Atau di lain pihak saat menjadi pekerja kantoran ada karyawan yang begitu paham seluruh proses kerja berikut seluruh ketentuan dari A sampai Z ternyata begitu menduduki posisi tertentu dan menjadi seorang pengambil keputusan justru menjadi orang yang "menyalah."Â
Fenomena ini tidak sedikit pula terangkat ke permukaan dengan beberapa kasus pejabat publik yang terkenal idealis dan ahli dalam bidangnya sewaktu di dunia akademisi namun justru berurusan dengan hukum.Â
Sehingga banyak pendapat dari sebagian orang mengatakan bahwa tidak perlu pandai namun "pandai-pandailah." Bahasa pandai-pandailah yang tidak punya definisi kemudian mengalahkan sebuah gelar keilmuan atau kesarjanaan. Yang bagi saya hal ini bukanlah sebuah pembenaran atau formula yang benar adanya.
"Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?." Menurut pengamatan saya, setidaknya ada 3 kondisi yang menjadi penyebabnya yakni kalah karena adanya kepentingan (materi dan jabatan), kalah karena adanya sebuah ancaman, dan terakhir kalah karena keinginan untuk membahagiakan semua orang.
Keahlian vs KepentinganÂ
Begitu banyak pakar atau sebutan ahli dijumpai di dunia ini. Mungkin juga di perusahaan atau organisasi anda dan saya, sebutan ahli ini juga sering dilekatkan pada seseorang tertentu.Â
Ahli atau pakar dilabelkan padanya karena menjadi maha guru yang mampu menjelaskan seluruh proses atau ketentuan maupun peraturan. Setidaknya pemahaman itu menjadi parameter untuk mengkategorikan seseorang itu ahli. Namun pertanyaan yang sering muncul adalah "Sebatas itukah?" Tentu saja tidak.
Pada banyak organisasi sering sekali faktor kemampuan administrasi (sebatas kertas mengertas) yang terlalu melekat dibuat kepada sebutan ahli, bukan pengalaman lapangan yang pernah dilalui.Â
Dalam hal ini saya sangat setuju seharusnya yang dilihat adalah kemampuan teritorial atau pengalaman lapangan. Padahal tuntutan era saat ini adalah bagaimana seluruh rangkaian proses dan rentetan proses produksi termasuk di dalamnya pengambilan keputusan yang cepat, tepat dan memitgasi risiko adalah ahli yang sejati.Â
Tidak peduli apapun organisasi maupun jenisnya. Kemampuan menghasilkan produk baik berupa barang maupun jasa yang bisa menjadi pemenuhan kebutuhan orang lain adalah menjadi fokus utama dan bukan hanya rangkaian proses tanpa ujung. Maaf apalagi cuman pengalaman cuap-cuap.
Pada banyak pengalaman seharusnya sebuah proses tidaklah selamanya menjadi penghambat untuk berkreasi. Ini adalah catatan serius dan penting namun sang profesor kertas akan begitu bodoh ketika terbentur atau punya kepentingan secara pribadi.Â
Hidden agenda atau agenda terselubung menjadi lebih diutamakan dan biasanya vokal dan kritis ternyata melempem oleh karena ada agenda pribadi tersembunyi dengan latar belakang dan tujuan apapun. Namun yang pasti bukan untuk kepentingan organisasi atau orang banyak.