Siska terisak, berdiri di samping ayahnya yang terbaring lemah. "Ayah... Ayah... bangun, Ayah!" suaranya memecah keheningan, dan dalam hatinya, Siska merasakan sesuatu yang sangat menakutkan.

Sekejap, pintu terbuka. Pak Udin yang sebelumnya sudah pergi berlari kembali bersama tetangga lainnya. Mereka segera mengangkat Arif dan membawanya ke tempat tidur. Namun, wajah Pak Udin berubah pucat saat melihat kondisi Arif yang semakin memburuk.

"Kita harus bawa dia ke rumah sakit, cepat!" seru Pak Udin, namun Arif, dengan suara yang nyaris tak terdengar, mengangkat tangan dan mencoba menghalangi.

"Jangan... Siska butuh Ayah di sini..." suara Arif terputus-putus, dan matanya mulai meredup. "Siska... kamu harus kuat... Ayah... Ayah akan selalu ada buat Siska"

Siska berdiri di samping ranjang, air matanya mulai berlinang. Ia meraih tangan Arif yang dingin dan memegangnya erat, seolah tidak ingin melepaskan. "Ayah... jangan pergi, Ayah. Siska nggak mau sendirian."

Namun, meskipun Arif ingin mengatakan lebih banyak, tubuhnya tak lagi mampu. Dalam hitungan detik, ia menarik napas terakhir, meninggalkan Siska di dunia yang begitu keras ini. 

Kepergian Arif meninggalkan kekosongan yang tak terisi. Tetapi, Siska, meskipun masih kecil, tahu bahwa ayahnya telah memberikan segalanya. cinta, pengorbanan, dan harapan. Ia akan mengingatnya selamanya, meskipun tak lagi ada tangan yang mengelus kepalanya atau suara lembut yang membimbingnya.

Di luar, matahari perlahan tenggelam, membawa malam yang sunyi. Namun, di hati Siska, cinta ayahnya tetap bersinar terang, tak terpadamkan oleh waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun